“Wahai golongan jin dan manusia! Jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka tembuslah. Kamu tidak akan mampu menembusnya kecuali dengan kekuatan.” (QS 55 : 33)
Gantungkan cita-cita setinggi langit. Kalau pun kamu meleset meraihnya, kamu setidaknya berhasil meraih rembulan. Kamu memang luar biasa.

Manusia beriman yang bertakwa mempunyai cita-cita tinggi. Cita-cita yang sulit untuk diraih. Tapi kita bisa meraihnya karena pertolongan Allah semata. Karena Allah Maha Kuasa atas segalanya.
Di sisi manusia, kita sudah menerima tanggung jawab sebagai wakil Tuhan di bumi ini. Maka, kita perlu mengembangkan segala kekuatan untuk menembus langit dan bumi. Melalui pengembangan sains, teknologi, imajinasi, dan tentu, ruhani.
1. Kekuatan Kehendak
2. Demokrasi
2.1 Politik
2.2 Ekonomi
2.3 Meritokrasi
2.4 Bahasa
2.5 Digital
3. Jaminan Institusi
4. Mengejar Mimpi
5. Hubungan Luar Negeri
Manusia adalah kebebasan itu sendiri. Wujud alam semesta adalah kebebasan umat manusia. Meski aturan alam tampak membatasi, tetapi, aturan alam mengundang manusia untuk menerapkan kebebasannya. Alam semesta akan mengikuti kebebasan manusia. Alam semesta adalah medan kebebasan manusia.
1. Kekuatan Kehendak
Yang paling fundamental adalah kehendak bebas dalam diri manusia. Dunia, di luar sana, bisa saja gemuruh luruh hancur lebur. Di dalam diri manusia, tetap utuh ada kehendak bebas. Kita bebas untuk memilih optimis atau pesimis. Kita bebas untuk memilih menjadi manusia beriman atau lainnya. Kita bebas untuk mengeluh atau semangat terus bergelora.
Dalam kehidupan nyata, kita bebas untuk berkarya atau malas-malasan saja. Pandemi covid bisa saja menjadi bencana. Kita, tetap bebas, memilih untuk meraih prestasi atau gantung kaki selama pandemi. Ekonomi bisa saja depresi. Kita, juga tetap bebas, maju mengejar mimpi atau memilih berdiam diri.
Allah telah meniupkan ruh suci dari Sang Maha Bebas ke diri setiap manusia. Diri kita memang bebas sebebas-bebasnya sesuai ruh suci dariNya. Manusia punya modal tak terbatas – ruhnya. Manusia punya modal terbatas – alam raya tertata. Perpaduan antara tak terbatas dan yang terbatas maka terbentuklah manusia bebas.
Kita bebas untuk menjadi manusia takwa.
Jika manusia hendak menembus langit. Bisa! Tentu saja dengan segala kekuatan yang dimilikinya ruh, semangat, ilmu, sains, dan teknologi. Alam siap membantu mewujudkan setiap impian anak manusia.
2. Demokrasi
Kebebasan adalah hakikat setiap manusia. Tetapi kebebasan ini bisa runtuh begitu saja. Ketika anak manusia terkurung dalam lingkungan bertahun-tahun, mereka mengiranya dirinya memang terkurung, Mereka mengira dirinya tidak bebas. Mereka mengira kehilangan kebebasan. Dan kebebasan itu menjadi sirna. Demokrasi, banyak orang mengharapkannya menjadi solusi.
2.1 Politik
Demokrasi adalah cita-cita bersama untuk mewujudkan setiap manusia memiliki kebebasan sejati. Kenyataannya, politik justru bisa membelokkan demokrasi. Suara rakyat hanya dihitung ketika pungutan suara. Setelah itu, hanya pihak-pihak tertentu yang menjadi penentu.
Media sosial digital membuka peluang setiap orang untuk bebas bersuara. Setiap orang bebas berpendapat. Bahkan, dengan berkembangnya blockchain, kebebasan umat manusia makin terbuka lebar. Peran “pusat” tidak dibutuhkan lagi. Horisontal dan demokratis, harapannya.
Bagaimana pun, meski banyak rintangan, kita tetap bisa membangun demokrasi yang sehat. Setiap warga bebas berpendapat. Setiap orang punya posisi terhormat. Kita bersatu sebagai umat.
2.2 Ekonomi
Anak-anak yang terlahir dari keluarga miskin yakin bahwa mereka akan menjadi miskin. Turun-temurun terbukti mereka konsisten hidup miskin. Sebaliknya, anak-anak terlahir kaya yakin bahwa mereka akan hidup kaya. Bahkan kaya sampai tujuh turunan. Terbukti bertahun-tahun mereka memang kaya.
Di mana ada kebebasan manusia? Di mana ada kebebasan ekonomi? Di mana manusia bebas berpartisipasi?
Kesenjangan ekonomi dan sosial terjadi di belahan dunia, termasuk di Indonesia. Dengan ketimpangan indeks Gini di atas 38% atau nilai ketimpangan di atas n = 2 maka Indonesia terjadi ketimpangan lebih besar dari ketimpangan kuadrat. Dari sisi personal, kita perlu membangkitkan semangat anak-anak muda (dan angkatan kerja) bahwa mereka punya potensi untuk terus maju. Dari sisi institusional, pemerintah dan pengusaha perlu menciptakan sistem yang adil secara ekonomi. Bukan adil secara argumentatif belaka tetapi adil substantif.
Kita bisa membangun sistem ekonomi yang membebaskan umat. Sistem ekonomi yang memberi kesempatan setiap generasi untuk berpartisipasi. Sistem ekonomi yang melahirkan manusia-manusia bebas – dari latar ekonomi apa pun mereka dilahirkan.
2.3 Meritokrasi
Sejak awal, meritokrasi adalah buruk. Meritokrasi adalah satire. Tetapi, meritokrasi menjadi norma. Menjadi sistem merit-okrasi yang dipuji-puji. Bukankah ngeri sekali?
Meritokrasi disangka memberi kebebasan kepada manusia. Nyatanya, meritokrasi menjebak kebebasan manusia dengan mengukuhkan kesenjangan, ketimpangan, dan ketidak-adilan.
Meritokrasi adalah sistem yang menetapkan “pemenang” berdasar “prestasi” mereka. Bukankah itu baik?
Meritokrasi buruk tetapi tidak bisa ditolak. Meritokrasi hanya bisa dilampaui. Meritokrasi harus dilampaui. Menolak meritokrasi bisa jatuh ke jurang kolusi kemudian terjebak dalam korupsi. Meritokrasi hanya lintasan sementara untuk segera menuju sistem yang adil. Yaitu sistem yang memberikan kebebasan kepada seluruh umat manusia untuk bertakwa.
Meritokrasi akan mengantar kampus-kampus terbaik diisi oleh anak-anak cerdas dari kalangan orang-orang kaya. Mereka, anak-anak itu, memang cerdas, mau rajin belajar, dan ditunjang dana kuat dari orang tuanya. Sementara, anak-anak miskin tidak bisa diterima di kampus terbaik. Mereka, anak-anak miskin, memang kurang dana pendidikan, kurang semangat belajar, mungkin juga kurang asupan gizinya. Meritokrasi hanya melanggengkan ketimpangan. Kita membutuhkan bangunan demokrasi yang adil. Demokrasi yang membangunkan semangat juang seluruh generasi negeri – kaya atau pun miskin.
Kita butuh yang lebih baik dari sekedar meritokrasi. Kita bisa melampaui meritokrasi.
2.4 Bahasa
Bahasa adalah penjara terbesar umat manusia. Bahasa mengungkung kebebasan umat manusia. Bahasa adalah rumah pikiran. Bahasa juga rumah rasa bagi umat manusia. Sebagaimana rumah, bahasa melindungi umat manusia. Pada gilirannya, bahasa menjerat umat manusia sendiri.
Bahasa adalah bentuk budaya tinggi umat manusia. Dengan bahasa, kita bisa berkomunikasi. Kita bisa mengembangkan ilmu pengetahuan dan budaya secara luas. Masih dengan bahasa, kita bisa saling meng-eksploitasi, saling menindas. Dengan bahasa, penindasan makin meluas tanpa batas, tanpa was-was.
“Apa yang bisa kami lakukan? Kami hanya rakyat jelata.”
“Beginilah nasib orang miskin.”
“Saya orang yang tidak berpendidikan.”
Dan masih banyak lagi penjara bahasa yang menjerat leher umat manusia. Kita perlu membangun bahasa yang lebih kuat. Bahasa yang membangkitkan semangat. Bahasa yang membuka kebebasan umat manusia untuk bertakwa. Tugas membangun bahasa bukanlah tugas seorang individu. Ini adalah tugas seluruh umat. Ini adalah tugas kita bersama.
“Saya adalah orang yang bercita-cita setinggi langit.”
“Saya selalu bisa melampaui kesulitan.”
“Saya adalah manusia pilihan Tuhan.”
Jadikan bahasa sebagai medan kebebasan umat manusia. Jangan mau dikurung bahasa. Gunakan bahasa untuk kita menjadi manusia paripurna.
2.5 Digital
Kita hidup di era digital. Kita menyatu dengan dunia digital. Manusia tidak bisa lagi dipisahkan begitu saja dengan media digital. Media digital, dan media sosial, awalnya, menjadi media kebebasan umat manusia. Pada gilirannya, media digital kembali mengurung manusia. Manusia kembali tenggelam dalam budaya yang mereka ciptakan sendiri.
Manusia perlu membebaskan diri dari cengkeraman media digital. Pertama, dengan sengaja, kita membebaskan diri dari pengaruh dunia digital. Ketika membaca berita, misalnya, kita tidak begitu saja terbawa arus. Kita perlu menguji kebenaran berita itu dengan ragam data yang berbeda. Dan yang terpenting, kita perlu mengujinya dengan suara hati kita. Tentunya, dengan catatan, kita menjaga beningnya suara hati dalam diri.
Kedua, kita, terutama pemerintah dan perusahaan, menetapkan sistem tertentu sedemikian hingga media sosial tidak hanya mengeruk keuntungan ekonomis belaka. Media sosial memiliki misi untuk membebaskan umat manusia dari keterpurukan. Apa bisa? Bukankah perusahaan bertujuan untuk maksimalisasi profit? Bukankah pejabat bertujuan untuk melanggengkan jabatan? Bisa. Memang tidak mudah.
Ketiga, media digital, tak terduga berkembang ke arah desentralisasi dengan blockchain. Perusahaan besar, dan para pakar, mengira perkembangan teknologi akan menuju web 3.0 yang merupakan perkembangan lebih hebat dari web sebelumnya. Secara prinsip, web 3.0 tetaplah web seperti yang ada sekarang – ada penguasa raksasa. Blockchain berbeda – karena tidak ada penguasa pusat.
Blockchain, benar-benar, terdesentralisasi. Misal bitcoin (cryptocurrency) dan NFT tidak memerlukan peran suatu “pusat.” Dengan demikian, rakyat punya kebebasan dengan blockchain. Tetapi, bukankah bitcoin dan NFT, saat ini, hanya dikuasai oleh elit orang super kaya? Benar. Situasi saat ini memang begitu. Hanya saja, dengan karakter alamiahnya yang ter-desentralisasi maka tetap terbuka peluang kebebasan bagi masyarakat.
Tentu saja tidak mudah mengembangkan blockchain. Cina, misalnya, melarang pengembangan cryptocurrency. Di Indonesia, juga ada fatwa haram tentangnya. Belum lagi, penambangan crypto sering menyedot energi dalam jumlah tinggi. Bahaya terhadap krisis iklim.
Bagaimana pun, meski kebebasan adalah hak setiap anak manusia, nyatanya, memperoleh kebebasan bukanlah hal yang mudah. Kita perlu memperjuangkan kemerdekaan. Kita adalah manusia merdeka untuk bertakwa.
3. Jaminan Institusi
Untuk bisa bebas, manusia perlu jaminan kebebasan. Konstitusi adalah jaminan paling fundamental bagi umat manusia.
Kabar baiknya, seluruh negara di dunia mengaku menjamin kebebasan warganya secara konstitusional. Hanya saja, masing-masing negara berbeda dalam kadar kebebasan yang dijamin. Indonesia, misalnya, adalah negara bebas. Setiap warga bebas berpendapat. Hanya saja, kadang, berbenturan dengan pasal pencemaran nama baik atau penodaan agama.
Di beberapa bagian belahan dunia, masih ada, kebebasan yang belum dijamin oleh institusi. Baru-baru ini, di Myanmar, beberapa pendemo yang protes terhadap penguasa militer berakhir dengan meregang nyawa. Di USA, masih terjadi rasisme Wallstreet, kata Cornel West. Di Palestina, kebebasan politik dan ekonomi dirampas dengan dalih pendudukan Israel. Tampak masih besar, tugas manusia untuk membebaskan umat manusia di mana-mana.
Mari kita coba cermati kasus kebebasan berpendapat di Indonesia yang dijamin oleh konstitusi dan institusi. Ketika berbenturan dengan pencemaran nama baik, kebebasan pendapatan bisa saja kalah. Misal ada seorang pasien yang mengeluhkan layanan suatu rumah sakit melalui media sosial. Keluhan pasien dilindungi oleh konstitusi kebebasan berpendapat. Tetapi, berbenturan dengan pasal pencemaran nama baik bagi rumah sakit bersangkutan. Pengadilan memutuskan vonis salah kepada pasien yang mengeluh itu.
Di tempat lain, seorang pegawai perempuan komplain merasa tidak nyaman digoda atasannya, diajak, untuk selingkuh. Dia merekam percakapan godaan yang tidak nyaman itu. Tentu saja, pegawai perempuan itu dilindungi undang-undang untuk menyampaikan pendapat tidak nyaman dan sebagainya. Di sisi lain, atasannya menggunakan pasal pencemaran nama baik. Hasil akhir pengadilan menyatakan vonis bahwa pegawai perempuan tersebut salah dan dihukum.
Menko Polhukam tampak tidak setuju dengan vonis itu lalu mengusahakan grasi kepada presiden. Pada akhirnya, presiden memberikan grasi setelah pegawai perempuan itu menjalani hukuman beberapa minggu.
Kita menyaksikan bahwa kebebasan pendapat bisa saja kalah dengan pasal pencemaran nama baik. Berbagai pihak telah berusaha untuk memperbaiki, atau menghapus, pasal pencemaran nama baik. Sementara ini, pasal pencemaran nama baik masih tetap berdiri tegak di negeri ini.
Kita membutuhkan kebebasan agar manusia-manusia bebas bertakwa.
4. Mengejar Mimpi
Setiap orang punya mimpi. Saya punya mimpi. Anda punya mimpi. Ketika kanak-kanak, mimpi itu begitu indah. Lambat laun, mimpi-mimpi itu mulai pudar. Hanya sebagian yang masih bersinar.
Mari kembali menyemai mimpi. Mari kembali merawat mimpi. Mari kembali mengejar mimpi.
Apa mimpi Anda paling besar? Apakah mimpi itu bisa menembus langit? Apakah bisa mimpi lebih tinggi lagi?
Apa mimpi saya terbesar? Saya bermimpi ikut mencerdaskan kehidupan generasi di Indonesia dan dunia melalui pendidikan matematika yang kreatif. Untuk mengejar mimpi itu saya mengembangkan metode belajar matematika yang kreatif dengan nama matematika APIQ. Saya mengundang Anda semua untuk ikut aktif berpartisipasi.
Saya bermimpi membantu para guru untuk bisa mengajar matematika dengan cara asyik dan kreatif. Saya meluncurkan beragam program pelatihan guru matematika baik secara tatap muka mau pun secara online.
Saya bermimpi membantu umat manusia untuk senantiasa berpikir-terbuka. Membuka diri seluas-luasnya agar bumi dan langit bisa singgah di salah satu sudutnya. Untuk mengejar mimpi itu, saya mengembangkan beragam tulisan dengan tema idesofi lengkap dengan video live streaming di youtube.
Kita adalah manusia bebas; bebas untuk bertakwa.
5. Hubungan Luar Negeri
Kebebasan umat manusia juga dipengaruhi oleh pihak luar negeri. Sehingga, kita perlu menaruh perhatian penting terhadap hubungan luar negeri. Kebebasan di dalam negeri, bisa saja, merenggut kebebasan warga di negara tetangga.
SDG Report 2021 menyatakan bahwa negara maju, sebagian besar Eropa dan Amerika Utara, menyebabkan beban berat bagi negara miskin dan negara berkembang. Meski warga negara maju merasa menikmati kebebasan, tetapi dampaknya, merenggut kebebasan warga di negara lain. Warga negara miskin terpaksa harus kerja keras dengan beban berlebih, dengan jangka waktu lebih lama, tetapi penghasilan ekonomi hanya kecil. Sebaliknya, warga negara maju bebas memilih pekerjaan yang lebih ringan dengan penghasilan lebih besar.
Di satu sisi, negara maju harus membatasi diri agar tidak merugikan negara lain dengan satu dan lain cara. Di sisi lain, masing-masing negara perlu menjaga hubungan luar negeri sedemikian hingga menjamin kebebasan setiap warga untuk terus bergerak maju.
Indonesia, misalnya, adalah negara penghasil gula terbesar di dunia pada pertengahan-akhir abad-20. Karena hubungan luar negeri yang tidak tepat, dan faktor lainnya, di abad-21 ini, Indonesia tidak lagi menjadi negara produsen gula terbesar. Bahkan, Indonesia menjadi pengimpor gula terbesar di antara negara-negara di dunia. Tentu saja, impor gula memberikan keuntungan besar dan mudah bagi pihak-pihak tertentu. Di sisi lain, merampas kebebasan petani tebu Indonesia untuk menanam tebu. Petani bisa saja menanam tebu. Tetapi panennya tidak akan terserap. Merugikan diri sendiri. Mereka, petani tebu, tidak lagi menikmati kebebasan.
Dan masih banyak bidang-bidang lain, kerja-sama luar negeri yang penting, untuk kita cermati. Indonesia adalah negara dengan garis pantai terpanjang di dunia. Bagaimana mungkin Indonesia terpaksa impor garam? Petani garam kehilangan kebebasan untuk memproduksi garam lantaran hasil garam hanya dinilai rendah harganya. Seperti biasa, impor garam juga memberi keuntungan bagi pihak-pihak tertentu.
Masing-masing negara adalah negara bebas berdaulat. Setiap negara perlu menjaga hubungan luar negeri sedemikian hingga menjamin kebebasan setiap warga dunia.
Kita adalah manusia bebas; bebas untuk bertakwa.
Bagaimana menurut Anda?
Tinggalkan komentar