Jangan Dusta

“… Dan saling menasehati dalam kebenaran, dan saling menasehati dalam kesabaran.” (QS 103 : 3)

Tujuan orang berpuasa adalah agar bertakwa. Sering saya sebutkan, salah satu, makna takwa adalah berprestasi. Dengan cara yang spesial, prestasi takwa, yaitu dengan menjalani perintah Allah dan menjauhi seluruh laranganNya. Sehingga, prestasi orang yang bertakwa, senantiasa terhubung dengan Sang Khalik. Tidak pernah sombong ketika sukses besar karena, bagi orang yang takwa, sukses adalah anugerahNya. Pun tidak pernah berputus asa dalam segala kesulitan karena, bagi orang bertakwa, selalu ada rahmat Tuhan. Dan, orang bertakwa, saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.

1. Nasehat Vs Nyinyir
2. Nasehat Sederhana Mengena
3. Tetap Keras Kepala

Cara menjalankan puasa adalah urusan pribadi: tidak makan, tidak minum, dan tidak hubungan badan. Menjalani puasa adalah urusan pribadi seorang hamba dengan Tuhan. Bisa saja seseorang berdusta, mengaku puasa. Ketika ia di kamar, ia makan dan minum sampai kenyang. Di hadapan orang banyak ia seperti puasa: tidak makan, tidak minum. Tidak ada yang tahu bahwa ia berdusta, kecuali Tuhan Maha Tahu.

Sementara itu, dampak puasa harus bersifat nyata: menjadi orang yang bertakwa. Sukses mengukir prestasi personal dan sosial.

1. Nasehat Vs Nyinyir

Memberi nasehat, di jaman digital, tidak selalu mudah. Maksud yang baik, bisa saja, dianggap oleh pihak sebelah, sebagai nyinyir. Bisa terjadi juga, manusia di jaman digital, sengaja nyinyir karena orang di pihak lain tidak kenal kepada kita, secara langsung. Maka mereka berpikir bebas-bebas saja ngomong kasar, toh tidak pernah bertemu tatap muka dengan kita.

Sebagai orang yang berpuasa, kita, tentu perlu bersabar dengan semua ini.

Pengalaman saya menjadi youtuber yang sudah memiliki ratusan ribu subscriber, tentu saya, sering mendapat nyinyiran netizen. Bahkan kata-kata kasar. Barangkali sudah puluhan atau ratusan kali. Lagi-lagi kita perlu bersikap sabar dalam saling menasehati.

  1. Orang-orang mudah nyinyir melalui media sosial karena mereka tidak kenal secara langsung dengan saya. Mereka hanya kenal sekilas dari satu video saya di youtube. Konteks mereka menonton video pun bisa beda dengan konteks saya ketika membuat video. Maka, ketika mereka nyinyir ke saya, anggap saja mereka sedang memberi nasehat secara gratis, untuk saya.
  2. Sedangkan, orang-orang tidak nyinyir melalui media sosial ke saya ketika mereka sudah kenal saya secara pribadi, pernah tatap muka, atau pernah diskusi lebih mendalam. Misal, di media facebook, orang hampir tidak pernah nyinyir ke saya. Bila terjadi salah paham, dengan diskusi santai, di media sosial yang sama, biasanya bisa jadi beres semuanya.
  3. Sebagai pengguna media digital, media sosial, kita perlu menjaga diri untuk berkata dengan baik dan sopan.

2. Nasehat Sederhana Mengena

Dalam suatu riwayat, sering dikisahkan, ada seorang Badui menghadap Kanjeng Nabi. Orang Badui ini, sebut saja Fulan, ingin bertobat. Masalahnya, dosa Fulan ini terlalu banyak. Maka Fulan ingin mendapat nasehat langsung dari Kanjeng Nabi secara panjang lebar dan detil sebagai solusi yang tuntas. Dosa Fulan di antaranya: judi, ketagihan minuman keras, kecanduan obat terlarang, main perempuan, mencuri, membunuh, dan lain-lain.

Fulan menghadap Kanjeng Nabi mengaku insyaf dan minta nasehat. Kanjeng Nabi memberi nasehat, “Jangan berdusta.” Itu saja. Singkat.

“Hanya itu? Jangan berdusta saja?” pikir Fulan. Mudah sekali.

Tidak ada keharusan berhenti judi, tidak ada keharusan berhenti mabuk-mabukan. Cukup, jangan berdusta. Fulan kembali kepada kehidupannya. Dia ingin berjudi. Tapi terbesit pesan Nabi: jangan berdusta. Bagaimana jika saya nanti bertemu Nabi? Saya tidak boleh dusta. Malu bila ketahuan berjudi. Begitu juga ketika ia hendak main perempuan, Fulan ingat pesan Nabi, jangan berdusta. Akhirnya, Fulan benar-benar tidak pernah maksiat lagi karena selalu ingat pesan Nabi, jangan berdusta. Nasehat Nabi, yang singkat, begitu tepat sasaran.

3. Tetap Keras Kepala

Masalah sering muncul, ketika, yang diberi nasehat tetap keras kepala. Atau bahkan, mereka membalikkan nasehat itu, justru untuk menyerang sang pemberi nasehat.

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, maka itu adalah untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, maka itu untuknya, kemudian kepada Tuhanmulah kamu dikembalikan. (QS 45 : 15)

  1. Tugas kita hanya memberi nasehat. Maka jadikan saling menasehati sebagai proses kita bertakwa. Jangan merusaknya dengan amarah yang mengikutinya. Kita perlu tetap bersabar dengannya.
  2. Jika orang itu berubah jadi baik maka memang baik. Jika orang itu tidak berubah maka dia bertanggung jawab atas konsekuensinya.
  3. Jika orang yang dinasehati itu tetap berbuat jahat, keras kepala, dan berdampak pidana maka biarkan proses hukum yang akan mengadilinya. Tugas kita, sekali lagi, adalah saling menasehati dengan penuh kesabaran.

Mari manfaakan bulan suci Ramadhan ini untuk meraih gelar manusia yang bertakwa.

Bagaimana menurut Anda?

Diterbitkan oleh Paman APiQ

Lahir di Tulungagung. Hobi: baca filsafat, berlatih silat, nonton srimulat. Karena Srimulat jarang pentas, diganti dengan baca. Karena berlatih silat berbahaya, diganti badminton. Karena baca filsafat tidak ada masalah, ya lanjut saja. Menyelesaikan pendidikan tinggi di ITB (Institut Teknologi Bandung). Kini bersama keluarga tinggal di Bandung.

Ikuti Percakapan

1 Komentar

Tinggalkan komentar

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: