Masa depan menjadi tanda tanya kita. Apakah Indonesia selama ini menjadi lebih baik atau lebih buruk? Apa ukuran yang bisa kita pakai untuk menentukannya?
Kita yakin, Indonesia menjadi lebih baik ketika proklamasi. Masa awal-awal meraih kemerdekaan lebih baik dari masa penjajahan. Para pahlawan berjuang meraih kemerdekaan dan selanjutnya mempertahankan kemerdekaan. Tidak ada keraguan bahwa itu adalah masa yang lebih baik’

Tetapi tahun 2021, sekarang ini, apakah lebih baik dari masa-masa sebelumnya?
Orde Baru
Tahun 1966, Presiden Soekarno, sang proklamator, lengser dari kursi presiden. Kemudian Indonesia masuk masa orde baru dengan dipimpin presiden Soeharto. Apakah masa orde baru lebih baik dari masa orde lama?
Secara ekonomi, banyak data menunjukkan bahwa Indonesia mengalami pertumbuhan signifikan. Secara politik, banyak yang mengkritik bahwa orde baru adalah jaman menakutkan. Bagi pejabat, pebisnis, dan pegawai negeri mengalami masa-masa gemilang.
Jadi, bisa kah kita menyimpulkan bahwa masa orde baru lebih baik dari orde lama? Tampaknya sulit untuk meyakini itu. Nyatanya pada tahun 1998, terpaksa orde baru harus diakhiri. Presiden Soeharto lengser dari kursi presiden. Indonesia memasuki masa reformasi.
Apakah di masa reformasi Indonesia menjadi lebih baik dari masa orde baru? Kebebasan informasi terasa lebih baik. Kebebasan politik juga lebih baik. Ekonomi Indonesia sempat lumpuh di awal reformasi. Lambat laun bangkit. Sampai akhirnya dihantam pandemi covid-19 yang menjadikan kalang kabut semua, seluruh dunia. Sampai di sini, kita masih sulit mengatakan bahwa masa depan selalu lebih baik dari masa lalu.
Keraguan Kant
Imanuel Kant, pemikir abad 19, termasuk yang paling serius memikirkan apakah masa depan lebih baik? Ukuran apa saja yang bisa kita pakai. Tampaknya, Kant tidak berhasil menemukan ukuran yang meyakinkan. Tetapi dengan cara yang kreatif akhirnya Kant menemukan satu cara mengukur kemajuan di masa depan: apakah ditiru di seluruh dunia?
Misalnya, revolusi Prancis apakah membawa kebaikan? Bagi Kant, kita bisa mencoba melihat dampaknya. Kemudian mempertimbangkan apakah revolusi sejenis itu ditiru di belahan dunia yang lain. Jika negara-negara lain ikut meniru revolusi tersebut maka kita menilai bahwa Revolusi Prancis membawa kebaikan. Dan masa itu lebih baik dari masa sebelumnya.
Jelas, dengan kriteria Kant semacam itu maka kita tidak bisa memastikan bahwa masa depan akan selalu lebih baik. Karena banyak kejadian, atau pergerakan, di suatu negara yang akhirnya tidak ditiru oleh negara-negara lain. Bahkan kadang kita menemukan kejadian yang mengerikan. Misal, jatuhnya bom atom di Jepang pada perang dunia kedua. Tentu itu tragedi terbesar di dunia. Justru tahun 1945 itu terjadi kemunduran kemanusiaan.
Lyotard, pemikir abad 20, mencatat bahwa sejarah dunia mengalami beberapa kali kemunduran. Yang jelas, perang dunia kedua adalah kemunduran umat manusia. Kemudian kamp konsentrasi di Jerman juga kemunduran kemanusiaan. Bahkan pendudukan tanah Aborigin oleh kolonialis Australia adalah kemunduran kemanusiaan yang berlangsung sejak lama. Maka Lyotard mengusulkan agar kita dengan sengaja menjaga tatanan dunia berlangung adil untuk semua manusia. Dengan cara menghormati semua warga – termasuk mereka yang berbeda dengan kita.
Dunia Makin Sempurna
Dari sudut pandang analisis eksistensial kita bisa optimis bahwa peradaban akan selalu menuju yang lebih sempurna. Dunia akan menuju kesempurnaan. Makin lama makin sempurna.
Sayangnya optimisme ini tidak selalu bisa kita pertahankan. Memang dunia akan menjadi makin sempurna. Tetapi makin sempurna tidak berarti makin baik, tidak berarti makin adil. Maka tugas mewujudkan Indonesia adil makmur adalah tanggung jawab seluruh warga Indonesia. Mewujudkan tatanan dunia yang adil juga merupakan tanggung jawab warga dunia.
Jadi, ayo tetap semangat berpartisipasi mewujudkan dunia yang adil, sesuai kapasitas masing-masing.
Bagaimana menurut Anda?
Tinggalkan komentar