“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan diri mereka.” (QS 13 : 11)
Perintah berpuasa tidak ditujukan kepada seseorang yang beriman, tetapi ditujukan kepada semua orang beriman. Pun tujuan berpuasa adalah agar semua orang beriman menjadi orang-orang yang bertakwa. Berpuasa dimulai dari individu-individu untuk kemudian bersama-sama membangun masyarakat berprestasi.

1. Teori Personal
2. Teori Sosial
3. Masyarakat Berprestasi
1. Teori Personal
Sebagaimana sering kita bahas bahwa setiap orang bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Apalagi, masing-masing dari kita adalah khalifah (wakil) Allah di muka bumi. Hanya manusia, hanya kita, yang terpilih mewakili alam semesta dan mewakili Tuhan secara bersamaan.
Orang-orang yang beriman, mukmin, memiliki karakter unggul secara personal.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS 8 : 2)
Orang-orang beriman tersentuh hatinya ketika dibacakan ayat-ayat suci. Alam semesta adalah ayat-ayatNya. Maka orang-orang beriman selalu berusaha untuk bertakwa di mana pun berada, selalu ada ayatNya. Dia menebar kebaikan, menolong sesama, dan saling menasehati dalam kesabaran. Takwa mereka, prestasi mereka, berlandaskan dan bertujuan untuk mendapat ridha Allah. Ikhlas sepenuh hati.
Mereka adalah agen perubahan menuju masyarakat berprestasi. Mereka adalah individu-individu yang menerima, dengan lapang dada, kondisi lingkungan yang sulit. Mempelajari situasi, lalu berkontribusi sesuai kapasitasnya dalam bidang ekonomi, pendidikan, sosial, kesehatan, politik, dan sebagainya.
Di satu sisi, orang beriman adalah orang yang paling bertakwa, paling berprestasi dengan memberi kontribusi. Di sisi lain, orang beriman adalah orang-orang yang bertawakkal, berserah diri kepada Allah. Mereka yakin semua yang terjadi di alam semesta adalah yang terbaik sesuai skenario Allah. Maka tidak ada keluh kesah bagi orang beriman. Tidak ada nyinyir, tidak ada konspirasi, tidak ada kelicikan, pun tidak ada korupsi bagi orang beriman. Hanya ada takwa dan tawakkal.
2. Teori Sosial
Peran masyarakat sangat besar untuk membentuk karakter masing-masing individu. Barangkali masyhur, terkenal, di masyarakat kita, “Setiap bayi terlahir suci, orang tuanya yang menjadikan dia jadi Majusi atau lainnya.” Peran orang tua dan masyarakat luas sangat besar dalam pendidikan anak.
Dari sudut pandang teori sosial, kemajuan masyarakat dan individu lebih ditentukan oleh sistem sosial. Meski peran masing-masing individu ada, namun, peran terbesar ada pada sistem masyarakat. Maka, peran negara dan pemerintahan menjadi penting. Apalagi, saat ini, kita sedang berada di jaman digital dan pandemi. Kebijakan pemerintah yang tepat, benar-benar, diharapkan menjadi solusi terbaik.
Media online digital, media sosial, bergerak dari suatu inovasi tanpa regulasi. Maksudnya, keunggulan dari media sosial ada pada sifatnya yang bebas. Setiap orang bebas mengungkapkan opini dan pengalamannya melalui media sosial tanpa ada batasan yang ketat dari pemerintah. Seperti kita duga, kebebasan di media sosial melahirkan orang-orang sukses baru sekaligus ancaman terhadap hidup bermasyarakat.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah konten digital saat ini nyaris dipenuhi oleh konten pamer kekayaan, obrolan kepo, hiburan receh, dan lain-lainnya. Sementara konten yang bermuatan edukasi teramat sedikit. Lebih parah lagi, konten edukasi yang sedikit kuantitasnya itu, malah lebih sedikit lagi peminatnya. Situasi seperti ini tidak sehat secara sosial. Maka kita perlu ada suatu gerakan atau kebijakan dari yang berwenang agar konten-konten edukasi lebih terangkat sehingga membawa kemajuan bagi masyarakat luas.
3. Masyarakat Berprestasi
Sukses sebagai konten kreator dengan jutaan subscriber dan penghasilan ribuan dolar adalah tanda bahwa ia seorang yang berprestasi. Tetapi saya ragu apakah prestasi seperti itu juga termasuk dalam makna takwa? Sebagaimana sering saya sebutkan, makna takwa adalah berprestasi dengan mengikuti perintah Allah dan menjauhi larangan-laranganNya.
Meski berhasil menggaet jutaan subscriber, bila konten videonya tidak bermanfaat bagi masyarakat maka itu bukan takwa. Barangkali itu sukses dalam arti duniawi. Kita membutuhkan masyarakat yang berprestasi untuk duniawi dan ukhrowi (dunia akhirat). Dan, media digital bisa menjadi salah satu sarana untuk menciptakan masyarakat yang berprestasi.
Saya sendiri mengelola beberapa canel edukasi, yang saya harapkan bisa memberi manfaat bagi masyarakat luas. Beberapa teman pengelola canel edukasi sering menceritakan bahwa membuat konten edukasi sulit karena harus melakukan riset dulu agar kontennya bernilai benar. Meski sulit, penontonnya tetap sedikit. Berbeda dengan konten iseng-iseng yang bikinnya tanpa riset tapi yang nontonnya bisa jutaan orang.
Kita perlu inovasi untuk menemukan cara agar konten edukasi lebih berkembang di masyarakat yang pada gilirannya mendorong terciptanya masyarakat berprestasi. Saya menemukan cara membuat konten video edukasi yang mudah – tidak sulit lagi. Hanya dengan alat seadanya, handphone biasa, kita sudah bisa membuat konten edukasi yang berkualitas. Sedangkan cara agar video edukasi ditonton masyarakat secara luas dan banyak, ternyata memang sulit dilakukan. Meski pun ada beberapa cara yang bisa dicoba.
Beberapa hari lalu saya membuat video edukasi yang menjadi trending di youtube. Sudah ditonton ratusan ribu orang hanya dalam beberapa menit. Tentu itu luar biasa, surprise buat saya. Saat itu masyarakat sedang membutuhkan informasi bagaimana cara menentukan tanggal 1 Ramadhan. Maka saya membuat video edukasi cara menentukan 1 Ramadhan dengan metode hisab rukyat dan beberapa saran untuk menyikapinya dengan baik. Terbukti, video tersebut berhasil menjadi video trending di youtube.
Dengan semangat takwa, meraih prestasi, kita perlu terus saling bekerja sama memajukan negeri dan alam ini.
“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (QS 76:9)
Kita lakukan semua dengan penuh ikhlas dan hanya mengharap ridho dariNya.
Bagaimana menurut Anda?
Tinggalkan komentar