Ketimpangan Ekonomi: Rasio Gini

Kita harus lebih sabar. Kesenjangan ekonomi di Indonesia makin melebar. Ketimpangan ekonomi makin menganga. Perbedaan miskin dan kaya makin jauh.

Berita terbaru menyatakan rasio Gini = 0,385. Yang makin timpang dibanding tahun sebelumnya yaitu 0,381 (tahun 2019). Padahal target Bu Menteri adalah hendak menurunkan rasio Gini. Yang terjadi justru naiknya kesenjangan.

Makna Ketimpangan

Kita memerlukan pemahaman apa arti rasio Gini. Saya membuat tabel ketimpangan seperti di atas agar memudahkan untuk melakukan perhitungan. Karena rasio Gini = G = 0,385 maka masuk klasifikasi “Buruk”.

Sejatinya, kita tidak bisa “memahami” rasio Gini G itu. Karena proses yang terjadi adalah, pertama, kita perlu memahami kondisi kesenjangan ekonomi. Kedua, dari kesenjangan ekonomi itu maka bisa kita hitung rasio Gini G. Bila proses dibalik maka hasilnya tidak unik. Maksudnya, misalnya di Indonesia G = 0.385, bagaimana kondisi kesenjangan ekonominya? Jawabannya tidak unik. Bisa saja itu buruk, sedang, buruk sekali, atau lainnya.

Maka saya mengembangkan formula nilai ketimpangan n = (1 + G)/(1 – G) yang lebih jelas memberi gambaran kesenjangan ekonomi.

Namun disepakati bahwa rasio Gini yang makin naik maka menunjukkan kondisi makin memburuk. Hal ini terjadi di Indonesia pada laporan terbaru tahun 2021. Barangkali akibat pandemi.

Konsistensi Kesenjangan

Kita memerlukan analisis yang konsisten. Formula nilai ketimpangan n yang saya kembangkan di atas dengan mudah untuk menguji konsistensi ini.

40% penduduk termiskin di Indonesia mengkonsumsi sekitar 12% saja.

Tentu saja itu kondisi kesenjangan yang buruk. Dengan rata-rata pendapatan penduduk Indonesia 51.9 juta per tahun atau setara 4,350 juta per bulan maka ilustrasi akan lebih jelas. Karena rakyat termiskin hanya mengkonsumsi 12% dari yang seharusnya 40% maka per bulan hanya mendapat 1,300 juta rupiah. Atau sehari mengkonsumsi 43,333 ribu rupiah untuk seluruh keperluan hidup: makan, sewa rumah, bayar pulsa, listrik, dan lain-lain.

Tetapi perhitungan saya itu tidak konsisten dengan data resmi BPS yang menyatakan bahwa pengeluaran penduduk termiskin adalah 17,9% maka beda dengan hitungan saya yang 12% itu. Meski begitu koreksi dari BPS itu akan menaikkan pengeluaran atau pendapatan rakyat termiskin menjadi sekitar 60 ribu rupiah per hari. Masih ngeri?

Konsistensi Terbalik

Dengan mengacu pengeluaran 40% penduduk termiskin adalah 17,9% sesuai BPS maka kita bisa menguji konsistensi nilai rasio G.

Kita peroleh nilai rasio Gini, seharusnya, G = 0.304. Masuk klasifikasi “sedang.” Bahkan hampir masuk klasifikasi “baik.”

Sampai di sini, kita menemukan anomali dua klaim yang tampak tidak konsisten. Saat ini, rasio Gini G = 0.385 tidak konsisten dengan pengeluaran penduduk termiskin 17,9%. Maka diperlukan kajian lebih mendalam untuk menemukan anomali tersebut.

Data ke Solusi

Data-data yang kita miliki dapat kita olah untuk memberi petunjuk arah solusi menangani kesenjangan ekonomi. Pada gilirannya, solusi ekonomi, akan memperkuat iklim demokrasi. Semoga Indonesia makin maju, adil, makmur.

Bagaimana menurut Anda?

Iklan

Diterbitkan oleh Paman APiQ

Lahir di Tulungagung. Hobi: baca filsafat, berlatih silat, nonton srimulat. Karena Srimulat jarang pentas, diganti dengan baca. Karena berlatih silat berbahaya, diganti badminton. Karena baca filsafat tidak ada masalah, ya lanjut saja. Menyelesaikan pendidikan tinggi di ITB (Institut Teknologi Bandung). Kini bersama keluarga tinggal di Bandung.

Tinggalkan komentar

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: