Bersama siapa Anda hidup? Menentukan kualitas hidup Anda – dan kualitas mati Anda.
Kita, selalu hidup bersama alam semesta, bersama yang lain, bersama masalah, bersama Tuhan, dan bersama dunia digital. Sikap kita, cara pandang kita, dalam hidup bersama akan menentukan kualitas akhir kita. Kabar baiknya, kita bisa memilih cara pandang itu.

Hidup Bersama Harta
Tampak jelas, hidup dalam kecukupan harta adalah suatu kebahagiaan. Benarkah begitu?
Ketika masih anak-anak, rajinlah sekolah. Lanjut kuliah, lulus dengan nilai terbaik. Bekerja di kantor dengan gaji tinggi. Hidup bahagia bersama harta. Bukankah itu cita-cita mulia? Dan, apalagi, seluruh hidup kita jalani dengan taat kepada hukum yang berlaku. Bahagialah hidupmu.
Nyatanya, hidup bersama harta – dan jabatan – tidak selalu mudah. Kita sering membaca berita orang kaya ditangkap polisi karena narkoba – cantik pula dia. Bahkan sepasang pangeran dan putri Inggris ada yang dengan sengaja mengundurkan diri sebagai anggota kerajaan. Padahal, pangeran dan putri itu, tiap tahun dijamin seluruh kebutuhannya. Sekitar 30 milyard rupiah per tahun. Atau hampir 3 milyard per bulan mereka terima. Tetapi hidup bersama harta tidak dijamin bahagia. Mereka memilih bekerja sebagai warga biasa, mendapat uang dari jerih payahnya, lebih bermakna.
Bagaimana pun ada keunggulan hidup sebagai orang kaya. Sebagai pangeran, Anda bisa sewaktu-waktu, melepas gelar pangeran itu. Kemudian menjadi warga biasa. Sementara rakyat biasa, tidak bisa tiba-tiba mau jadi pangeran. Begitu juga orang kaya, bisa sewaktu-waktu, menghibahkan hartanya 2 T. Lalu menjalani hidup sebagai warga biasa. Sedangkan, orang miskin, tidak bisa sewaktu-waktu menjadi orang kaya.
Baik orang kaya atau pun orang tidak berpunya harta, mereka sama-sama, bisa hidup bahagia. Bisa juga, karena harta, menjadi sengsara.
Hidup Bersama Cinta
Anda yang sedang jatuh cinta barangkali sepakat dan percaya: hidup bersama cinta adalah yang paling bahagia.
Benar. Cinta menjadikan hidup lebih bahagia. Tiap detik menjadi penuh makna, bertabur cinta. Ke mana pun arah mata memandang, hanya ada cinta. Betapa bahagianya.
Dalam kadar yang lebih lembut, cinta menampakkan diri dalam bentuk hobi. Berbahagialah Anda yang bekerja sesuai hobi. Setiap hari, melakukan hobi digaji tinggi. Tampaknya, ideal sekali.
Orang yang hobi sepak bola, bekerja sebagai pemain bola. Nikmat luar biasa. Tapi, kita bisa membaca pengalaman bagaimana kisah akhir para atlet tingkat dunia? Ada yang terjerat narkoba. Ada yang terlibat kriminal. Dan ada macam-macam kesulitan.
Cinta dalam asmara barangkali lebih bahagia. Kita, juga, sering mendengar adanya cinta segitiga. Ada sang pendusta. Ada pengkhianat cinta. Yang awalnya, cinta, menjadikan hidup bahagia, berubah menjadi petaka. Hidup merana tidak ada obatnya.
Cinta bagai pedang bermata dua. Bisa bikin bahagia atau petaka. Bagaimana pun, setiap orang berhak hidup bahagia bersama cinta.
Hidup Bersama Tuhan
Hidup bersama Tuhan adalah cita-cita tertinggi bagi umat beragama. Sementara, mereka yang tidak beragama, harus merumuskan sendiri konsep hidup bersama tuhan.
Manusia yang mendaki jalan menuju hidup bersama Tuhan akan berhasil meraih puncaknya. Dalam kebersamaan Tuhan, tenggelam dalam cinta, hanyut dalam cinta, berenang dalam cinta.
Muncul kesadaran tertinggi. Akulah Tuhan. Akulah Kebenaran. Tingkat kesadaran tertinggi kedua muncul. Dialah Tuhan. Dialah Kebenaran. Dan, terakhir, tingkat kesadaran tertinggi sejati muncul. Engkaulah Tuhan. Engkaulah Kebenaran.
Al Ghazali dalam “Singgasana Bijaksana” menyatakan: “Maka dengan-Ku mendengar, dan dengan-Ku melihat… maka tiada lagi dualisme. Maka jika saja pijakan Anda kuat dengan rahasia yang mantap, sehingga dapat menundukkan “mabuk” Anda, Anda akan berkata, “Huwa” (Dia). Dan ketika kondisi ektase telah menguasai dan melampaui batas ketetapan, Anda akan berkata, “Anta” (Engkau).”
Akulah Kebenaran
Orang-orang suci berkata jujur ketika mengatakan, “Akulah Kebenaran.” Tidak masalah dengan orang suci itu. Tidak ada masalah pula dengan murid-murid terbaiknya.
Masalah muncul ketika orang awam mengatakan, “Akulah kebenaran.” Klaim sepihak yang bisa membawa bencana bagi masyarakat. Karena aku benar maka pihak lain adalah salah. Pihak lain adalah kafir, pihak lain adalah sesat. Semua yang berbeda dengan aku, pihak yang tidak sepaham denganku, adalah salah. Mereka harus diluruskan. Jika tidak bisa diluruskan maka dipatahkan saja.
Untung saja ada aturan dan undang-undang untuk menjaga kehidupan bersama. Meski mereka mengklaim yang paling benar, mereka harus tetap taat kepada aturan dan undang-undang. Tetapi mereka meng-klaim bahwa aturan dan undang-undang itu sendiri batil, tidak sah. Maka mereka tetap berusaha menegakkan klaim kebenaran mereka dengan beragam cara. Bahkan mereka rela mengorbankan apa saja, termasuk nyawa orang lain dan dirinya, demi klaim kebenaran sepihak itu.
Kita perlu lebih cermat menghadapi problem klaim kebenaran ini.
Dialah Kebenaran
Dia telah memberikan petunjuk melalui kitab dan alam semesta. Dia bermanifestasi di seluruh jagad raya. Tanda-tanda kemuliaanNya ada di seluh penjuru semesta. Ke mana pun kita menghadap hanya ada kebenaranNya.
Alangkah indahnya, segala sesuatu adalah manifestasiNya.
Masalah bisa saja muncul ketika ada mereka yang berbeda. Mereka yang seharusnya adalah manifestasiNya, bergeser menjadi sesuatu yang berbeda. Mereka adalah sekawanan babi. Mereka adalah sekawanan anjing. Mereka adalah najis. Mereka, mengapa jadi bukan manifestasi? Mereka adalah orang kafir. Mereka adalah orang sesat. Sebuah klaim kebenaran yang berbahaya.
Mereka yang tidak sepaham dengan – interpretasi – kitab saya adalah sesat. Mereka harus diluruskan.
Sekali lagi, kita beruntung sudah ada aturan dan undang-undang untuk menjaga kedamaian hidup bersama. Saling respek, saling hormat antara sesama perlu terus kita masyarakatkan. Dan, mereka adalah manifestasiNya.
Engkaulah Kebenaran
Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau.
Engkau selalu hadir di depan mata. Ke mana pun aku melangkah, selalu berlimpah anugerahMu. Kitab suci adalah petunjukMu. Alam raya adalah manifestasiMu. Masyarakat luas adalah pancaran cahayaMu.
Indahnya, selalu menatap karuniaMu. Bahagianya selalu dialog bersamaMu. Asyiknya selalu berteman denganMu.
Ketika covid datang, itu adalah petunjuk dariMu. Pesan apa yang hendak Engkau sampaikan melalui pandemi? Engkau selalu menyapa dan membimbingku. Pandemi adalah ajakanMu untuk dialog selalu.
Koruptor ada di negeri ini, berulang kali. Pesan apa yang Engkau kirimkan? Koruptur itu adalah makhlukMu. Aku adalah hambaMu. Engkau mengajakku untuk membangun sistem sosial yang adil makmur. Yang mencegah koruptor masuk kantor. Di negeri Indonesia yang tercinta. “Tiada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau. Sungguh aku termasuk orang yang lemah.”
Kesehatan adalah anugerahMu. Kebahagian adalah karuniaMu. Hidupku dan matiku adalah untukMu.
Tinggalkan komentar