“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah; dan infakkanlah harta yang baik untuk dirimu. Dan barang-siapa dijaga dirinya dari kekikiran, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS 64 : 16)
Derajat takwa adalah derajat yang sangat mulia. Orang yang bertakwa adalah orang yang mendapat petunjuk setiap membaca AlQuran. Orang islam sejati bertujuan mencapai husnul khatimah, akhir yang baik, dengan cara melaksanakan takwa dengan sebenar-benarnya takwa. Orang beriman mendapat perintah wajib melaksanakan puasa dengan tujuan akhir agar menjadi orang-orang yang bertakwa.

Kata takwa, atau taqwa, kaya akan makna. Maka sudah benar kita menyerap langsung istilah takwa tersebut sehingga tetap menyimpan kekayaan akan makna sejatinya itu. Makin kita mengkaji makna takwa maka makin takjublah kita dengan keluasan dan kedalamannya.
1. Pasangan Tawakkal
2. Tataran Takwa
3. Karya Nyata
4. Tantangan Sekular
Dalam tulisan ini, saya akan membahas lagi makna takwa dengan cara menyandingkan dengan makna tawakkal. Pendekatan ini tetap selaras dengan makna takwa secara umum: taat kepada Allah, takut kepada Allah, menjaga diri, tobat, ikhlas, menjalankan perintah Allah, menjauhi larangan Allah, dan lain-lain.
1. Pasangan Tawakkal
Takwa bermakna manusia menerima amanah dari Allah untuk menjadi wakil, khalifah, di bumi guna mengelola alam semesta sesuai perintah dan menjauhi laranganNya. Dalam makna ini, takwa berkonsekuensi agar manusia mengukir prestasi nyata di alam semesta. Sementara tawakkal bermakna berserah diri, mewakilkan, mempercayakan sepenuhnya urusan segala sesuatu kepada Allah semata. Proses tawakkal berupa pengabdian tulus ikhlas hanya untuk mendapat ridha Allah. Apapun keputusan Allah adalah yang terbaik bagi seluruh alam semesta.

Sepanjang sejarah, para pemikir besar berusaha merumuskan hubungan manusia, alam, dan Tuhan. Dengan mempertimbangkan makna takwa maka kita dapat menjelaskan hubungan segitiga ini.
Tuhan, berhubungan dengan alam, sebagai rabb – pencipta, pengelola, dan pemelihara. Sementara itu, Tuhan berhubungan dengan manusia, dengan menunjuk manusia sebagai wakilNya guna mengelola alam semesta. Manusia menerima penunjukkan ini dengan jalan takwa dalam mengelola alam semesta. Nyatanya, manusia itu lemah dan bodoh. Maka manusia perlu mendapat bimbingan dan pertolongan Allah untuk menjalankan semua tugas di bumi. Manusia mengaku di hadapan Tuhan, dirinya banyalah seorang abdi. Manusia mempercayakan kembali segala urusan hanya milik Allah semata. Manusia berserah diri, tawakkal.
Dalam struktur ini, kita melihat konsep takwa dan tawakkal berbeda tataran. Meski dua hal itu bertemu dalam diri manusia menjadi satu. Sehingga manusia adalah satu kesatuan utuh: dalam diri manusia ada takwa sekaligus ada tawakkal. Setiap kata takwa mengandung makna tawakkal dan setiap kata tawakkal mengandung makna takwa. Meski demikian, manusia juga harus mampu membedakan tataran takwa dan tawakkal itu.
2. Tataran Takwa
Takwa berada dalam tataran hubungan manusia dengan alam semesta, termasuk dengan manusia lainnya. Sementara, tawakkal berada dalam tataran hubungan manusia, seorang diri, di hadapan Tuhan. Meski demikian, manusia perlu bimbingan guru, dan Nabi, untuk menghadap Tuhan.
Di mana manusia bisa menemui Tuhan? Mudah saja. Manusia bisa menemui Tuhan dengan cara memberi makan kepada orang miskin, memberi ilmu kepada orang yang tidak mengerti, memberi obat kepada orang yang sakit. Ini adalah jalan menemui Tuhan melalui jalur takwa. Manusia berperan sebagai wakil Tuhan mengabulkan doa orang yang lapar, orang yang kurang ilmu, dan orang yang sedang sakit.
Dengan demikian, untuk menjalankan tugas bertakwa, manusia membutuhkan sains dan teknologi – termasuk manajemen dan bisinis dalam arti luas. Kita perlu mengkaji bagaimana cara mengentaskan kemiskinan, meningkatkan kualitas pendidikan, dan menjaga kesehatan seluruh masyarakat. Bagaimana jika tugas sebesar itu kita serahkan kembali kepada Allah? Bukankah Allah Maha Kuasa? Tentu bisa saja begitu. Tetapi dengan cara itu kita sudah gagal menjalani proses takwa, sebagai wakil Tuhan, dan mengambil jalan pintas menempuh proses tawakkal.
Di sinilah, sering terjadi rancu berpikirnya manusia. Yang seharusnya bertakwa malah bertawakkal. Mari tetap semangat menjalani proses takwa. Tuhan menjamin memberi jalan keluar bagi orang-orang yang bertakwa. Bahkan menjanjikan rejeki dari arah yang tidak disangka-sangka.
Untuk mengatasi kemiskinan kita perlu mengembangkan sains ekonomi termasuk teknologi bisnis yang inovatif. Kita menyaksikan perkembangan teknologi digital sudah membuka banyak lapangan kerja. Kita perlu mengarahkan kekuatan digital ini untuk mengentaskan kemiskinan dan mengatasi ketimpangan ekonomi.
Tentu saja kita perlu menciptakan struktur ekonomi yang adil bagi seluruh rakyat. Perlindungan anti monopoli, sistem pajak progresif dinamis, dan perlindungan konsumen. Tampak jelas untuk menjalankan itu semua kita perlu pemerintahan yang kuat, efektif, dan adil. Makin jelas pentingnya sistem demokrasi agar masyarakat dapat berpartisipasi dengan baik.
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan maka kita perlu mengembangkan ilmu pendidikan dalam arti luas. Teknologi digital bisa kita optimalkan untuk menyebarkan konten edukasi secara cepat dan luas. Untuk menjaga kesehatan masyarakat kita perlu mengembangkan ilmu kedokteran dalam arti luas. Benar-benar banyak tugas manusia sebagai wakil Tuhan untuk memakmurkan alam semesta. Tentu saja. Kita tidak sendiri. Kita hidup bermasyarakat. Maka kita perlu membangun sistem sosial sedemikian hingga masing-masing dari kita mampu melaksanakan takwa, peran sebagai wakil Tuhan, dengan sebaik-baiknya.
Setelah kita melakukan proses takwa dengan sungguh-sungguh maka pantaslah kita bertawakkal. Atau ketika kita menjalani proses takwa dengan sungguh-sungguh, bersamaan itu, di dalam hati terdalam, kita bertawakkal kepada Allah.
3. Karya Nyata
Takwa adalah karya nyata. Bukan sekedar klaim bahwa saya sudah menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi laranganNya. Hasil takwa bisa kita verifikasi dengan beragam cara. Misal ketika kita bertakwa dalam bentuk memperbaiki ekonomi umat maka kita bisa mengukur bagaimana kenaikan pendapatan orang-orang miskin. Kita bisa memanfaatkan beragam metode statistik untuk mengukurnya. Bila berhasil maka bisa kita lanjutkan. Bila, ternyata, gagal maka kita perlu melakukan koreksi untuk perbaikan ke depan. Gagal atau berhasil tetap merupakan suatu proses menjalankan program takwa.
Diskusi rasional antara banyak pihak bisa dilakukan. Baik pihak-pihak tersebut beragama sama atau beda agama. Bahkan mungkin saja diskusi, dalam memperbaiki ekonomi, dengan orang sekular. Ambil yang baik, tinggalkan yang buruk. Kita berlomba-lomba dalam kebaikan.
4. Tantangan Sekular
Masyarakat sekular berkembang akhir-akhir ini. Mereka meng-klaim bahwa kemajuan peradaban manusia adalah hasil dari sekularisasi. Beberapa orang sekular, memang, tetap beragama. Sementara, ada bentuk sekular ekstrem sampai ke bentuk atheis yang tidak mengakui Tuhan.
Dalam analisis kita, sekular bisa kita pandang sebagai program menjalankan takwa tanpa bertanggung jawab kepada Tuhan. Sehingga makna takwa menjadi tidak tepat lagi bagi aktivitas orang-orang sekular dalam mengelola alam. Barangkali istilah yang lebih cocok adalah eksplorasi alam, atau yang lebih keras, eksploitasi alam.
Dalam eskplorasi alam, orang sekular tidak mengklaim sedang menjalankan tugas ketuhanan. Maka paling banter mereka bisa mengklaim sedang menjalankan tugas kemanusiaan – demi kemakmuran bersama. Sehingga tanggung jawab mereka adalah tanggung jawab kemanusiaan.
Tantangan sekularisasi ini akan kita bahas di bagian selanjutnya.
Bagaimana menurut Anda?
Tinggalkan komentar