“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu merasa tenteram kepadanya (sakinah), dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih (mawaddah) dan sayang (rahmah). Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS 30 : 21)
Pernikahan adalah prinsip dasar alam semesta. Manusia bertumbuh kembang melalui pernikahan. Penciptaan alam semesta paling awal adalah pena (qolam) yang, kemudian, menikah dengan lembaran (lauhul mahfudz) dan melahirkan seluruh alam raya. Atom hidrogen menikah dengan atom oksigen melahirkan senyawa air (H2O).
1. Realitas Semesta
2. Perjanjian Langit
3. Perbedaan Hakiki
4. Sakinah Mawaddah Rahmah
5. Krisis Populasi Dunia

1. Realitas Semesta
Hakikat alam semesta adalah selalu bergerak menuju kesempurnaan. Sadra merumuskannya sebagai gerak substansial. Hegel terkenal dengan gerak dialektika. Sedangkan Deleuze lebih menekankan gerak abadi sebagai repetisi dari differensial. Dan, barangkali yang paling terkenal, gerak sistem dinamis kalkulus dari Newton dan Leibniz.
Gerak bisa terjadi karena adanya pasangan dari suatu perbedaan. Listrik mengalir dari positif ke negatif karena adanya pasangan perbedaan potensial. Air mengalir dari dataran tinggi ke yang lebih rendah karena adanya pasangan beda tinggi atau beda energi potensial. Laki-laki mendekati wanita karena adanya pasangan yang berbeda jenis, saling merindukan antara keduanya.
Realitas alam semesta, jelas, menunjukkan adanya pasangan-pasangan perbedaan. Maka mengakui perbedaan adalah prinsip paling dasar. Kemudian mengelola perbedaan untuk pertumbuhan yang lebih baik, menciptakan dinamika sosial, dan dinamika alam raya.
Barangkali, semua yang ada di alam berpasangan secara alamiah. Benang sari membuahi putik pada bunga sehingga terjadi pembuahan, menghasilkan biji, dan melahirkan tumbuhan baru. Kucing jantan mengejar-ngejar kucing betina, perkelahian di sana-sini, terjadi perkawinan, menghasilkan generasi penerus spesies kucing. Tidak demikian sederhana dengan manusia.
Jikalau kucing berkelahi saling mencakar ketika hendak kawin, itu adalah alamiah untuk menghasilkan generasi penerus terbaik. Sementara, jika manusia harus berkelahi sebelum perkawinan maka itu akan menjadi petaka. Manusia berkelahi tidak hanya menyerang dengan cakar. Manusia punya pisau, panah, senapan, sampai bom nuklir. Peradaban manusia bisa hancur karenanya. Bukan perkelahian yang dibutuhkan umat manusia. Tetapi manusia membutuhkan kematangan, kedewasaan, dan pengertian dari setiap warganya.
2. Perjanjian Langit
Ketika sepasang kekasih, dua manusia yang saling jatuh cinta, mengikatkan diri dalam pernikahan suci, itu adalah perjanjian yang dicatat di langit. Memang benar pernikahan itu dicatatkan di catatan sipil secara legal. Masing-masing suami dan istri terikat dalam hak dan kewajiban. Tetapi lebih dari itu, sejatinya, catatan yang lebih kuat ada pada singgasana Tuhan yang Maha Agung. Catatan pernikahan di langit adalah perjanjian agung manusia untuk melanjutkan tugasnya sebagai wakil Tuhan di bumi dari generasi ke generasi.
Saking agungnya perjanjian pernikahan ini sampai-sampai ada yang mengharamkan perceraian. Secara umum, Islam memandang perceraian masih dibolehkan pada kondisi khusus. Sehingga perceraian sering disebut sebagai perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah. Perceraian begitu mengerikan sampai menggoncang arsy, singgasana langit.
Jika pernikahan adalah perjanjian yang agung dan perceraian adalah paling dibenci Allah, lalu, mengapa banyak ustadz yang cerai?
Tidak mudah menjawab itu.
Tugas kita adalah menjaga perjanjian yang agung itu. Mendidik generasi penerus yang kuat. Generasi yang membanggakan sebagai wakil Tuhan di muka bumi ini.
3. Perbedaan Hakiki
Kunci membangun rumah tangga bahagia adalah menghormati perbedaan: perbedaan antara suami istri dan perbedaan dengan masing-masing anggota keluarga. Sepasang kekasih, ketika dimabuk cinta, melihat setiap perbedaan begitu indah. Dan, secara hakiki, perbedaan itu memang indah.
Di awal-awal pernikahan, suami yang suka makanan pedas, sedang istri tidak suka makanan pedas terasa saling melengkapi. Begitulah cinta. Mengapa setelah menikah sepuluh tahun atau tiga puluh tahun menjadi berubah? Masakan pedas yang disukai suami menjadi merepotkan istri. Masakan tidak pedas yang dihidangkan istri menjadi membosankan bagi suami. Perbedaan kecil yang dulu menumbuhkan rasa cinta mengapa berubah menjadi sumber pertengkaran?
Di situlah perlunya sepasang suami istri terus-menerus merawat cinta kasih dalam setiap perbedaan.
4. Sakinah Mawaddah Rahmah
Tiga kata paling umum kita kenal dalam doa pernikahan: sakinah, mawaddah, dan rahmah. Kata yang penuh bobot bersumber langsung dari AlQuran. Pasangan suami istri yang berpegang kepada tiga konsep ini, insya Allah, pernikahannya bahagia dunia dan akhirat.
Sakinah adalah konsep paling dasar dalam kebahagiaan rumah tangga. Sakinah sering dimaknai sebagai tenteram, damai, suka, cenderung, ingin, rukun, dan sebagainya. Redaksi asli sakinah adalah kata kerja litaskunuu – agar kalian bertindak sakinah. Bukan kata benda atau kata sifat.
Sehingga kita bisa memaknai sakinah adalah perintah Tuhan kepada pasangan suami istri agar menciptakan kedamaian dalam rumah tangga. Sakinah ini bisa tercipta dengan menghidupkan rasa cinta setiap saat bagi suami istri. Memandang perbedaan sebagai sumber cinta. Memandang kekompakan sebagai penyatuan cinta. Segalanya adalah cinta yang memenuhi seluruh sudut rumah tangga.
Ketika pasangan suami istri bertindak sakinah, kemudian, Allah menganugerahi mereka mawaddah dan rahmah.
Mawaddah bisa kita maknai sebagai “cinta yang nyata” atau “kasih sayang nyata” dan sebagainya. Meski mawaddah pada intinya adalah cinta, tapi, penekanannya adalah bersifat nyata.
Rahmah bisa kita maknai sebagai “cinta yang tulus” atau “kasih sayang yang tulus” dan sebagainya. Rahmah juga bermakna cinta dan kasih dengan penekanan pada sifatnya yang tulus.
Mawaddah adalah cinta nyata yang terungkap. Suami mengucapkan cinta kepada istri tiap pagi dan malam. Suami mengungkapkan cinta dengan memberi nafkah. Suami mengungkapkan cinta dengan mendengarkan curhatan isteri. Begitu juga istri mengungkapkan ucapan cinta tiap pagi dan malam. Isteri mengungkapkan cinta dengan menghidangkan masakan paling lezat. Isteri mengungkapkan cinta dengan setia mendampingi suami.
Rahmah adalah cinta dan kasih sayang yang tulus. Suami tetap mencintai istri meski istrinya cerewet. Suami makin cinta kepada istri meski istri makin tua. Suami makin sayang kepada istri meski istrinya, lama-lama, menjadi nenek-nenek. Istri tetap mencintai suami meski suami dalam kesulitan finansial. Istri tetap mencintai suami meski suami makin lemah. Istri tetap mencintai suami meski suaminya, lama-lama, menjadi kakek-kakek.
Lengkap sudah cara membangun keluarga bahagia dunia akhirat. Sakinah: sepasang suami istri terus-menerus merawat cinta kasih dalam setiap perbedaan. Kemudian Allah menganugerahkan mawaddah dan rahmah yang perlu terus-menerus dirawat. Mawaddah: suami istri mengungkapkan rasa cinta dalam wujud yang nyata. Rahmah: suami istri makin cinta walau kondisi apa pun yang terjadi.
Semoga kebahagian selalu tercurah untuk kita semua.
5. Krisis Populasi Dunia
Konsekuensi pernikahan adalah terjaganya populasi masyarakat dunia. Hari ini, di tahun 2021, beberapa negara mengalami ancaman krisis populasi. Di mana, ada cukup banyak pasangan usia produktif tidak mau menikah. Atau, ketika mereka menikah, mereka tidak mau punya anak. Akibatnya, populasi suatu negara makin berkurang. Atau, setidaknya berpotensi menjadi berkurang dalam waktu dekat. Penurunan populasi bisa berdampak buruk bagi semua.
Berbeda masalah dengan, ketika, pasca perang dunia. Saat itu, pertumbuhan populasi dunia justru terlampau tinggi. Barangkali, masyarakat merasa aman dan banyak pejuang yang gugur di peperangan maka mereka berniat untuk punya anak banyak. Pertumbuhan populasi dunia sempat di atas 2% per tahun. Akibatnya, diprediksi, bumi akan terlalu sesak dipenuhi manusia pada abad 21 ini.
Program pembatasan jumlah anak dengan KB, keluarga berencana, gencar di penjuru dunia. Indonesia ikut serta dengan program dua anak cukup. Selama masa orde baru, program KB didorong dengan anggaran yang tidak rendah. Hasilnya, tidak buruk namun juga tidak membanggakan. Dari pertumbuhan di atas 2%, bisa ditahan mendekati atau di bawah 2% menjelang tahun 2000.
Setelah tahun 2000, situasi terbalik. Tidak perlu program pembatasan jumlah anak, pasangan muda di Indonesia, dan belahan dunia lain, dengan suka rela membatasi jumlah anak. Mereka berpikir bahwa anak adalah beban ekonomi. Maka, tidak punya momongan adalah lebih menguntungkan. Atau, cukup punya 1 anak saja. Akibatnya, pertumbuhan populasi di Indonesia turun menjadi sekitar 1%. Di Jerman, Itali, dan beberapa negara maju pertumbuhan populasi sempat negatif.
Tahun 2021 ini, Cina mendorong pasangan agar punya anak lebih dari 1 orang guna menaikkan pertumbuhang populasi yang rendah (0,3%). Respon masyarakat Cina? Mereka tidak mau menambah jumlah anak. Beban ekonomi terasa begitu berat menurut mereka.
Tampak jelas dari paparan di atas, fenomena pernikahan yang sepertinya hanya masalah sepasang kekasih, nyatanya, itu adalah masalah kemanusiaan di seluruh dunia. Sehingga, kita perlu mempertimbangkannya dengan lebih luas – serta lebih dalam dan lebih tinggi.
Bagaimana menurut Anda?
Tinggalkan komentar