“Bikin hidup lebih hidup dan mati lebih berarti.”
Buku apa yang paling sulit Anda pahami?
Saya punya banyak pengalaman sulit memahami isi dari suatu buku. Berikut ini adalah beberapa buku, yang saya ingat, paling sulit saya pahami pada awal-awal membacanya. Untuk di jaman sekarang, buku bisa saja berupa ebook atau konten digital.
7 Habits
Sejak SMA saya suka membaca buku-buku motivasi. Karya Dale Carnegie dan seterusnya menjadi santapan menambah motivasi. Ketika membaca buku “The 7 Habits of Highly Effective People” karya almarhum Covey, cara pandang saya berbeda jauh.
Pertama, saya tahu buku 7 Habits ini bagus. Kedua, saya tidak bisa memahami isi buku ketika membacanya. Ketiga, saya pantang menyerah untuk berusaha memahaminya.
7 Habits memang berbeda paradigma dengan buku motivasi pada umumnya. Covey, tampak, lebih menguatkan etika karakter yang jauh beda dengan penulis lain. Sampai pada waktu berikutnya saya sulit melepaskan diri dari pengaruh Covey dalam leadership, manajemen, paradigma, karakter, komunikasi, dan lain-lain.
Keadilan Ilahi
Masih SMA saya membaca buku karya Syariati. Sulit, akhirnya bisa dipahami. Membaca buku Cak Nur juga sulit, akhirnya bisa paham. Buku karya Muthahhari, sulit akhirnya bisa juga.
Ketika kuliah membaca buku “Keadilan Ilahi” karya Muthahhari mengapa sulit sekali untuk mengerti?
Padahal “Keadilan Ilahi” membahas tema paling penting, keadilan, secara rasional dan religius. Tampaknya, saya perlu membacanya berulang-ulang kali. Dan akhirnya, benar-benar mengakui buku “Keadilan Ilahi” memang luar biasa. Bersyukur bisa memahami “Keadilan Ilahi” dalam segala situasi.
Sarh Manzuma
Menjelang tahun 2000 saya berminat mendalami metafisika. Ingin kenal lebih mendalam pemikiran Plato, Aristoteles, Al Ghazali, Averous, Descartes, Einstein, Hawking dan lain-lain. Dan saya fokus kepada karya terbesar eksistensialis Timur: Mulla Sadra – yang merupakan sintesa besar dari sebelum Plato sampai Ibnu Arabi dan Rumi.

Beruntung saya membaca buku “Manzuma” karya Sabzivari yang membahas dengan rinci pemikiran Sadra. Luar biasa, buku ini benar-benar sulit aku pahami. Perlu berulang-ulang untuk membaca – dan diiringi doa. Saya kira karya Sadra, dan buku Manzuma, benar-benar karya yang luasnya tanpa batas. Kadang-kadang saya, tergoda, berpikir bahwa karya-karya pemikir besar berikutnya – Timur dan Barat – adalah catatan kaki dari karya Sadra.
Tidak sesederhana itu. Banyak karya orisinal di Timur dan Barat dan seluruh penjuru bumi. Semua perlu kita apresiasi.
Being and Time
Masa pandemi memberi banyak kesempatan untuk membaca buku. Beberapa karya besar yang, sebelumnya, saya baca dari summary para pemikir hebat, saya coba untuk membaca dari karya aslinya. Pemikir eksistensialis terbesar di era modern (atau postmodern) adalah Martin Heidegger dari Jerman.

Benar apa yang saya duga: buku “Being and Time” sangat sulit untuk dipahami. Saya perlu mengembangkan beragam cara untuk bisa memahaminya. Untung saja tersedia banyak summary secara online. Sehingga memudahkan bagi saya untuk membandingkan dengan buku aslinya.
Semula, saya menduga kesulitan ini karena saya membaca buku dalam bahasa Inggris yang diterjemahkan dari aslinya bahasa Jerman. Tampaknya bukan karena itu. Heidegger sengaja men-destruksi bangunan metafisika dari jaman Plato sampai Nietzsche. Sehingga bangunan pemikiran metafisika selama ini memang luluh-lantak untuk membuka bangunan ontologi yang baru.
Postmodern dan Weak Thought
Saya tentu saja sulit memahami buku-buku postmodern. Mereka memang bersifat pluralis – kadang relativis – dan dekonstruktif – atau destruktif. Derrida sulit. Baudrillard sulit. Lyotard agak lumayan. Sementara Habermas tidak terlalu sulit karena, menurut saya, Habermas lebih kuat ke modernitas dari postmodernitas itu sendiri.

Beruntung, pada akhirnya, ada karya postmodern yang lebih sederhana. Buku “Weak Thought” merupakan buah terindah dari pemikir postmo – menurutku. Tentu saja buku, karya Vattimo dkk, ini sulit dipahami. Vattimo mengembangkan ontologi hermeneutik lebih matang melanjutkan gurunya, Gadamer, dan kakek gurunya, Heidegger.
Lebih seru lagi, karya Vattimo, dikembangkan terus oleh pemikir muda Santiago Zabala, usia 45 tahun tinggal di Spanyol. Mereka terus berkarya melalui beragam tulisan. Vattimo saat ini berusia 86 tahun tinggal di Itali.
Untuk Apa?
Wajar muncul pertanyaan: untuk apa membaca buku dan pemikiran yang sulit-sulit?
Jawaban saya: bikin hidup lebih hidup dan mati lebih berarti.
Misteri alam semesta dan yang melebihinya terbentang di cakrawala dan dalam diri manusia. Singkapkan misteri yang nyata untuk menemui misteri lagi yang lebih tinggi. Tiada henti.
Bagaimana menurut Anda?
Catatan
Apakah buku matematika tidak sulit untuk dipajami? Tentu saja sulit. Tetapi bagi saya, buku matematika, meski sulit dipahami tetap jelas batas-batas pembahasannya. Matematika modern, matematika abstrak, fisika modern, mekanika quantum, relativitas, dan lain-lain adalah buku-buku yang sulit dipahami. Termasuk buku-buku filsafat analitik juga merupakan buku sulit.