Meski manusia ingin mati, dia tidak bisa mati. Manusia tidak bisa mati. Karena, ketika mati datang, manusia tidak lagi jadi manusia. Badan manusia berubah menjadi mayat, bukan lagi manusia. Jiwa manusia, setelah mati, tidak lagi jadi manusia. Jiwa adalah jiwa itu sendiri atau arwah atau ruh. Atau, justru dia adalah manusia sejati?
Seorang manusia, misalnya Anda, tidak bisa mati. Ketika Anda ada maka tidak mati. Ketika mati tiba maka Anda tidak ada. Diri Anda dan kematian tidak pernah bersama-sama.
Bukankah setiap manusia pasti mati?

Benar saja, pengamatan kita menunjukkan bahwa setiap manusia, pada waktunya, pasti mati. Semua orang yang pernah hidup di masa lalu, akhirnya, mati. Barangkali, kita masih bisa menemukan orang berumur 100 tahun meski jarang. Tetapi, kita nyaris tidak akan bisa menemukan orang yang berumur 200 tahun saat ini. Artinya, orang-orang yang lahir 200 tahun lalu, atau yang lebih lama, semuanya sudah mati. Setiap manusia pasti mati.
1. Paradox Mati
2. Setelah Mati
3. Siap Mati
Pertama, mati memang paradoks. Membingungkan, bahkan menakutkan. Mati adalah akhir kehidupan, di saat yang sama, adalah awal kehidupan. Ketika manusia lahir, sudah dipastikan dia pasti akan mati. Hanya dibentangkan waktu dari lahir sampai mati, pasti. Mati bisa terjadi berkali-kali: mati sebelum mati.
Kedua, apa yang terjadi setelah mati? Tentu saja sulit menjawabnya. Karena, setiap orang yang sudah mati tidak pernah kembali ke sini untuk berbagi informasi. Kaum materialis, barangkali, meyakini setelah mati tidak ada kehidupan. Hati kecil terdalam kita mengharuskan bahwa ada kehidupan setelah mati. Agama-agama besar dunia mengajarkan adanya realitas kehidupan setelah mati, alam kubur dan akhirat. Para pemikir besar dunia juga mengajarkan bahwa realitas kehidupan setelah mati lebih nyata dari kenyataan itu sendiri.
Ketiga, apa yang perlu kita siapkan menghadapi kematian? Kita bisa melupakan kematian, toh, kematian tetap datang. Kita bisa bersiap-siap menghadapi kematian, toh, siap atau tidak siap, kematian tiba-tiba datang. “Dan janganlah kamu mati kecuali kamu dalam keadaan selamat.”
1. Paradox Mati
2. Setelah Mati
3. Siap Mati
Bagaimana pun, dalam hidup ini, kita perlu bersikap terhadap kematian. Kita bisa memilih untuk melupakan kematian. Atau, kita justru bisa memilih untuk terus ingat kematian. Dan, kita bisa bervariasi antara lupa dan ingat mati. Lebih penting dari itu, apa sikap kita selanjutnya? Hidup menjadi bermakna karena ada mati. Hidup menjadi bermakna karena ada batas waktu. Hidup menjadi bermakna karena ada batas kesempatan. Hidup menjadi bermakna karena serba terbatas.
Jika hari ini adalah hari terakhir dalam hidup Anda maka apa yang akan Anda kerjakan? “Dan janganlah kamu mati kecuali kamu dalam keadaan selamat.”
3.1 Melupakan Kematian
Sikap paling mudah bagi manusia adalah melupakan kematian. Kemudian menjalani kesibukan hidup yang tidak ada habisnya. Sibuk kerja, berkarya, pesta pora, doa, dan sibuk apa saja asal bisa untuk melupakan datangnya ajal. Di tengah kesibukan seperti itu, kita bisa lupa mati. Tetapi, mengapa kadang-kadang masih ingat mati juga?
3.11 Sibuk Kerja
3.12 Sibuk Karya
3.13 Sibuk Pesta
3.14 Sibuk Doa
3.15 Sibuk Apa Saja
3.2 Mengingat Kematian
Mengingat mati merupakan sikap yang lebih baik bagi kita. Dengan ingat mati segalanya menjadi penuh arti. Mati adalah jalan pasti bagi kita untuk menempuh perjalanan lebih jauh, lebih hakiki. Mati adalah perpindahan alam masa kini menuju alam nanti – pertemuan masa depan, masa lalu, dan masa kini. Selanjutnya, setelah ingat mati, kita menjalani hidup penuh arti. Sibuk kerja adalah cara kita memberi manfaat kepada kehidupan dan mengumpulkan bekal kematian. Doa adalah penguat kehidupan dan cahaya kematian. Hidup adalah langkah-langkah perjalanan dalam bentangan sajadah panjang kematian.
3.21 Memaknai Mati
3.22 Memaknai Hidup
3.33 Menjalani
Tinggalkan komentar