Kali ini kita akan memotret lebih dekat apa struktur fundamental manusia sejati, hana, secara eksistensial. Saya mencoba mempertimbangkan beberapa pemikiran Heidegger, Sartre, Sadra, Ibnu Arabi, Plato, Aristoteles, dan lain-lain.
Manusia Seutuhnya: Hana Maga
Satu istilah paling mendasar yang menggambarkan struktur manusia seutuhnya adalah maga: gerak sejati. Manusia senantiasa bergerak terus menerus. Maga, gerak sejati, ini meliputi gerak permukaan dan gerak eksistensial. Hana tidak pernah diam. Hana terus mengalir.
Maga adalah sisi lain dari hana itu sendiri. Kita membayangkan bisa memotret hana. Tetapi hana terus bergerak. Maka kita tidak pernah berhasil memotret hana yang diam. Yang kita peroleh selalu rekaman hana yang bergerak yaitu maga itu sendiri.
Sadra menyebut gerak substansial ini sebagai harakah al-jauhariah. Sementara Heidegger memilih istilah care: peduli terhadap eksistensi diri. Tentu saja eksistensi diri di masa depan. Jadi, hana, selalu mengantisipasi eksistensinya di masa depan. Hana terbang bebas ke masa depan.
Sartre memilih karakter negasi dari hana. Menolak yang ini, negasi, menginginkan yang lain. Tidak pernah diam menjadi diri sendiri. Senantiasa menegasikan identitas diri. Bebas menuju identitas lainnya. Sampai di sana, identitas baru, ia tolak lagi. Berubah lagi. Demikian seterusnya.
Struktur Fundamental
Hana merupakan satu kesatuan utuh. Meski demikian kita dapat menganalisis secara parsial untuk memperoleh gambaran lebih detil. Elemen fundamental dari hana, yang mendorong dan menarik maga, adalah: will, power, sains, dan sign.
Will atau kehendak adalah elemen fundamental dari hana, manusia sejati. Pemikir besar sejak awal, misal Plato, Aristoteles, Ibnu Sina, dan lain-lain, mengakui peran besar dari will. Bahkan manusia memiliki free will, kehendak bebas, untuk menentukan nasibnya sendiri. Schopenhauer, pemikir abad 19, menempatkan will sebagai fokus dari pembahasan filsafat.
Power atau kekuatan adalah elemen fundamental kedua dari hana. Bergson, pemikir abad 20, menempatkan kekuatan elan vital sebagai pendorong manusia untuk terus bergerak maju menjalani evolusi sepanjang sejarah. Sedangkan Nietzsche, pemikir abad 19, menyatakan bahwa will to power adalah karakter otentik dari hana. Manusia menginginkan power untuk menjadi unggul.
Sains, atau pengetahuan, adalah elemen fundamental ketiga dari hana. Tak diragukan lagi, pengetahuan adalah karakter utama dari manusia sejati. Sadra, pemikir abad 17, menempatkan pengetahuan sebagai penyempurnaan wujud manusia menuju tingkat wujud paling sempurna. Demikian juga Ibnu Sina, Aristoteles, dan Plato menempatkan pengetahuan sebagai yang paling utama.
Sign atau tanda adalah elemen fundamental keempat dari hana. Sistem tanda, yang paling umum, yang kita pakai adalah bahasa, dalam kehidupan sehari-hari atau pun kepentingan khusus. Bahkan dunia filsafat abad 20 tampak dipenuhi dengan isu bahasa sebagai sistem tanda itu sendiri. Kombinasi language game dari Wittgenstein dan strukturalisme dari Saussure mendominasi diskusi filsafat pertengahan abad 20. Hingga berujung dengan konsep differance dari Derrida yang kontroversi itu.
Sikap Fundamental
Hana terus bergerak maju, maga. Di saat yang sama, hana dapat memilih sikap selama bergerak maju itu. Dua sikap paling fundamental adalah adil dan pemurah. Sayangnya, hana dapat memilih sikap yang sebaliknya yaitu tidak adil dan tidak pemurah.
Dalam bergerak maju, hana perlu bersikap adil terhadap dirinya mau pun terhadap dunia. Mempertimbangkan kehendak diri dan masyarakat luas. Memperhatikan kekuatan diri dan sumber daya yang tersedia. Meluaskan pengetahuan eksak maupun probalistik. Dan memproyeksikan segala possibilitas dari tanda-tanda yang ada mau pun yang tersembunyi.
Di saat yang sama, hana perlu bersikap pemurah. Memberi lebih banyak dari yang dibutuhkan dunianya. Dari awal, hana hadir secara eksistensial berkat kebaikan ibu dan bapaknya yang pemurah. Sepanjang perjalanan, hana perlu bermurah hati kepada semua dunia.
Kemampuan Fundamental
Dua kemampuan fundamental hana adalah kepemimpinan dan manajerial. Hana selalu melihat masa depan eksistensinya. Beragam pilihan yang mungkin dia pelajari. Lalu memilih sebagian masa depan itu. Hana mampu memimpin dirinya dan dunianya untuk meraih eksistensi masa depan itu.
Hana juga menyadari ada realitas yang menjadi fakta diri dan dunianya di masa lalu, dan masa kini. Hana mampu mengelola fakta ini menjadi modal untuk bergerak maju berangkat dari masa kini, menciptakan eksistensi diri yang senantiasa berubah.
Saya menyusun struktur fundamental manusia sejati di atas mengacu kepada konsep hana sempurna dari Ibnu Arabi. Saya menyusun ulang bagian-bagian paling fundamentalnya saja. Masih banyak yang bisa kita kembangkan lebih lanjut.
Bagaimana menurut Anda?
Tinggalkan komentar