Miskin Karena Covid: Klasifikasi Ketimpangan Paman

Pandemi covid telah meluluh-lantakkan optimisme umat manusia. Pertumbuhan ekonomi tidak lagi terjadi. Hanya kontraksi ekonomi di berbagai penjuru negeri. Kondisi ekonomi, makin terpuruk, lebih ngeri.

Yang miskin makin miskin, tapi seperti pepatah, yang kaya makin kaya.

Orang-orang super kaya makin super kaya. Terutama mereka yang berkuasa di bidang digital, kekayaan mereka makin melonjak, dengan melonjaknya corona.

Ketimpangan Yang Tepat

Pandemi ini menjadi momentum paling tepat untuk mengatasi kesenjangan ekonomi. Negara miskin sulit untuk mendapatkan vaksin. Meski negara kaya sepenuhnya bisa vaksinasi, sewaktu-waktu, pandemi bisa datang lagi ke negara kaya.

Ketimpangan sosial dan ekonomi perlu kita atasi. Salah-satu instrumen penting, untuk mengatasi kesenjangan, adalah ukuran kesenjangan itu sendiri. Dengan ukuran kesenjangan yang tepat, kita bisa mencermati situasi setiap saat. Kita juga bisa mencoba beragam solusi untuk kemudian memilih yang paling efektif.

Klasifikasi Paman

Saya mengembangkan ukuran kesenjangan berupa nilai ketimpangan n – sudah saya uraikan dalam tulisan sebelumnya. Kali ini kita akan membuat klasifikasi ketimpangan berdasar nilai ketimpangan n. Saya membagi populasi menjadi 5 kelas seperti pada gambar di atas.

Masing-masing kelas kita bedakan berdasar porsi 25% populasi termiskin dibanding dengan mean. Kelas 25% termiskin bisa kita hitung berdasar nilai ketimpangan n. Sementara, nilai mean kita peroleh dari data resmi income per capita.

Misal untuk Indonesia: nilai ketimpangan n = 2,25 dan income per capita = 4 750 000 rupiah per bulan. Untuk US nilai ketimpangan n = 2,85 dan income per capita = 77 juta rupiah per bulan.

Kelas Sangat Buruk

Kelas sangat buruk terjadi ketika nilai ketimpangan n di atas 3 (atau G di atas 0,5). Konsekuensinya: orang termiskin mempunyai penghasilan kurang dari 6,2% terhadap rata-rata, income per kapita.

Indonesia dan US tidak berada dalam kelas sangat buruk.

Seandainya Indonesia berada dalam kelas sangat buruk maka 25% penduduk (65 juta orang) mempunyai penghasilan kurang dari 6,2% x 4 750 000 rupiah per bulan = 294 500 per bulan.

Jika US dalam kelas sangat buruk maka 25% penduduk (82 juta orang) mempunyai penghasilan kurang dari 6,2% x 77 juta rupiah per bulan = 4,8 juta rupiah per bulan.

Kelas Buruk

Terdapat 25% penduduk dengan penghasilan kurang dari 19% terhadap rata-rata income per capita. Terjadi ketika nilai ketimpangan n lebih dari 2,2 (setara G = 0,375).

Indonesia ada dalam kelas buruk ini. Begitu juga US ada dalam kelas buruk ini.

Indonesia n = 2,25 maka terdapat 25% penduduk dengan penghasilan kurang 840 000 rupiah per bulan. Atau ada 65 juta orang, penduduk Indonesia, dengan penghasilan kurang dari 28 ribu per hari.

US, Amerika, n = 2,85 maka terdapat 25% penduduk dengan penghasilan kurang dari 6 juta rupiah per bulan atau kurang dari 200 ribu rupiah per hari. Tetapi harga barang dan jasa di US lebih mahal 3 kali lipat dari Indonesia. Sehingga penghasilan 6 juta rupiah per bulan itu setara dengan 2 juta rupiah per bulan di Indonesia.

Penghasilan 2 juta per bulan tampak kecil. Karena dihitung per jiwa bukan per keluarga. Bila kita anggap setiap keluarga punya 2 anak maka ada 4 anggota keluarga. Sehingga penghasilan keluarga tersebut adalah 8 juta rupiah (nilai rupiah Indonesia). Masih di atas UMR tertinggi di negeri ini.

Kelas Sedang

Kelas “sedang” nilai ketimpangan n = 1,8 (setara G = 0,3). Terdapat 25% penduduk dengan penghasilan kurang dari 33% pendapatan rata-rata income per capita.

Bila Indonesia bisa masuk ke kelas “sedang” maka itu adalah kabar baik. Terdapat 65 juta orang Indonesia dengan penghasilan 33% x 4 750 000 rupiah per bulan = 1 500 000 atau 1,5 juta per bulan.

1,5 juta tampak kecil karena kita hitung per jiwa. Jika satu keluarga terdiri dari 4 orang maka 4 x 1,5 juta = 6 juta rupiah per bulan. Tidak terlalu besar untuk ukuran Indonesia. Tidak terlalu kecil juga. Memang sedang-sedang saja.

Kelas Baik

Kelas “baik” ketika nilai ketimpangan n = 1,5 sehingga 25% penduduk penghasilan kurang dari 50% dari rata-rata income per kapita.

Jika Indonesia masuk kelas “baik” maka benar-benar kabar baik di Indonesia. Terdapat 65 juta penduduk Indonesia termiskin dengan penghasilan 50% x 4 750 000 rupiah per bulan = 2 400 000 per bulan (dibulatkan ke atas).

Penghasilan menjadi tampak besar bila kita hitung per keluarga terdiri dari 4 orang maka 4 x 2,4 juta = 9,6 juta rupiah per bulan. Orang-orang termiskin di Indonesia berpenghasilan hampir 10 juta rupiah tiap bulan. Membayangkan saja sudah bisa bikin bahagia. Apalagi menjadi kenyataan.

Perhitungan di atas tidak mengubah kondisi ekonomi Indonesia. Hanya mengubah kesenjangan, mengubah nilai ketimpangan, maka Indonesia bisa menjadi lebih baik. Tentu saja meningkatkan income per capita juga baik.

Dengan penghasilan keluarga termiskin di Indonesia mendekati 10 juta rupiah per bulan maka apa dampaknya dengan penghasilan 10% orang terkaya?

Orang terkaya berpenghasilan sekitar 7 juta rupiah per bulan. Bila satu keluarga terdiri 4 orang maka penghasilan keluarga kaya sekitar 28 juta rupiah per bulan. Mestinya angka ini tidak terlalu besar, pun tidak terlalu kecil. Karena income di sini bisa ditambah dengan pertumbuhan aset dan investasi.

Mari kita ringkas lagi bila Indonesia masuk kelas “baik” dengan kondisi ekonomi yang sama, income per capita yang sama.

25% penduduk (65 juta orang) termiskin berpenghasilan 10 juta rupiah per bulan per keluarga.

10% penduduk (27 juta orang) terkaya berpenghasilan 28 juta rupiah per bulan per keluarga.

Sebuah cita-cita yang bisa kita raih.

Kelas Sangat Baik

Nilai ketimpangan n di bawah 1,5 maka mengantarkan masyarakat masuk ke kelas “sangat baik.”

Dengan cara yang sama, kita bisa menganalisa kondisi kelas “sangat baik.” Tentu saja, hasilnya lebih baik dari kelas “baik.”

Pertumbuhan Ekonomi

Berapakah nilai ketimpangan n terbaik untuk menjamin pertumbuhan ekonomi suatu negara? Tidak ada jawaban pasti untuk pertanyaan ini. Beberapa kajian menunjukkan nilai ketimpangan n di dalam kelas “sedang” dan “baik” adalah yang paling efektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Sedangkan untuk kelas “sangat baik,” kita tidak bisa mengkaji secara empiris. Karena sampai saat ini tidak ada negara yang masuk kelas “sangat baik.” Hanya komunitas kecil, lebih kecil dari negara, yang bisa mencapai nilai ketimpangan di bawah n = 1,5 (setara G = 0,20).

Ada beberapa dalih yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya: ketimpangan adalah keniscayaan dari pertumbuhan ekonomi. Yang bisa kita buktikan justru sebaliknya. Kita bisa menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang baik justru memperbaiki nilai ketimpangan. Kita bisa membuktikan secara teoritis dan empiris.

Pandemi covid juga menguatkan kesimpulan kita dari arah berbeda. Kegagalan pertumbuhan ekonomi menyebabkan ketimpangan yang memburuk.

Selama pandemi terjadi kontraksi ekonomi, pertumbuhan ekonomi negatif.

Pendapatan orang kaya turun 10%.

Pendapatan orang menengah turun 15%.

Pendapatan orang miskin turun 25%.

Maka jelas nilai ketimpangan makin buruk. Cara menghitung memburuknya nilai ketimpangan ini sudah saya bahas pada tulisan yang lain.

Terbuka dua jalan untuk memperbaiki kondisi ekonomi masyarakat kita. Pertama, dengan meningkatkan produktivitas sehingga meningkatkan income per capita. Kedua, dengan memperbaiki nilai ketimpangan sehingga kekuatan produksi terdistribusi dengan adil. Semua jalan solusi di atas membutuhkan kualitas pendidikan yang baik dan merata terbuka untuk seluruh warga.

Bagaimana menurut Anda?

Iklan

Diterbitkan oleh Paman APiQ

Lahir di Tulungagung. Hobi: baca filsafat, berlatih silat, nonton srimulat. Karena Srimulat jarang pentas, diganti dengan baca. Karena berlatih silat berbahaya, diganti badminton. Karena baca filsafat tidak ada masalah, ya lanjut saja. Menyelesaikan pendidikan tinggi di ITB (Institut Teknologi Bandung). Kini bersama keluarga tinggal di Bandung.

Tinggalkan komentar

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: