Peraih nobel fisika tahun 2022 ini adalah tiga orang hebat yang meneliti teori quantum. Sekaligus, teori quantum ini membuktikan bahwa Einstein salah. Bagaimana Einstein bisa salah? Bukankah Einstein adalah orang paling jenius? Seberapa sulitkah teori quantum?
Saya akan membahas teori quantum ini dalam lima wacana. Einstein berada dalam wacana pertama yaitu kepastian. Bohr melangkah ke wacana kedua yaitu kebebasan. Dan, peraih Nobel 2022 mengkaji wacana ketiga yaitu rangkulan. Anda bisa bergerak lebih jauh dengan masuk wacana keempat yaitu rekayasa dan, lanjut, masuk wacana lima yaitu aktualisasi quantum.

Einstein pernah mengatakan, “Tuhan tidak sedang bermain dadu.” Kritik yang tajam terhadap quantum. Karena, teori quantum bersifat tidak pasti. Seakan-akan, kita sedang main dadu. Teori quantum mengatakan kita bisa mendapat angka 1 atau 2 atau 3, 4, 5, atau 6. Tidak pasti. Menurut Einstein, jika kita punya ilmu yang sempurna maka, pasti, kita tahu angka yang akan kita peroleh dari setiap lemparan dadu.
Apakah Einstein benar? Terbukti, Einstein salah. Dengan makin lengkapnya ilmu, maka kita tetap tidak bisa melihat masa depan. Meski, hanya masa depan lemparan dadu. Tentu saja, benar dan salah yang kita maksud di sini adalah secara ilmiah. Yaitu, benar dan salah yang bisa direvisi seiring perkembangan sains.
1. Wacana Kepastian Quantum
2. Wacana Kebebasan Quantum
2.1 Model Ontic
2.2 Model Epistemik
2.3 Pasti atau Bebas
3. Wacana Rangkulan Quantum
3.1 Fenomena Pernikahan Mars
3.2 Noumena Pernikahan Mars
3.3 Realitas
4. Wacana Rekayasa Quantum
4.1 Epistemologi Ontologi
4.2 Bagaimana Rasanya Jadi Kelelawar
4.3 Naturalisme
4.4 Obyektivitas
4.5 Rekayasa
5. Wacana Aktualisasi Quantum
5.1 Quantum Electrodynamic
5.2 Relativitas Umum
5.3 Aktualisasi Manusia
5.4 Aktualisasi Semesta
5.5 Makna Eksistensi
6. Ringkasan Analisis
Mari kita mulai wisata dari wahana pertama, eh, wacana pertama.
1. Wacana Kepastian Quantum
Niels Bohr adalah orang pertama yang memberi solusi quantum kepada teori atom. Einstein setuju saja dengan solusi quantum Bohr ini. Mereka kompak pada wacana pertama ini, wacana kepastian. Tetapi, mereka berbeda tajam di wacana kedua, wacana kebebasan.
Rutherford, mendahului Bohr dan Einstein, berhasil menunjukkan bahwa atom tersusun oleh inti yang bermuatan positif dan dikelilingi oleh elektron-elektron bermuatan negatif yang terus bergerak mengitari inti. Inti atom, misalkan, mirip bumi. Dan elektron, misalkan, mirip rembulan yang terus mengitari bumi. Karena gaya tarik inti yang positif terhadap elektron negatif yang sangat kuat, maka, dalam sekejap elektron akan jatuh menempel ke inti. Atom jadi runtuh. Tetapi, realitasnya, atom tidak runtuh kan?
Bohr memberi solusi pasti: elektron tidak runtuh karena stabil mengitari inti. Elektron menjadi stabil, tanpa kehilangan energi, ketika lintasannya sesuai kelipatan bilangan utama.
Mengapa begitu? Karena harus begitu, secara apriori. Argumen apriori dari Bohr berhasil menyelesaikan banyak masalah. Dan, berhasil membuka jalan perkembangan teori quantum lebih pesat. Secara filosofis, argumen apriori seperti itu dikenal sebagai argumen transendental yang dikembangkan Immanuel Kant satu abad menjelang masa Bohr.
Louis de Broglie menguatkan teori atom Bohr dengan formula gelombang. Elektron mengitari inti atom pasti stabil ketika keliling lintasannya merupakan kelipatan sempurna dari panjang gelombang. Sampai di sini, wacana quantum berhasil menjadi wacana ilmu pasti. Mirip dengan fisika Newton dan matematika yang masuk kategori sebagai ilmu pasti. Tetapi, wacana quantum tidak mau berhenti. Justru bergerak menuju wacana kebebasan yang penuh tanda tanya.
2. Wacana Kebebasan Quantum
Kucing Schrodinger adalah kucing quantum. Kucing yang berada dalam kotak dengan kondisi setengah hidup dan setengah mati. Bagi wacana kepastian, kucing Schrodinger pasti sudah mati atau pasti masih hidup. Bagi wacana kebebasan quantum, kucing itu tidak-pasti hidup atau mati. Atau, kucing itu, sejatinya, belum ada. Kucing itu menjadi ada karena ada pengamat. Dan, kucing itu sendiri bebas mau hidup atau mau mati. Tidak ada pengaruh dari luar yang bisa memastikan kucing itu hidup atau mati.
Kucing Schrodinger, awalnya, adalah eksperimen pikiran untuk menunjukkan bahwa interpretasi teori quantum salah atau tidak masuk akal. Pada akhirnya, kucing Schrodinger justru mejadi ilustrasi paling jelas tentang realitas quantum yang indeterministik, atau bebas, atau wacana kebebasan.
Schrodinger berhasil menyusun formula quantum paling penting berupa fungsi gelombang. Kelak, dikenal sebagai gelombang quantum atau gelombang Schrodinger. Gelombang Schrodinger ini mirip dengan fungsi posisi pada fisika klasik Newton. Hanya saja, bagi Newton sudah jelas fungsi posisi menyatakan posisi dari suatu obyek fisika. Tetapi, fungsi gelombang Schrodinger menyatakan apa?
Gelombang Schrodinger memang menyatakan posisi tetapi tidak secara langsung. Sederhananya, kuadrat dari gelombang Schrodinger menyatakan probabilitas ditemukannya partikel quantum di posisi dan di waktu tertentu. Karena obyek kajian quantum adalah sub-atomik, misal elektron atau foton, probabilitas bermakna probabilitas eksistensi. Probabilitas 50% ditemukan elektron bermakna bahwa elektron bisa eksis dengan peluang 50% dan peluang tidak eksis juga 50%.
Ilustrasi kucing Schrodinger sebagai kucing quantum dengan probabilitas 50% bermakna bahwa kucing itu eksis 50%. Apa interpretasinya?
2.1 Model Ontic
Bohr meyakini gelombang Schrodinger adalah model ontic dari realitas quantum. Kelak, interpretasi Bohr, dan Heisenberg, dikenal sebagai interpretasi Copenhagen.
Kucing tersebut 50% eksis dan 50% tidak eksis di dalam kotak. Jadi, kucing itu berimbang antara ada dan tiada. Apa yang bisa memastikan agar kucing itu menjadi ada atau tiada? Apa yang menjadikan kondisi berimbang itu runtuh? Teori gelombang Schrodinger tidak bisa menjawab ini. Teori quantum hanya bisa menyatakan bahwa kondisi tersebut berimbang. Teori quantum adalah indeterministik. Kucing quantum berada dalam wacana kebebasan.
Tidak masuk akal. Mana mungkin kucing dalam kondisi ada dan tiada!?
Pengamatan, atau suatu gangguan, bisa meruntuhkan keseimbangan. Misal, kucing menjadi ada dalam kotak karena kotak dibuka oleh pengamat. Tetapi, pengamat tidak bisa memastikan arah runtuh itu akan ke arah ada atau tiada. Dalam dirinya sendiri, kucing bebas untuk menjadi ada atau tiada.
2.2 Model Epistemik
Einstein meyakini gelombang Schrodinger adalah model epistemik. Einstein menolak interpretasi Copenhagen. Schrodinger sendiri menolak Copenhagen. Schrodinger sepakat dengan Einstein.
Teori quantum adalah formula epistemik. Teori quantum menyatakan pengetahuan kita yang bersifat probabilistik, misal 50%. Sementara, realitasnya sendiri sudah bersifat pasti. Misal, kucing itu sudah pasti ada dalam kotak tetapi pengetahuan kita hanya 50% untuk meyakininya.
Jadi, bagi Einstein dan Schrodinger, kucing itu sudah pasti – misal pasti ada dalam kotak. Kucing itu berada dalam wacana kepastian. Tetapi, pengetahuan kita berdasar teori quantum tidak-lengkap. Sehingga, kita tidak bisa mengetahui eksistensi kucing itu dengan pasti. Jika kita bisa melengkapi teori quantum maka kita akan memperoleh pengetahuan yang lengkap dan bersifat pasti.
2.3 Pasti atau Bebas
Bohr atau Einstein yang benar? Realitas sudah pasti atau belum? Pengetahuan kita, memang, tidak sempurna. Tetapi, pengetahuan kita memadai untuk memastikan eksistensi suatu realitas tertentu. Wacana kepastian atau kebebasan?
Intuisi kita cenderung mendukung Einstein – realitas sudah pasti ada kucing atau tidak. Tetapi, eksperimen sains fisika menunjukkan bahwa interpretasi Bohr yang benar. Einstein salah. Wacana kepastian salah, dalam kasus ini. Dan, wacana kebebasan yang benar. Jadi, di dalam kotak itu, berimbang antara ada kucing dan tiada kucing. Kucing Schrodinger bebas untuk menjadi ada atau tiada.
3. Wacana Rangkulan Quantum
Hadiah Nobel fisika 2022 dimenangkan oleh periset tentang kajian quantum-entanglement atau wacana rangkulan quantum. Foton, fenomena sub-atomik, berperilaku saling merangkul, entanglement. Foton A menghadap ke kanan, misal, selalu merangkul foton B yang menghadap ke kiri. Jika A dekat dengan B, maka, ketika kita melihat A sedang menghadap ke kanan, pasti, B menghadap ke kiri.
Selanjutnya, kita memisahkan A dengan membawanya ke Mars dan B ke Venus. Saat dipisahkan, baik A dan B, belum menghadap ke kanan atau ke kiri. Tiba di Mars, kita amati A menghadap ke kanan, saat itu juga, B menghadap ke kiri di Venus. Bagaimana A bisa mengirim informasi ke B secara spontan? Karena A merangkul B secara quantum. Quantum entanglement. Meski A bebas ke kanan atau ke kiri, begitu juga B sama-sama bebas. Ketika A menghadap ke kanan, spontan, B menghadap ke kiri.
Ilustrasi pernikahan Mars dan Venus barangkali bisa lebih menjelaskan rangkulan quantum. Marjo adalah lelaki ganteng di Mars dan Veni adalah gadis cantik di Venus. Marjo berikrar, di Mars, “Aku menikahimu!” Saat itu, Marjo berubah status menjadi suami di Mars, saat yang sama, Veni berubah status menjadi istri di Venus. Perubahan status itu terjadi secara spontan. Lebih cepat dari kecepatan cahaya!? Melanggar postulat relativitas khusus dari Einstein?
Bagaimana bisa ketika Marjo berubah status jadi suami, spontan, Veni berubah status jadi istri? Karena Marjo merangkul Veni secara quantum. Meski mereka terpisah jarak ribuan kilometer antara Mars dan Venus, rangkulan quantum ini tetap terjadi secara spontan.
Tentu saja Einstein tidak mau terima ada kejadian spontan seperti itu. Bohr membantah Einstein. Kata Bohr, “Begitulah realitas quantum.”
3.1 Fenomena Pernikahan Mars
Mari kita cermati ilustrasi pernikahan Mars secara fenomena dan noumena, mengikuti berpikir filosofis model Kant.
Fenomena adalah dunia penampakan yang kita amati sehari-hari. Proses pernikahan, misal, kita perjelas dengan melibatkan Marjo di Mars, wali di Mars, Veni di Venus, dan pengamat ada di berbagai tempat.
Kejadian di Mars disiarkan secara live-streaming online.
Wali, “Saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan Veni, putriku.”
Beberapa detik kemudian,
Marjo, “Saya terima nikahnya.”
Marjo berubah status menjadi suami. Beberapa milidetik kemudian, pengamat, termasuk kita, mengetahui perubahan status Marjo. Veni, di Venus, adalah pengamat seperti kita. Veni, kemudian, menyadari bahwa dirinya berubah status menjadi seorang istri.
Semua proses fenomena di atas memerlukan waktu untuk adanya perubahan. Kecepatan perubahan tidak bisa melebihi kecepatan cahaya. Kecepatan siaran live streaming dari Mars mencapai Venus juga tidak bisa melebihi kecepatan cahaya. Perlu waktu orde mili-detik atau mikrodetik, barangkali.
Einstein setuju dengan fenomena seperti itu. Bohr barangkali bisa setuju tapi tidak seperti itu. Einstein dan Bohr beda pendapat lagi di sini. Bagi Bohr, perubahan status menjadi istri adalah noumena.
3.2 Noumena Pernikahan Mars
Perubahan noumena bisa terjadi spontan tanpa perlu waktu karena berada dalam rangkulan quantum, atau quantum-entanglement.
Bagi Bohr, ketika Marjo berikrar, “Saya terima nikahnya,” maka Marjo berubah status menjadi suami, dan spontan secara noumena, Veni jadi istri.
Tidak diperlukan jeda waktu antara Marjo jadi suami dan Veni jadi istri. Jelas juga, tidak mungkin Marjo jadi suami jika tidak ada istri yaitu Veni. Suami dan istri adalah suatu relasi rangkulan quantum. Begitu suami eksis, maka di saat yang sama, istri juga eksis.
Einstein bisa memahami penjelasan noumena yang masuk akal seperti itu. Einstein mengajukan pertanyaan,
“Ketika kita mengkaji quantum, apakah sedang mengkaji fenomena empiris fisika atau noumena teoritis?”
3.3 Realitas
Pertanyaan Einstein menyadarkan kita untuk kembali memikirkan hakikat dari realitas. Tentu saja, sains fisika mengkaji realitas secara teoritis dan empiris.
Realitas empiris adalah realitas yang sehari-hari kita amati. Misal, air dengan volume 2 liter. Fisika Newton dengan bagus membahas realitas empiris ini, secara matematis. Kita bisa menyebut sebagai dunia fenomena.
Realitas abstrak adalah realitas yang terbebas dari ruang dan waktu. Misal, 2 + 1 = 3 dalam operasi bilangan bulat. Kapan pun dan di mana pun bernilai benar 2 + 1 = 3. Seorang anak kecil, barangkali butuh waktu berproses memahami 2 + 1 = 3. Tetapi, sejatinya, realitas abstrak itu terbebas dari ruang dan waktu. Kita bisa menyebutnya sebagai dunia noumena.
Realitas tak-teramati atau unobservable. Misal, atom dan elektron adalah tak teramati. Tetapi, efeknya kita rasakan secara empiris. Kita minum air menjadi terasa segar dan nikmat. Air adalah atom hidrogen dan oksigen, membentuk senyawa, yang tersusun oleh inti dan elektron.
Tidak ada orang yang pernah melihat elektron. Einstein, Bohr, dan para peraih Nobel juga tidak bisa melihat elektron. Meski tak-teramati wujud fisik elektron, efek dari elektron teramati dengan jelas sehingga kita bisa membuat model matematisnya. Para ilmuwan sepakat dengan model matematis yang koheren. Sejauh, model matematis itu berada dalam wacana kepastian quantum. Tanda tanya menjadi bertebaran ketika model matematis masuk wacana kebebasan dan rangkulan quantum.
Kita bisa berharap bahwa akan banyak pertanyaan-pertanyaan fundamental yang muncul dari kajian quantum. Apakah Einstein dan Bohr akan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan fundamental tersebut? Saya yakin, mereka akan ragu-ragu.
Einstein tampak lebih nyaman dengan wacana kepastian. Einstein menyatakan bahwa teori quantum sebagai tidak-lengkap. Masih ada yang tersembunyi yaitu hidden-variable. Jika hidden-variable ini ditemukan maka teori quantum menjadi lengkap dan sesuai wacana kepastian.
Bohr, di sisi lain, lebih tertarik kepada wacana kebebasan atau indeterministik. Pengetahuan kita terhadap obyek sub-atomik tidak pernah bersifat pasti. Karena, karakter realitas quantum memang tidak deterministik. Sejauh ini, teori quantum lebih banyak mendukung pandangan Bohr.
Secara ringkas, Einstein ingin mengarahkan kajian quantum fokus ke realitas empiris atau fenomena. Jika masuk ke domain noumena maka perlu ke wacana kepastian. Tetapi, Bohr lebih terbuka. Jika masuk domain noumena, quantum boleh masuk ke wacana kebebasan.
Agar makin lengkap, mari kita lanjut ke wacana rekayasa dan aktualisasi.
4. Wacana Rekayasa Quantum
Rekayasa menjadi kajian utama umat manusia, engineering. Tetapi, wacana rekayasa quantum bergerak lebih jauh. Meski Anda bukan seorang tukang-insinyur, sejatinya, Anda me-rekayasa banyak hal.
Wajar, ketika ingin berteduh maka kita membangun rumah. Manusia me-rekayasa alam menjadi rumah sesuai kebutuhan manusia. Tetapi, kebutuhan akan rumah itu diakibatkan oleh alam yang panas terik dan hujan deras. Jadi, kebutuhan manusia direkayasa oleh alam. Pihak siapa yang memulai rekayasa semua itu?
Kita tahu bahwa alam dan kebutuhan manusia saling berinteraksi. Di saat yang sama, kita, sebagai manusia, mampu bersikap spontan dengan mengambil keputusan bebas. Saya memutuskan untuk tidak membangun rumah, misalnya, cukup dengan menyewa saja.
Bagaimana keputusan bebas seperti itu bisa terjadi? Apakah benar-benar bebas? Apakah kajian quantum yang mendalam akan berhasil mengungkap misteri itu?
4.1 Epistemologi Ontologi
Ketidak-pastian Heisenberg memastikan bahwa kita tidak akan mampu mengetahui fenomena dengan akurat 100%. Selalu, ada ketidak-pastian dalam pengamatan. Setiap pengamatan ikut me-rekayasa obyek pengamatan itu sendiri. Epistemologi berpengaruh kepada ontologi.
Sementara, kuncing Schrodinger nenunjukkan bahwa realitas obyektif itu “belum” ada ketika tidak ada pengamatan. Kucing itu menjadi ada hidup, atau menjadi mati, setelah ada pengamatan. Secara ontologis, realitas itu belum eksis jika tanpa pengamat. Tindakan kita mengamati menjadi proses rekayasa sehingga tercipta realitas kucing hidup misalnya.
Bisakah terjadi sebaliknya? Maksudnya, karena ada kucing maka saya menjadi ada sebagai pengamat? Tentu saja, itu yang terjadi. Kita menjadi eksis sebagai pengamat karena ada kucing yang diamati.
Tetapi, selama ini, kita berasumsi bahwa kita sudah benar-benar ada sebelum ada kucing itu. Meski itu benar, itu adalah suatu pembahasan yang berbeda. Diri kita memang sudah ada tetapi belum eksis sebagai pengamat-kucing. Pertanyaan bisa berlanjut, mengapa kita jadi ada di dunia ini?
Kita menjadi ada karena ada ibu yang melahirkan diri kita. Tetapi dari mana ibu bisa ada? Ibu ada karena melahirkan diri kita sebagai anaknya. Tanpa melahirkan anak, barangkali, beliau adalah seorang istri, bukan seorang ibu. Lengkap sudah, kita berada dalam rangkulan alam raya. Kita berada dalam rangkulan quantum lengkap dengan tanda tanya epistemologi dan ontologi. Selanjutnya, kita cermati proses rekayasa quantum.
4.2 Bagaimana Rasanya Jadi Kelelawar
Nagel mengajukan pertanyaan, “Bagaimana rasanya jadi kelelawar?”
Kita tahu, kelelawar tidak memiliki mata, sebagaimana mata manusia. Sehingga, kelelawar tidak menikmati hijaunya hutan, birunya langit, atau pun, gelapnya malam. Kelelawar memiliki detektor gelombang suara, ultrasonik, untuk menentukan lokasi, jarak, dan obyek. Jadi, kelelawar memandang dunia dengan cara yang berbeda dengan manusia. Bagaimana rasanya?
Obyek yang sama, misal buah jambu, akan dipersepsi berbeda oleh kelelawar dan manusia. Bagaimana dengan obyek sub-atomik, misalnya elektron? Bagaimana kelelawar memandang elektron? Buah jambu tersusun oleh hidrokarbon yang di dalamnya ada inti atom dan elektron. Jadi, kelelawar berinteraksi dengan elektron juga sebagai mana manusia. Apakah kelelawar menganggap elektron bermuatan negatif seperti kita?
4.3 Naturalisme
Kita memaknai jambu sebagai buah segar dari sudut pandang diri kita sebagai manusia. Kelelawar memaknai jambu secara berbeda sesuai persepsi ultrasoniknya. Kita berasumsi bahwa posisi bisa ditukar. Maksudnya, jika kita sebagai kelelawar maka kita akan memaknai jambu sesuai persepsi ultrasonik. Sementara, jika kelelawar itu berubah jadi manusia maka dia akan memaknai jambu dari perspektif manusia. Jambu itu sendiri, sebagai jambu apa adanya, adalah realitas obyektif.
Benarkah demikian? Benar. Jambu adalah obyektif. Pandangan seperti ini kita kenal sebagai naturalisme. Atau lebih sempit, kita sebut sebagai bald-naturalism. Bagaimana pun, masih banyak tanda tanya dalam bald-naturalism.
Manusia berbeda dengan kelelawar dalam beberapa aspek ketika merespon buah jambu. Pertama, manusia memberi nama obyek tersebut sebagai jambu. Sementara, kelelawar tidak tampak memberi nama terhadap obyek. Dengan menisbatkan nama kepada obyek, manusia merespon jambu dengan kekayaan bekal. Jambu adalah buah yang segar, nikmat, dan menyehatkan. Kita bisa menjual jambu tersebut untuk meraih laba kemudian uangnya bisa untuk bersenang-senang. Manusia melakukan interpretasi jauh, bahkan sangat jauh, dari realitas jambu yang ada di depannya.
Kedua, manusia bisa melakukan interpretasi terhadap jambu secara ilmiah. Kita bisa meneliti budidaya jambu atau rekayasa genetika terhadap jambu. Dan tentu saja, kita bisa mengkaji jambu sampai kepada struktur sub-atomik dengan sudut pandang quantum. Kita bisa melakukan interpretasi quantum.
Ketiga, dari beragam interpretasi, manusia memberi respon lanjutan. Seperti kita sebut di awal, manusia merespon kajian quantum-entanglement dengan hadiah Nobel fisika di 2022. Respon ini disambut balik oleh para peneliti dengan lebih semangat mengkaji rangkulan-quantum. Termasuk, saya menulis wacana quantum di sini. Kejadian seperti ini adalah rekayasa oleh manusia. Hanya jenis interpretasi tertentu yang mendapat respon lanjutan secara memadai.
Manusia memaknai alam dan sekaligus me-rekayasa alam. Sehingga, konsep nature tidak hanya berupa nature obyektif yang selama ini dibatasi oleh bald-naturalism. Kita perlu menambahkan dengan konsep nature-kedua: interpretasi dan rekayasa. Kita perlu bergeser dari bald-naturalism ke wide-naturalism.
4.4 Obyektivitas
Einstein menolak deskripsi QM tentang quantum-entanglement. Einstein terbukti salah. Yang benar adalah kita perlu menerima deskripsi QM tentang quantum-entanglement atau rangkulan-quantum. Tetapi, apakah, dengan demikian, teori rangkulan-quantum adalah obyektif? Benar. Obyektif.
Tentu saja, makna dari benar dan obyektif adalah sebagaimana konsep wide-naturalism. Sementara, di sisi lain, bila seseorang berkeras ingin tetap hanya dalam domain bald-naturalism, tampaknya, dia perlu meluaskan beragam perspektif.
Ketika naturalisme terbuka terhadap interpretasi dan rekayasa, maka, kriteria apa yang bisa kita pakai untuk menentukan sesuatu sebagai baik atau buruk, bahkan benar atau salah? Pertanyaan ini bersifat normatif. Naturalisme mampu menjawabnya dengan baik. Kita akan membahasnya di bagian wacana aktualisasi. Sekaligus, kita akan mengkaji ulang konsep obyektivitas. Berikut ini, kita akan membahas lebih fokus, untuk sementara, ke rekayasa quantum itu sendiri.
4.5 Rekayasa
Kita bisa membagi rekayasa quantum menjadi tiga tingkat. Pertama, rekayasa awal yaitu terjadi ketika kita mulai berinteraksi dengan alam, kemudian, memberi interpretasi dan rekayasa terhadap alam. Rekayasa awal ini menghasilkan sistem bahasa sampai sains yang mengantarkan manusia pada kajian teori quantum.
Kedua, rekayasa sosial di mana topik-topik kajian tertentu mendapat respon sosial. Respon bisa berupa apresiasi sederhana, penghargaan, sampai pendanaan. Dengan rekayasa sosial, dukungan masyarakat, maka teori quantum makin berkembang.
Ketiga, rekayasa teknologi sampai eksploitasi tingkat tinggi. Dengan sengaja, sekelompok peneliti mengembangkan rekayasa berbasis pada teori quantum. Saat ini, mulai berkembang quantum-information dan quantum-computing. Sementara, penerapan rekayasa quantum tersebut terbuka secara luas.
Quantum Information
Quantum-information adalah teori informasi yang didasarkan pada state-quantum. Secara prinsip, quantum-informasi adalah padanan dari teori informasi digital. Sehingga, segala yang terbukti valid dalam teori informasi digital memiliki padanan di quantum-information.
Quantum bit, disingkat qubit, adalah padanan dari bit. Gerbang-quantum adalah padanan dari gerbang logika. Kita bisa melakukan “manipulasi” qubit layaknya manipulasi bit digital. Secara umum, keunggulan qubit adalah lebih efisien. Sehingga, cukup menarik untuk pertimbangan komersial.
Bagaimana pun, tetap ada perbedaan unik yang hanya ada pada qubit. Terdapat lima teorema yang menjadi batasan qubit, sekaligus, bisa menjadi keunggulan.
(1) no-teleportation theorem, which states that a qubit cannot be (wholly) converted into classical bits; that is, it cannot be fully “read”.
Tanpa-teleportasi menjadi keunggulan bila kita bermaksud menjaga informasi agar tidak dibaca oleh sebarang orang. Tetapi, menjadi kendala bila kita bermaksud informasi tersebut untuk dibaca publik
(2) no-cloning theorem, which prevents an arbitrary qubit from being copied.
Tanpa-kloning menjadi keunggulan bila kita bermaksud menjaga informasi agar tidak digandakan. Menjadi kendala bila kita bermaksud menyebar informasi agar viral.
(3) no-deleting theorem, which prevents an arbitrary qubit from being deleted.
Tanpa-delete menguntungkan bila kita bermaksud “mengabadikan” informasi. Lagi-lagi menjadi kendala bila kita bermaksud mengoreksi informasi.
(4) no-broadcast theorem, which prevents an arbitrary qubit from being delivered to multiple recipients, although it can be transported from place to place (e.g. via quantum teleportation).
Tanpa-broadcast, lagi-lagi menjadi keunggulan bila kita bermaksud mengamankan informasi dan bisa sebaliknya.
(5) no-hiding theorem, which demonstrates the conservation of quantum information.
Tanpa-sembunyi menjadi keunggulan bila hendak mengabadikan informasi dan bisa sebaliknya.
Quantum Computing
Quantum computing lebih efisien dari komputasi digital biasa karena quantum computing mengandalkan qubit dan lebih cepat karena “komunikasi” rangkulan-quantum terjadi secara spontan. Tidak ada jeda waktu sama sekali dalam proses komunikasi. Saat ini, quantum computing masih dalam tahap riset, belum komersial secara umum. Riset quantum computing menjadi bidang kajian yang sangat aktif.
Apakah tidak ada resiko quantum computing karena teori quantum belum benar-benar matang?
Tidak ada resiko signifikan secara teknologi. Tentu saja, secara moral, banyak resiko yang perlu dikaji.
Quantum computing mengandalkan teori-teori quantum yang sudah teruji saja, lengkap dengan margin errornya. Sementara, teori quantum yang masih bersifat spekulatif tidak harus diimplementasikan dalam bentuk teknologi.
Terbuka peluang bagi peneliti yang berani ambil resiko untuk menerapkan teori quantum spekulatif ke teknologi. Menariknya, kajian teori quantum spekulatif memerlukan teknologi pengukuran yang canggih, yang belum ada saat ini. Jadi, perkembangan teori quantum bergantung kepada perkembangan teknologi, di saat yang sama, perkembangan teknologi bergantung kepada perkembangan teori quantum. Lagi-lagi, terjadi rangkulan-quantum.
5. Wacana Aktualisasi Quantum
Jadi, apa sejatinya realitas quantum itu? Realitas quantum adalah aktualisasi.
Manusia mengaktualisasi kapasitas konseptualnya berupa realitas obyektif. Alam raya mengaktualisasi berupa realitas obyektif. Kita bisa memperluas ke domain teologi. Tuhan mengaktualisasi maka tercipta seluruh realitas yang ada.
Realitas quantum adalah aktualisasi dari manusia dan alam raya.
5.1 Quantum Electrodynamic
Dirac (1902 – 1984) mengembangkan konsep quantum electrodynamic (QED) berdasar formula matematika yang indah. Foton “melompat” dari tiada menjadi ada. Foton bisa “melompat” dari medan hampa menjadi eksistensi suatu foton. Formula matematika yang indah dari QED ini menandai lahirnya teori quantum baru yaitu quantum field theory (QFT).
Bagaimana foton bisa “melompat”? Bagaimana foton bisa “mengaktualisasi” diri dari hampa?
Pertama, teori quantum berkembang secara terpisah dari relativitas. Sehingga, quantum tidak mempertimbangkan, saat itu, bahwa kecepatan maksimal adalah c yaitu kecepatan cahaya di ruang hampa. QFT mencoba menerapkan relativitas terhadap teori quantum.
Kedua, QFT mengambil posisi medan (elektromagnetik) sebagai fundamental kajian. QFT mengkaji medan secara quantum dan relativitas.
Ketiga, gelombang elektromagnetik bisa menjalar melalui ruang hampa. Maka, QFT mengkaji ruang hampa. Secara formula matematika, tidak mungkin untuk menciptakan ruang hampa. Karena, dalam ruang hampa selalu ada riak kecil, osilasi, yang mendekati nol tetapi tidak nol.
Riak kecil itu akan tetap menjadikan ruang hampa tampak seperti ruang hampa. Tetapi, bila ada sedikit “gangguan internal” maka riak kecil itu bisa berubah menjadi lompatan yang menghasilkan foton. Dengan demikian, terciptalah foton dari ruang hampa. Foton mengaktualisasikan diri dalam ruang hampa. Lahirlah, secara teoritis kemudian praktis, QED yang merupakan generasi pertama dari QFT.
Bagaimana dengan proton dan neutron, apakah bisa tercipta “melompat” dari ruang hampa seperti foton? Jawaban singkatnya: bisa. Meski kita memerlukan teori yang lebih canggih dengan melibatkan quark dan boson.
Bagaimana dengan manusia, meja, atau benda-benda berukuran besar, apakah bisa tercipta “melompat” dari ruang hampa?
Tidak bisa. Dari ruang hampa, tidak bisa tiba-tiba tercipta “melompat” seorang manusia seperti Anda. Manusia hanya bisa “melompat” dari rahim ibunya.
Tentu saja, kita bisa menganalisis bahwa badan manusia terdiri dari elektron, proton, neutron, dan partikel elementer lainnya. Elektron pada badan manusia itu bisa saja tercipta “melompat” dari ruang hampa. Jadi, badan manusia bisa saja tercipta “melompat” dari ruang hampa. Bagaimana dengan pikiran manusia?
QFT sukses pada akhir 1920an, 1930an, dan 1940an. Bahkan, Feyman (1918 – 1988) melengkapi dengan jalur integral quantum yang intuitif – di samping formula matematika yang cantik. Tetapi, 1950 – 1960an, QFT ditinggalkan banyak orang lantaran QFT tidak berhasil menjelaskan interaksi gaya nuklir lemah dan nuklir kuat.
Setelah 1960 dan 1970, berkembang QCD (quantum chromodynamic) yang berhasil menjelaskan fenomena nuklir-lemah dan nuklir-kuat, salah satunya oleh Abdus Salam. QFT bangkit lagi dilengkapi dengan QCD dan QED. Bahkan, QFT berhasil memprediksi, secara matematis, eksistensi Higgs-Boson pada tahun 1964. Pada tahun 2012, baru terbukti benar eksistensi Higgs-Boson secara empiris. Beberapa orang menyebut Higgs-Boson adalah partikel-Tuhan. Higgs-Boson adalah yang bertanggung jawab “terciptanya” massa materi. Higgs-Boson adalah yang memberi massa dari “sesuatu” yang semula tidak punya massa.
Dengan sukses besar itu, QFT dikenal sebagai model-standar. Tetapi, QFT lebih luas dari model-standar. Masih ada model-model lain misal teori String dan Loop Quantum Gravity (LQG). Bagaimana pun, QFT memiliki masalah besar: QFT tidak melibatkan gaya gravitasi. Atau, dengan kata lain, QFT tidak mampu menjelaskan gravitasi. Saatnya, kita menengok Einstein: relativitas-umum.
5.2 Relativitas Umum
Einstein merumuskan relativitas-umum pada tahun 1915 sebagai penengah, secara kronologis, quantum-lama dan quantum-baru. Teori quantum-lama hadir 1900 oleh teori quanta dari Planck. Teori quantum-baru hadir 1927 oleh teori ketidak-pastian Heisenberg. Bagaimana pun, relativitas-umum tetap terpisah dari teori quantum.
Relativitas-umum menyatakan bahwa massa bersatu-padu dengan ruang waktu. Massa-materi yang besar mampu membelokkan ruang-waktu. Gerhana matahari 1919 terbukti menguatkan prediksi relativitas-umum yaitu massa matahari yang besar mampu membelokkan ruang sehingga membelokkan cahaya yang melintas di dekatnya.
Jadi, bagaimana alam semesta ini bisa menjadi aktual menurut relativitas-umum?
Alam semesta ini menjadi aktual melalui peristiwa big bang yang sangat terkenal itu. Sebelum big bang, massa alam semesta yang sangat besar itu berkumpul di “satu titik” yang sangat rapat, sampai tidak ada ruang dan tidak ada waktu, semua terikat erat di “satu titik” itu. Kemudian terjadi ledakan besar: big bang. Tercipta materi yang mengembang, ruang, dan waktu. Proses berikutnya, terjadi evolusi alam raya sampai hadir makhluk hidup di bumi dan sampai pada Anda membaca tulisan ini.
Banyak orang merasa puas dengan penjelasan ilmiah teori relativitas-umum seperti di atas. Tetapi, Einstein sendiri masih tidak puas. Di satu sisi, masih banyak fenomena yang tidak bisa dijelaskan. Di sisi lain, solusi relativitas-umum menimbulkan banyak problem baru misal lorong waktu.
Pertanyaan lebih fundamental: mana yang lebih basit, lebih mendasar, materi atau ruang atau waktu?
Jawaban Einstein adalah medan. Materi, ruang, dan waktu adalah aktualisasi dari medan.
Medan apa yang paling fundamental: elektromagnetik, nuklir-lemah, nuklir-kuat, atau gravitasi?
Jawaban Einstein adalah tidak menjawab. Einstein tidak memilih salah satu dari teori medan yang tersedia. Tetapi, di salah satu tulisannya, Einstein menyebut medan paling basit adalah gravitasi. Saya mencermati tulisan Einstein itu, dia menggunakan istilah “gravitasi” berbeda dengan umumnya. Gravitasi paling basit ini mengaktualisasi menjadi elektromagnetik, nuklir-lemah, nuklir-kuat, dan gravitasi.
Secara lebih luas, gravitasi basit ini juga yang aktual menjadi kehidupan, pikiran, dan rasa pada seluruh makhluk hidup termasuk manusia. Gravitasi basit adalah dasar dari segalanya. Sampai akhir hayatnya, Einstein berjuang untuk menyempurnakan persamaan medan yang menggambarkan gravitasi basit ini. Einstein wafat dalam proses perjuangan ini pada tahun 1955.
Loop Quantum Gravity
Generasi berikutnya mencoba melanjutkan misi Einstein. Relativitas-umum sulit menemukan solusi persamaan medan karena tidak memasukkan teori quantum. Dengan kata lain, medan gravitasi selama ini adalah medan kontinyu. Dengan mengubah medan kontinyu menjadi medan diskrit, dengan quantifikasi, kita berharap bisa memperoleh solusi umum sekaligus menyatukan relativitas dan quantum: loop quantum gravity (LQG).
LQG membuat quantifikasi dengan cara “memotong” medan kontinyu menjadi loop-loop yang kecil. Loop kecil ini diharapkan berperilaku sebagai quanta sesuai teori quantum. Sehingga, jika berhasil, LQG berhasil menjelaskan teori quantum secara mikrokospik dan berhasil menjelaskan kosmologi secara makroskopik.
Tantangan besar masih ada di depan kita. Pertama, mencari solusi persamaan medan yang asli, kontinyu, saja kita belum berhasil sampai saat ini. Ditambah harus memenuhi kriteria loop maka menjadi lebih sulit lagi secara matematis. Barangkali di masa depan, akan diperoleh solusi di luar dugaan. Kedua, secara empiris sulit mendeteksi signifikansi gravitasi pada skala mikroskopik. Dengan dipotong-potong menjadi loop, tampaknya, lebih sulit lagi untuk menjadi signifikan.
Teori String
Kita bisa mengembangkan alternaif solusi dengan arah berbeda. Mengembangkan teori quantum agar mencakup teori gravitasi relativitas-umum. Kita mengenalnya sebagai teori String.
String adalah partikel dimensi satu yang lebih elementer dari partikel elementer. String-string ini, dipostulatkan, kemudian, adalah yang aktual menjadi partikel elementer elektron, quark, mau pun boson. Demikian juga, string-string ini yang aktual menjadi graviton yaitu partikel pembawa gaya gravitasi. Ide yang sangat menarik! Teori String, jika berhasil, menyatukan teori quantum dengan relativitas umum.
Tantangan, seperti biasa, ada di depan kita. Pertama, dengan obyek partikel elementer yang standar saja kita mengalami kesulitan menangani beragam paradoks quantum. Apalagi dengan string, yang lebih elementer dari partikel, maka kita akan mengalami paradoks yang lebih sulit lagi. Kedua, secara empiris, kita sulit mendeteksi graviton. Apalagi mendeteksi string yang lebih kecil dari graviton. Ketiga, beberapa solusi teori String berhasil dikonstruksi. Solusi ini menuntut eksistensi ruang-waktu yang lebih besar dari 4 dimensi, misal 11 dimensi. Tentu, tidak mudah memahami ruang-waktu dalam 11 dimensi. Keempat, seandainya ditemukan solusi teori String, bagaimana dengan asal-mula ruang waktu? Maksudnya, string diasumsikan berada dalam ruang-waktu, maka, bagaimana pun, ruang-waktu lebih fundamental dari string itu sendiri.
Tidak masalah dengan adanya tantangan bagi teori String mau pun LQG. Memang demikianlah adanya. Filsafat dan sains selalu berhadapan dengan masalah demi masalah. Justru, itulah yang mendorong pertumbuhan. Hanya saja, dari uraian di atas, kita melihat beda sudut pandang antara Einstein dengan LQG dan String. Einstein mencoba mengkaji medan basit. Sementara, LQG dan String mengkaji medan gravitasi mirip dengan gravitasi Newton.
Demikian juga, kita bisa kembali mencermati Dirac. Dengan berani, Dirac merumuskan formula matematika mendeskripsikan bagaimana foton tercipta “melompat” dari ruang hampa menjadi aktual. Karakter “lompatan” ontologi aktual ini sulit kita temukan dalam kajian-kajian generasi berikutnya. Jadi, kita masih akan melanjutkan penyelidikan: apa itu aktualisasi quantum?
5.3 Aktualisasi Manusia
Manusia mengaktualisasi diri di alam ini. Manusia menjadi aktual dengan kesadaran sebagai subyek lengkap dengan badan dan beragam fakultas. Secara biologis, manusia hadir dari orang tuanya, dari ayah dan ibunya. Tetapi, bagaimana manusia pertama menjadi aktual?
Kita bisa mengikuti teori evolusi untuk sampai pada kesimpulan hadirnya manusia pertama. Bagaimana pun, teori evolusi masih banyak pro dan kontra. Di saat yang sama, antara fakta ilmiah dan interpretasi ilmiah berjalin kelindan dalam teori evolusi. Sehingga, bagi kepentingan kita di sini, kecil harapan kita mendapat solusi dari teori evolusi. Biarlah teori evolusi masih terus evolusi.
Alternatifnya, kita bisa mengkaji fenomena yang ada di depan kita. Bagaimana manusia bisa aktual menjadi janin bayi yang semula sel telor dan sel sperma? Bagaimana manusia bisa aktual sebagai manusia dengan kesadaran subyektif sebagai manusia dewasa?
Kita bisa bertanya sedikit mundur, “Bagaimana ibu bisa memproduksi sel telor dan bapak memproduksi sel sperma?” Karena sel telor mau pun sel sperma adalah materi fisikal, tentu, melibatkan teori quantum dalam proses fisika tersebut. Sejauh ini, saya belum menemukan kajian ilmiah tentang proses quantum yang terlibat.
Mari melangkah maju. Anggap sudah tersedia sel telor dan sel sperma, kemudian, menyatu sampai mengaktualisasi janin bayi, proses quantum apa yang terlibat di sini? Proses pembuahan bayi tabung barangkali bisa menjadi kajian di sini.
Bunge (1919 – 2020) berpikir kita perlu bergeser dari mekanik ke sistemik. Karakter janin yang hidup perlu makan dan bisa tumbuh adalah karakter sistem janin. Tidak bisa dijelaskan dari karakter mekanik sel telor dan sperma – sebagai komponen dari sistem.
Karakter yang muncul dari sistem janin disebut sebagai emergent. Sifat emergent muncul begitu saja dari sistem. Emergent merupakan aktualisasi dari komponen-komponennya. Dengan kata lain, komponen lebih fundamental. Jika kita proyeksikan ke aspek quantum telor dan sperma, mereka, adalah fundamental. Sementara, aspek quantum janin hanya akibat saja. Meski demikian, karakter emergent dari janin lebih kompleks dari komponen-komponennya. Bagaimana yang lebih kompleks bisa “emerge” muncul dari komponen sederhana?
Rovelli (1956 – ) berpikir dari arah berlawanan. Realitas fisika, khususnya quantum, adalah relasional. Maksudnya, sel telor tidak bermakna apa pun tanpa relasi dengan sel sperma. Sel telor punya arti karena ada sel sperma. Bahkan mereka, sel telor dan sperma, punya arti karena ada ibu dan bapak. Lebih jauh lagi, mereka baru ada makna karena mereka berada dalam relasi dengan dunia.
Elektron yang bermuatan negatif hanya ada makna ketika punya relasi dengan proton yang bermuatan positif. Elektron, hanya dalam dirinya sendiri, tidak memiliki makna. Muatan negatif elektron tidak ada artinya tanpa perbandingan dengan muatan positif dan netral. Dengan kata lain, ketika elektron bermuatan negatif, elektron sudah memiliki informasi bahwa ada partikel lain yang bermuatan positif atau netral. Mereka adalah informasi atau pengetahuan relasional. Realitas quantum adalah realitas relasional, RQM, Relational Quantum Mechanic.
Mari kita cermati kembali aktualisasi manusia. Sekarang, kita tinjau dari relasional. Sel telor dan sperma itu aktual karena ada relasi dengan ibu dan bapak. Ibu dan bapak juga terikat dengan relasi cinta. Pada gilirannya, ibu dan bapak bisa aktual karena ada nenek dan kakek, dan seterusnya. Semua relasi di atas, juga terhubung dengan alam raya. Maksudnya, nenek, kakek, ibu, dan bapak hanya bisa aktual karena memiliki relasi dengan alam raya. Dengan demikian, janin bayi adalah aktualisasi dari realitas relasi seluruh alam raya.
Sampai di sini, kita bisa membandingkan proses aktualisasi manusia dari perspektif emergent dengan relasional. Emergent memandang bahwa manusia adalah aktualisasi dari partikel-partikel quantum, sedemikian hingga, muncul “emerge” kehidupan yang cerdas. Sedangkan, relasional memandang bahwa manusia adalah aktualisasi dari relasi-relasi realitas yang saling terhubung. Bahkan, partikel-partikel quantum itu sendiri merupakan aktualisasi dari relasi-relasi realitas. Dua pandangan ini masih terus berkembang.
5.4 Aktualisasi Semesta
Bagaimana alam semesta ini bisa menjadi aktual?
Sejak Einstein merumuskan relativitas umum, pada awal abad 20, mulai berkembang teori kosmologi berupa Big Bang. Sebelum Big Bang, tidak ada apa pun. Bahkan, tidak ada ruang pun, tidak ada waktu. Hanya ada hampa, yaitu, ketiadaan. Tetapi, hampa ini bukan hampa biasa melainkan hampa quantum. Meski hampa, sejatinya sedang hamil besar mengandung realitas quantum. Sedikit ada “percikan” hampa maka hampa itu meledak dan terjadilah proses Big Bang sampai tercipta alam raya, dan akhirnya, Anda membaca tulisan ini.
Jadi, dari perspektif teori Big Bang, alam semesta adalah aktualisasi dari Big Bang. Sementara, Big Bang itu sendiri aktualisasi dari hampa quantum. Lalu, hampa quantum aktualisasi dari apa? Hampa quantum adalah hampa itu sendiri. Orang boleh saja puas dengan jawaban hampa ini. Orang lain, boleh juga mengajukan pertanyaan lagi dan berpikir lagi.
Teori Big Bang tidak terlalu melibatkan teori quantum. Meski, hampa adalah hampa quantum, tetapi, prinsip-prinsip quantum tidak dielaborasi lebih dalam. Mari, sekarang, kita mempertimbangkan teori quantum lebih dalam terutama tetapan Planck yang menyatakan ada batasan terkecil – tidak mungkin ada ukuran panjang atau masa tepat sama dengan nol.
Saat ini, observasi ilmiah menunjukkan bahwa alam semesta sedang bergerak mengembang. Karena itu, bila waktu bergerak mundur maka alam bergerak mengempis sampai suatu saat ukurannya nol, yaitu, ketika Big Bang. Bagaimana jika kita bergerak ke masa depan? Logika-futuristik?
Ke masa depan, alam terus mengembang. Akibatnya, alam makin encer, konsentrasi makin rendah, massa jenis makin kecil. Benda padat menjadi lembek, mencair. Benda cair makin ringan, menguap. Dan, uap itu sendiri makin mengembang, makin ringan. Atom-atom akan terbelah berkeping-keping karena terus-menerus alam mengembang. Tetapi, tetapan Planck memastikan ada ukuran terkecil materi yang tidak bisa sama dengan nol. Dari observasi tampak seperti nol tetapi tidak nol. Ketika ukuran materi ini sampai pada ukuran terkecil, alam tidak bisa lagi mengembang. “Usaha” alam untuk mengembang itu justru mendapat reaksi balik dari seluruh materi terkecil mengakibatkan alam berbalik mengkerut, mengecil.
Gerak alam, justru, mengecil sejak saat itu. Bebarapa materi bergabung. Gas-gas menjadi cair. Cairan menjadi padat. Alam terus-menerus mengkerut makin padat. Massa jenis makin rapat. Sampai akhirnya, ukuran semesta mendekati nol. Tetapi, tidak pernah sama dengan nol sesuai tetapan Planck. Alam semesta terus menekan untuk mengkerut, mengecil, tetapi, ukuran alam tidak bisa lagi mengecil. Ukuran alam yang minimal ini, super kecil ini, justru melawan balik, maka, terjadi ledakan Big Bang. Alam mulai bergerak mengembang lagi. Demikian seterusnya. Alam mengembang dan mengecil. Alam tidak pernah hampa, tetapi, alam selalu ada, selalu eksis.
Dengan mempertimbangkan teori quantum, tetapan Planck, alam semesta tidak pernah nol. Alam semesta tidak pernah hampa. Jadi, alam semesta bukan aktualisasi dari hampa. Alam semesta adalah aktualisasi dari ada, aktualisasi dari realitas quantum, aktualisasi dari eksistensi.
5.5 Makna Eksistensi
Pembahasan kita tentang aktualisasi membawa kita untuk mendiskusikan analisis eksistensial dan esensial.
Dari perspektif eksistensial, alam raya sudah eksis apa adanya sebagai suatu anugerah. Bahkan, anugerah eksistesial yang luar biasa. Alam raya adalah anugerah bagi umat manusia. Dan, manusia adalah anugerah bagi alam raya. Tugas kita selanjutnya adalah memaknai seluruh anugerah ini. Apa makna seluruh yang ada? Apa makna-eksistensi?
Dari perspektif esensial, kita perlu menyingkap esensi yang tersembunyi dalam seluruh realitas alam raya ini. Realitas esensial paling jelas dan tegas adalah formula matematika. Matematika dapat mengungkapkan segala sesuatu dengan jelas, presisi, obyektif, dan tanpa keraguan. Salah satu buah perkembangan matematika kontemporer adalah teori quantum yang sedang kita bahas dalam lima wacana kali ini.
Analisis esensial, misal sains matematika, memang bersifat reduktif. Bagi perspektif eksistensial, sains matematika, termasuk teori quantum, adalah mode pengetahuan yang tidak otentik. Sementara, mode pengetahuan yang otentik adalah pengetahuan tentang makna-eksistensi. Makna hidup sebagai manusia. Makna kita berkerja. Makna kita berjuang. Makna kita berkorban. Makna kita menuju mati dengan sempurna. Sains menjadi otentik jika kita mengkajinya dalam kerangka makna-eksistensi. Apa makna sains bagi kemanusiaan?
Sebaliknya, dari perspektif esensial, makna-eksistensi hanya bersifat subyektif. Makna hidup adalah subyektif. Makna kerja adalah subyektif. Makna apa pun adalah subyektif. Setiap orang bebas memberi makna terhadap semua yang ada sesuai subyektivitas masing-masing. Sehingga, yang paling penting bukanlah pengetahuan subyektif. Yang paling penting adalah pengetahuan obyektif, yaitu, pengetahuan esensial semisal sains matematika. Ketika kita hendak mengkaji subyektivitas, misal emosi cinta, maka, kita perlu mengkajinya secara obyektif.
Wacana quantum lebih tepat kita kaji secara eksistensial atau esensial?
Secara umum, wacana quantum dikaji secara esensial karena quantum memang bagian dari sains. Seperti kita bahas di atas, kajian esensial ini mengantar kita kepada paradoks quantum yang tidak bisa diselesaikan, misal, quantum entanglement (QE). Karena itu, kita perlu melirik ke kajian eksistensial. Lebih tepatnya, kita perlu membuat jembatan yang menghubungkan kajian esensial dengan kajian eksistensial dalam teori quantum. Bagaimana pun, jembatan ini harus berupa kajian esensial. Sementara, kajian eksistensial hanya sebagai sumber inspirasi.
Kita bisa menyelesaikan paradoks QE, misalnya, dengan analisis eksistensial. Seluruh realitas adalah satu-kesatuan eksistensial. Mereka berbeda-beda hanya karena perbedaan gradasi dan modulasi eksistensi. Karena eksistensi adalah kesatuan, maka, partikel quantum yang terpisah jarak beberapa jam cahaya tetap bisa “berkomunikasi” secara spontan. Dengan demikian, QE adalah fenomena yang wajar secara eksistensial. Paradoks QE selesai. Bagaimana jembatan antara eksistensial dan esensial?
Interpretasi relasional (RQM), barangkali, bisa menjadi jembatan yang bersifat esensial. Awalnya, kita bisa memandang RQM sebagai revisi terhadap teori yang ada. Elektron, misal, bermuatan negatif karena punya relasi terhadap proton yang bermuatan positif. Dalam dirinya sendiri, muatan negatif itu tidak bermakna esensial mau pun eksistensial. Akhirnya, dengan apa kita mendeskripsikan seluruh relasi terhadap elektron? Deskripsi terhadap elektron tetap berupa quanta (paket quantum). Berbeda dengan fungsi gelombang Schrodinger, yang berasumsi sudah lengkap dalam dirinya, quanta adalah probabilitas dari seluruh relasi yang mungkin dan signifikan. Quanta ini, pada gilirannya, bergabung dengan jaringan quanta lain disebut sebagai loop, selanjutnya, spin network.
Mari kita coba menerapkan RQM pada QE. Ketika pasangan elektron QE dipisahkan, masing-masing dari mereka, adalah spin network. Mereka bukan sekedar fungsi-gelombang, tetapi, spin network yang terus-menerus terlibat dalam relasi. Ketika seorang pengamat, Ali, melihat salah satu elektron maka tercipta relasi baru dalam spin network baru. Misal, Ali melihat spin up maka Ali bisa menyimpulkan, saat itu juga, bahwa elektron di tempat jauh, yang dibawa Budi pasti spin down. Kemudian, Ali berkomunikasi dengan Budi, maka tercipta relasi baru lagi. Bisa jadi, sebelum komunikasi, Budi sudah melihat elektron di tempatnya spin down. Atau, setelah komunikasi, baru, Budi melihat elektron spin down.
Paradoks QE (dan EPR) terselesaikan dengan memandang kejadian QE adalah relasi terhadap relasi. Proses ini tidak perlu hidden-variable dan tidak perlu melanggar kecepatan cahaya sebagai maksimum. Bagi pendukung RQM, masalah sudah terselesaikan. Bagi pihak lain, masih memperdebatkan itu dan belum bisa menerima klaim RQM.
Dari sudut pandang kita, RQM menawarkan solusi yang menarik sebagai jembatan analisis esensial dan eksistensial.
6. Ringkasan Analisis
Dari lima wacana quantum, dua yang awal, kepastian dan kebebasan adalah yang tampak paling kontradiksi. Jika quantum bersifat “pasti” maka tidak “bebas”. Demikian juga, sebaliknya. Apakah ada peluang untuk menggabungkan keduanya? Pasti dan bebas? Tentu ada.
Sementara, tiga wacana lainnya – rangkulan, rekayasa, dan aktualisasi – tampak lebih fleksibel bisa bersanding dengan wacana kepastian mau pun wacana kebebasan. Bahkan, bisa bersanding seluruh wacana.
Logika klasik memang menghadapi paradoks quantum. Kita perlu formula logika yang lebih komprehensif. Logika-futuristik adalah solusi yang saya usulkan. Saya telah membahas logika-futuristik di bagian lain.
Wacana quantum ini mengantar kita kepada analisis eksistensial dan esensial. Sains, sejak awal, merupakan kajian esensial. Kajian esensial terancam resiko mandeg dan kaku. Karenanya, sains perlu menatap kajian eksistensial sebagai sumber inspirasi. Tugas sains adalah membangun jembatan kajian esensial dengan kajian eksistensial dari perspektif esensial. Dengan demikian, kajian sains akan terus dinamis melangkah maju. Kajian sains, sejatinya, adalah kajian futuristik yang selaras dengan logika-futuristik.
terima kasih atas informasinya paman apiq
SukaSuka
Reblogged this on Labschool Jakarta and commented:
bagus nih artikelnya paman apiq
SukaSuka