Politisasi Cinta

Politik adalah segalanya. Tidak ada sisi kehidupan yang terlepas dari politik. Kehidupan pribadi perlu politik. Kehidupan rumah tangga, kantor, negara, dan bahkan internasional, semuanya melibatkan politik. Politik adalah universal.

Tetapi, cinta adalah segalanya. Hanya cinta, yang menjadikan segala menjadi bermakna. Seluruh alam raya, termasuk jiwa terdalam manusia, adalah manifestasi cinta. Apakah dengan demikian, politik sama dengan cinta? Setidaknya, politik mengikat erat cinta? Kita akan membahas politisasi cinta di bagian ini.

1. Politik Universal
1.1 Luma
1.2 Tata
2. Subyek
3. Politik Cinta
3.1 Pandemi Cinta
3.2 Ledakan Kesenjangan
3.3 Solusi Tataluma
4. Sistem Kekuasaan
4.1 Kerajaan
4.2 Demokrasi
4.3 Digitalisasi
5. Transformasi
5.1 Konservatif
5.2 Progresif
5.3 Median
5.4 Kudeta
5.5 Perang
6. Ideologi
6.1 Teokrasi
6.2 Sosial
6.3 Liberal
7. Keadilan
7.1 Kebebasan
7.2 Kesenjangan
7.3 Kemajuan
8. Diskusi
8.1 Selalu Meledak
8.2 Alternatif Jalur
8.3 Parameter Keadilan

Politik itu kejam. Bahkan, lebih kejam dari perang. Karena, perang bisa selesai dengan damai. Politik tidak bisa selesai dengan damai: harus ada yang kalah agar ada yang menang. Dalam politik, ketika terjadi koalisi pun, semua pihak harus kalah kecuali yang terpilih jadi presiden, sebagai pemenang tunggal.

Politik adalah kompetisi menang-kalah. Agar seseorang bisa jadi bupati, maka orang lain harus kalah, orang lain tidak boleh jadi bupati. Jika ada bupati tandingan maka masuk kategori makar yang harus ditumpas, harus dikalahkan. Politik adalah merebut kekuasaan untuk mengalahkan semua lawan. Cara pandang politik seperti itu hanyalah satu sudut pandang belaka. Ada banyak sudut pandang yang berbeda.

Politik adalah cahaya. Bahkan, politik adalah cahaya yang sangat kuat menerangi alam raya. Politik mengajak umat manusia menuju cahaya, secara bersama-sama mau pun personal. Cahaya politik menembus setiap lubang semesta, menebarkan percik-percik sinar harapan. Politik adalah matahari kehidupan, yang menghangatkan hati-hati yang beku, meruntuhkan setiap belenggu. Politik adalah kudu.

Kita akan mengawali kajian dengan membahas ontologi politik universal, di mana, politik memang ada di mana-mana. Sambil jalan, pembahasan kita akan bertabur dengan tema cinta. Di bagian akhir, kita membahas yang paling penting dari politik: keadilan. Meski, hampir setiap orang paham bahwa adil adalah yang paling penting, nyatanya, keadilan bagai hanya sebuah impian di kancah politik. Kita merumuskan beberapa solusi untuk meraih politik yang adil.

1. Politik Universal

Politik bersifat universal, dalam arti, politik ada di mana-mana dan kapan saja. Karena politik, sejatinya, adalah tataluma: bersatunya antara karakter luma dan tata. Karakter “luma ” selalu bersifat “meledak” memenuhi segala yang ada. Sementara, karakter “tata” selalu bersifat menata segala yang ada.

1.1 Luma

Realitas ontologi paling fundamental adalah “luma” yang karakter utamanya adalah “selalu memberi.” Tentu saja, kita tidak bisa mendefinisikan luma dengan kata-kata. Kita hanya bisa memaknai “luma.” Luma selalu memberi tanpa henti. Jika luma berhenti memberi maka runtuhlah alam raya ini, runtuhlah segalanya. Segala yang ada bersandar kepada luma. Logika tidak bisa membatasi luma, sebaliknya, logika justru perlu bersandar kepada luma.

Politik adalah pancaran utama dari luma. Tanpa politik, umat manusia hancur. Tanpa politik, peradaban luluh lantak. Seperti dalam luma, dalam politik, logika bisa lumpuh. Logika justru perlu bersandar kepada politik. Politik seperti apakah, yang bisa, menjadi sandaran logika? Politik yang luma.

Dalam realitas politik, luma nyaris tidak pernah terbentuk dengan sempurna. Politik membelokkan luma sehingga politik menjadi bahaya. Secara ontologis, luma bersatu dengan tata, sedemikian hingga, sinaran politik selalu menabur cinta untuk seluruh semesta. Ketika politik memisahkan tata dari luma, maka, politik, yang sejatinya adalah cahaya bening, berubah menjadi hitam atau merah atau kuning.

Hitam adalah politik yang mendominasi pihak lain, menindas pihak lemah, dan mengksploitasi alam raya sampai hancur. Merah adalah politik hitam hanya saja sedikit tampak lebih lembut, yaitu, menindas pihak lain tetapi tidak sampai menghancurkannya. Pihak lemah tidak perlu hancur agar, bisa terus, diperas tenaganya. Sementara, kuning adalah politik tingkat tinggi paling licik. Mereka sejatinya hitam dan merah tetapi punya cara menutupi politik kejamnya dengan satu dan lain cara. Sehingga, kuning mengaku dirinya adalah politik yang suci nan bening bersinar. Bahkan, kuning mampu menipu diri, merasa dirinya adalah yang paling benar.

Kita perlu menyatukan kembali tata dan luma agar politik kembali menjadi bening – tidak hitam, merah, atau kuning. Sarana untuk menyatukan tata dan luma adalah politik itu sendiri. Mana mungkin politik bisa memperbaiki politik? Apakah mungkin manusia bisa memperbaiki manusia? Apakah mungkin kejahatan bisa memperbaiki kejahatan? Dunia ini adalah dunia kemungkinan. Bahkan, melebihi segala kemungkinan.

1.2 Tata

Tata adalah realitas ontologis paling fundamental. Tata adalah luma yang kita kaji dari sudut pandang berbeda. Karakter tata adalah selalu menata untuk mencapai sakina – keseimbangan dinamis. Dalam realitas fundamental, luma dan tata adalah satu kesatuan tak terpisahkan. Luma selalu memberi dan tata selalu menata.

Dalam politik, luma dan tata sering terpisah. Tanpa tata, politik menjadi kacau karena kebanyakan luma, atau kekurangan luma. Politik menjadi hanya mendominasi pihak lain. Politik menjadi lupa bahwa dia harus meraih sakina bersama tata. Sehingga, tugas kita dalam politik adalah untuk kembali menyatukan luma dan tata sehingga tercipta politik sakina. Tentu, itu adalah tugas yang sulit. Barangkali, mustahil untuk berhasil?

Karena politik adalah luma, politik adalah tata, maka politik selalu ada di mana saja.

2. Subyek

Siapa saya? Saya adalah subyek yang bertanya. Saya adalah kulo. Dalam politik, kulo hanya sekedar sumber daya yang memberi suara dalam pemilu, kemudian, dilupakan oleh pejabat pemenang. Kulo yang seharusnya jadi subyek berubah menjadi obyek, bahkan obyek penderita.

Bagaimana pun, kulo adalah subyek. Sehingga, ketika kulo dijadikan obyek, dalam beberapa kesempatan, pasti ada perlawanan. Kulo adalah perlawanan politik. Bahkan, ketika kulo dipastikan menjadi subyek, tetap saja, kulo akan melakukan perlawanan. Kulo adalah kulo. Kulo bukan subyek seperti itu. Lebih-lebih, kulo bukanlah obyek.

Hanya saja, kadang kulo terlalu kuat karakter luma. Sehingga kulo mendominasi pihak lain. Atau, sebaliknya, kulo justru sembunyi dari hiruk-pikuk politik. Kulo perlu tata agar sakina dalam semesta politik. Kulo perlu luma dan tata.

Bagaimana proses terbentuknya subyek kulo? Ada beragam alternatif jawaban: evolusi, agama, void, prosedur, power, dasein.

2.1 Evolusi

Sains empiris menjelaskan bahwa subyek kulo muncul melalui proses evolusi materialis. Ada banyak pandangan dari sains. Pandangan materialisme absolut meyakini bahwa hanya materi yang eksis secara nyata. Sehingga, hanya badan manusia yang eksis secara nyata. Sedangkan, kesadaran subyek hanya ilusi.

Pandangan emergen menyatakan bahwa pada awalnya hanya ada komponen-komponen penyusun sistem saja. Yaitu, hanya ada sel telur dan sel sperma. Kemudian telur dan sperma ini membentuk satu sistem baru dan memunculkan, emergen, karakter kesadaran subyek. Bagaimana pun karakter subyek ini melebihi dari karakter komponen-komponen penyusunnya.

Pandangan dualisme meyakini bahwa subyek dan materi sama-sama eksis secara nyata dan saling independent.

Kajian “subyek” secara sains masih terus berkembang dinamis. Tentu saja, secara politis, lebih dinamis.

2.2 Agama

Pandangan dari agama beragam karena agama sendiri beragam. Barangkali, secara umum, agama memandang bahwa subyek kulo adalah manifestasi ruh suci yang merupakan anugerah dari Tuhan. Dengan demikian, subyek kulo melampaui batasan-batasan materi. Akibatnya, dalam politik, subyek kulo akan memunculkan problem-problem besar. Meski pun, subyek kulo itu sendiri yang harus bertanggung jawab terhadap problem politik yang diakibatkannya.

2.3 Void

Subyek kulo adalah void atau hampa atau nothingness. Konsep void ini kompleks meski sederhana. Void tidak eksis karena memang hampa. Tetapi, konsep void adalah eksis dan konsekuensi dari void juga eksis di alam realitas. Jadi, cukup tepat, void menggambarkan kompleksitas dari subyek kulo.

Subyek kulo sebagai void tidak bisa dibatasi, tidak bisa definisikan, dan tidak bisa diikat. Jadi, kulo adalah freedom murni. Cita-cita politik adalah void yang menampakkan diri dalam bentuk materi. Ketika kulo berhasil meraih cita-cita politik berupa materi, kulo tidak puas. Justru, kulo makin dahaga akan cita-cita politik yang lebih besar lagi. Demikian seterusnya, kulo tidak pernah berhenti mengejar cita-cita politik. Akibatnya, politik tidak akan pernah berhenti dari gejolak dalam rentang waktu yang lama.

2.4 Prosedur

Subyek kulo adalah prosedur. Dari realitas chaos, dampak dari void terhadap realitas, maka muncullah suatu prosedur. Muncul suatu kebiasaan yang berkomitmen mempertahankan kebiasaan. Prosedur itu adalah subyek kulo.

Prosedur, yaitu subyek kulo, akan selalu menghadapi realitas yang chaos. Bagaimana pun, kulo akan konsisten menerapkan prosedur yang sudah dimilikinya. Sampai suatu saat ada realitas tertentu, yaitu event, yang tidak bisa ditangani oleh prosedur. Kulo, dengan terpaksa atau suka rela, mengembangkan prosedur baru.

Sistem politik adalah prosedur yaitu subyek kulo itu sendiri. Setiap saat, sistem politik menghadapi event yang tidak sesuai prosedur. Sehingga, politik terus berubah. Politik menciptakan prosedur baru tanpa henti.

2.5 Power

Subyek kulo adalah relasi power – relasi kekuasaan. Beragam realitas di dunia ini saling berinteraksi dan menciptakan relasi power. Salah satu bentuk relasi power itu adalah subyek kulo. Selanjutnya, subyek kulo menggunakan power untuk menciptakan relasi power yang lebih kompleks.

Sistem politik adalah relasi power yang diciptakan oleh subyek kulo – yang juga merupakan produk dari relasi power. Akibatnya, sistem politik tidak pernah stabil. Sistem politik akan selalu dinamis karena relasi power selalu berubah-ubah.

2.6 Dasein

Subyek kulo adalah istilah lebih sederhana dari dasein. Sementara, dasein adalah being-there adalah wujud-nyata. Dasein menjadi istimewa karena peduli terhadap eksistensi dirinya. Dasein peduli dengan mengajukan pertanyaan bagaimana nasib diriku dan alam sekitarku di masa depan?

Dasein selalu berwawasan masa depan – wawasan futiristik. Sehingga, subyek kulo juga selalu berwawasan masa depan.

Sistem politik yang melibatkan subyek kulo akan terbawa peduli dengan masa depan. Dengan kata lain, masa depan akan menarik sistem politik bergerak untuk menuju masa depan. Sistem politik tidak pernah bisa diam; selalu dinamis. Lebih dinamis lagi karena masa depan adalah posibilitas, freedom, dan komitmen.

Sampai di sini, kita memahami bahwa sistem politik akan selalu dinamis. Jiwa manusia, yaitu subyek kulo, mendorong sistem politik untuk terus berubah. Jiwa adalah luma. Tetapi, sistem politik adalah konteks yang menyediakan kesempatan bagi jiwa untuk gerak maju. Sistem politik adalah tata. Jadi, politik adalah tataluma. Kita membutuhkan keduanya.

3. Politik Cinta

Politik adalah manifestasi cinta. Politik adalah bersatunya kembali luma dan tata. Sehingga, politik adalah tataluma.

3.1 Pandemi Cinta

Saat ini, kita memasuki era pasca pandemi. Politik cinta, sebagai tataluma, menjadi lebih penting lagi. Jika tidak, politik bisa menghancurkan bumi lebih ngeri dari sekedar pandemi. Kita berada pada era pandemi cinta yang akan disusul dengan kemakmuran cinta.

Catatan sejarah menunjukkan bahwa setelah krisis, misal setelah pandemi, akan disusul masa-masa kemakmuran umat manusia. Akan lahir inovasi-inovasi baru. Akan lahir kekuatan-kekuatan politik baru. Akan lahir kekuatan-kekuatan ekonomi baru. Kabar buruknya, ketimpangan sosial makin menganga. Kaum miskin makin tertindas. Wong cilik makin terpinggirkan.

Bagaimana bisa begitu? Kemakmuran meningkat tapi kemiskinan meluas? Mengapa yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin?

Sistem politik dan ekonomi, saat ini, mendukung situasi seperti itu. Maka, kita perlu mengarahkan kembali politik cinta ke jalur tataluma.

3.2 Ledakan Kesenjangan

Dengan sedikit ilustrasi, kita lebih mudah memahami situasi. Sebelum pandemi, atau sebelum krisis, misal rakyat miskin menguasai 20% kekayaan dan rakyat kaya menguasai 80% kekayaan sisanya. Tentu saja, rakyat miskin dipenuhi oleh jutaan jiwa. Sementara, rakyat kaya hanya terdiri segelintir orang saja. Ketika terjadi pandemi, semua tatanan kacau. Kemudian, akan terbentuk tatanan baru, politik dan ekonomi.

Yang jelas terjadi, harga-harga melambung tinggi. Angka inflasi ikut melambung tinggi. Bagaimana pun, angka inflasi akan terkendali pada akhirnya. Pertama, angka inflasi dihitung berdasar berbagai macam parameter kompkles. Sehingga, rakyat tidak mudah menguji keandalan angka inflasi. Kedua, angka inflasi adalah pertumbuhan. Akibatnya, pikiran rakyat, dan politikus, mudah tertipu. Ketiga, ada pihak yang diuntungkan dengan kompleksitas angka inflasi.

20202021Inflasi
50100100%

Harga-harga di tahun 2020 adalah 50 rupiah. Kemudian naik menjadi 100 rupiah di tahun 2021. Maka angka inflasi adalah (100 – 50)/50 = 100%. Angka inflasi setinggi itu tentu bahaya. Semua pihak akan mencari cara untuk menanganinya. Tapi, perhatikan apa yang terjadi di tahun 2022? Semua solusi sudah tersedia.

20212022Inflasi
1001022%

Tahun 2022, harga naik lagi menjadi 102 rupiah dari, yang tahun 2021 adalah, 100 rupiah. Angka inflasi (102 – 100)/100 = 2%. Wow… angka inflasi sudah selesai. Inflasi 2% adalah angka inflasi terbaik untuk sistem ekonomi.

Di sisi rakyat kecil, menjerit penuh derita. Harga-harga melonjak tinggi dari 50 menjadi 102. Ongkos buruh kerja, bagi rakyat kecil, sulit sekali untuk naik. Penghasilan bahkan turun drastis akibat pandemi. Bukankah total uang beredar tetap sama? Bahkan, uang beredar bisa bertambah karena mencetak uang baru? Di mana mereka – uang yang berlimpah itu?

Tentu saja, ilustrasi di atas adalah sangat sederhana. Realitasnya, akan berupa angka-angka yang kompleks. Tetapi, kiranya cukup, memberi ilustrasi bagi kita bagaimana sistem politik dan ekonomi mengarahkan pemahaman kita ke arah yang salah. Tidak selalu salah, kadang benar, bahkan sejatinya memang benar, parameter-parameter yang ada itu. Justru, karena ada campur aduk antara benar dan salah, maka, tugas kita memang tidak mudah.

Mari kita lanjut skenario pasca pandemi. Sebelum pandemi, rakyat miskin menguasai 20% kekayaan, dan rakyat kaya menguasai 80% kekayaan. Setelah pandemi, gaji rakyat miskin, dan penghasilan petani peternak, naik dari 20 menjadi 30 rupiah. Rakyat miskin gembira, penghasilan mereka naik. Tetapi rakyat miskin menangis karena harga-harga naik lebih tinggi.

Ukuran ekonomi melonjak pasca pandemi dari 100 menjadi 200. Sementara, rakyat miskin ikut naik penghasilan mereka dari 20 menjadi 30. Dengan proporsi yang sama, aset juga bisa kita estimasi. Bagaimana dengan penghasilan rakyat kaya? Penghasilan rakyat kaya hanya meningkat sisanya. Yaitu, 200 dikurangi porsi rakyat miskin 30 maka sisa 170. Penghasilan rakyat kaya berlipat dari 80 sebelum pandemi menjadi 170 setelah pandemi. Kabar gembira!

Porsi EkonomiSebelumPasca Pandemi
Miskin2030
Kaya80170

Secara absolut, pertumbuhan ekonomi memang bagus dari 100 menjadi 200, pasca pandemi. Secara nyata, bisa berbeda.

Rakyat miskin, nilai ekonomi, tumbuh dari 20 menjadi 30. Secara proporsi turun dari 20% = 20/100 menjadi 15% = 30/200. Lebih rumit lagi daya beli orang miskin. Karena harga-harga naik berlipat 2 kali, meski inflasi terkendali pada akhir pandemi, daya beli juga turun dari 20% menjadi sekitar hanya 15%.

Rakyat kaya tumbuh dari 80 menjadi 170, pasca pandemi. Secara proporsi juga naik menjadi 85%. Lebih bagus lagi, daya beli juga naik dari 80% menjadi 85%.

3.3 Solusi Tataluma

Solusi apa yang kita perlukan? Solusi politik cinta yaitu tataluma. Tidak ada yang salah dari parameter ekonomi dan politik seperti ilustrasi di atas. Hanya saja, kita perlu melangkah lebih jauh agar, pasca pandemi, poilitik ekonomi tumbuh lebih adil makmur. Yang miskin tambah kaya, dan yang kaya boleh makin kaya. Yang lemah makin berdaya, dan yang kuat boleh lebih berdaya.

Luma, karakter politik yang terus meledak, memang akan mendorong umat manusia bergerak maju. Di saat yang sama, tata perlu menjadi lebih kuat menata sistem politik agar merata seluruh daya.

Langkah pertama paling penting adalah menguatkan posisi politik rakyat kecil. Mereka perlu sadar bahwa mereka adalah umat manusia yang berharga. Setiap jiwa rakyat miskin sama berharganya dengan jiwa orang kaya. Pendidikan bagi rakyat kecil menjadi utama. Mereka, rakyat kecil, mampu berkontribusi tinggi bagi umat manusia sebagai mana rakyat kaya juga bisa berkontribusi nyata. Rakyat kecil memiliki daya tawar yang kuat sebagai mana rakyat kaya. Rakyat kecil adalah orang merdeka, begitu juga orang kaya. Di bagian selanjutnya, kita akan membahas beragam solusi yang terbuka. Solusi kita akan bergerak di sekitar ide politik tataluma.

4. Sistem Kekuasaan

Banyak sistem kekuasaan, baik secara teori mau pun realitas yang beragam. Kita akan mendiskusikan tiga sistem kekuasaan yang paling penting. Sistem kekuasaan ini, bisa saja saling terkait.

4.1 Kerajaan

Sistem kekuasaan kerajaan, barangkali, paling sederhana. Di mana, seorang raja berkuasa dan orang lainnya adalah rakyat atau pegawai kerajaan. Orang, pada umumnya, menganggap sistem kerajaan adalah alamiah. Raja, yang paling berkuasa, mendapat hak sebagai raja karena warisan dari leluhur. Dan, warisan kekuasaan turun-temurun sudah berlangsung ratusan tahun. Hal yang sama berlaku kepada rakyat. Seorang anak mewarisi rumah dari orang tuanya.

Kekuasaan raja bisa jatuh akibat diserang oleh raja lain yang lebih kuat atau dikudeta oleh pihak-pihak tertentu dalam kerajaan itu sendiri. Perpindahan kekuasaan semacam itu kadang diwarnai pertumpahan darah yang mengerikan. Meski demikian, banyak orang memandang kudeta atau perang sebagai hal yang wajar.

Dalam banyak hal, raja perlu menguatkan klaim kekuasaannya. Meski tahta warisan atau kudeta, sudah sah, menjadikan raja sebagai pemegang kekuasaan penuh, tetapi raja perlu respek rakyat yang lebih dari itu. Raja bisa meng-klaim diri sebagai keturunan dewa atau sudah dipilih oleh tuhan untuk menjadi raja.

Dengan klaim transenden seperti itu, menjadikan raja sebagai pribadi istimewa. Kemudian, para cendekiawan bisa mencipta legenda tentang raja. Sehingga, rakyat makin hormat kepada raja sebagai manusia luar biasa.

Bagaimana pun, saat ini, berkembang sistem kerajaan modern yang bisa sejalan dengan demokrasi dan konstitusi. Sistem kerajaan mengalami evolusi menjadi lebih canggih.

Dari analisis politik tataluma, raja yang berkuasa penuh memiliki resiko besar terlalu berkuasa. Sehingga, ada peluang penyelewengan kekuasaan. Kerajaan perlu menguatkan sistem tata, sedemikian hingga, kekuasan penuh oleh raja itu bisa diarahkan untuk kebaikan rakyat semesta. Di sisi lain, raja dengan otoritas penuh bisa memobilasi seluruh kekuatan negara untuk membangun negeri. Ketika raja adalah orang yang bijaksana, maka, sistem kerajaan barangkali menjadi sistem paling efisien. Jika raja adalah seorang manusia yang berjiwa cinta, maka, seluruh kerajaan bertabur cahaya cinta bagi umat semesta.

4.2 Demokrasi

Saat ini, hampir seluruh umat manusia lebih percaya kepada demokrasi dibanding sistem lainnya. Demokrasi menempatkan kekuasaan tertinggi di tangan rakyat. Biasanya, melalui pemilihan umum, referendum, konsultasi publik, dan, tentu saja, penyusunan konstitusi.

Ide dasar demokrasi sederhana saja. Setiap orang adalah manusia bebas dan mampu menentukan jalan terbaik bagi dirinya dan sekitarnya. Karena itu, demokrasi memberi kesempatan kepada setiap orang berpartisipasi dalam kekuasaan politik. Kabar baiknya, di berbagai belahan dunia, demokrasi berhasil menjadi sistem kekuasaan yang terbaik. Di belahan dunia lain, sistem demokrasi bisa saja berlumuran korupsi.

Seiring kemajuan pendidikan umat manusia di seluruh dunia, ide demokrasi memang pantas menjadi pilihan utama. Karena setiap orang makin terdidik maka mereka mampu menentukan sikap terbaik. Salah satunya, rakyat mampu memilih pemimpin negara terbaik melalui pemilihan umum. Dengan proses pemilu, jabatan penguasa, misal presiden atau perdana menteri, terbatas pada periode tertentu. Untuk kemudian, akan dilakukan pemilihan kembali oleh rakyat. Dan, setiap rakyat berhak mencalonkan diri sebagai presiden atau jabatan penting lainnya.

Keunggulan demokrasi adalah mulusnya suksesi kekuasaan. Presiden mundur dari jabatannya secara otomatis karena masa jabatannya sudah habis. Tidak perlu upaya khusus untuk melengserkan presiden. Waktu, yang berjalan, akan melengserkan setiap presiden. Bandingkan dengan raja, misalnya. Bagaimana jika raja tidak mati sampai tua? Apa yang bisa melengserkan jabatan raja? Haruskah terjadi pembunuhan atau kudeta? Bukankah itu resiko yang ngeri?

Di sisi demokrasi, suksesi adalah wajar. Tidak perlu pertumpahan darah atau kudeta untuk suksesi. Banyak nyawa selamat dari resiko tragedi. Dalam kondisi khusus, demokrasi menyediakan kesempatan referendum atau impeachment untuk melengserkan pejabat, lebih awal dari periode yang seharusnya, karena terlibat korupsi atau kejahatan tertentu. Bila kita melihat keunggulan demokrasi dari sisi ini saja, mencegah pertumpahan darah dalam suksesi, maka wajar bagi kita untuk mengunggulkan demokrasi dari sistem lainnya.

Mari kita ringkas keunggulan utama demokrasi dari perspektif politik tataluma. Pertama, demokrasi mencegah pertumpahan darah dalam suksesi kekuasaan. Karakter ini sesuai dengan karakter tata dalam politik tataluma.

Kedua, demokrasi menghormati setiap individu sebagai subyek yang bebas. Hal ini juga selaras dengan politik tataluma yang menempatkan setiap manusia pada posisi terhormat.

Ketiga, demokrasi menyepakati konstitusi untuk pegangan bersama dalam kehidupan politik. Karakter ini juga selaras dengan penguatan karakter tata dalam politik tataluma.

Dengan demikian, apakah demokrasi pasti menjadi pilihan yang terbaik?

Hampir pasti. Tetapi tidak bisa 100%. Karena, pada kondisi tertentu, demokrasi bisa menjebak diri sendiri dalam korupsi. Maka, selamanya, kita perlu mempertimbangkan alternatif-alternatif politik yang lebih baik. Di era digital seperti sekarang, demokrasi bisa saja terjebak dalam penjara keserakahan segelintir orang.

Mari kita ringkas sistem kekuasaan ini dengan teori yang sudah lama dikenal; misal, Plato sudah menjelaskan sistem kekuasaan secara geometris.

[a] Kekuasaan oleh satu orang saja; biasa disebut kerajaan dengan kekuasaan mutlak pada raja. Situasi terbaik adalah [1] monarki bila dipimpin oleh raja bijak atau philosopher-king. Situasi terburuk adalah [2] tirani bila dipimpin oleh raja kejam yang lalim.

[b] Kekuasaan oleh beberapa orang; dipimpin oleh pejabat-pejabat tertentu dengan aturan tertentu. Situasi terbaik adalah [1] aristokrasi yaitu pejabat-pejabat yang memimpin kekuasaan adalah orang-orang yang adil, amanah, dan cerdas. Situasi terburuk adalah [2] oligarki yaitu terjadi korupsi, kolusi, dan nepotisme di antara para pejabat yang berkuasa. Rakyat banyak menjadi korbannya.

[c] Kekuasaan oleh semua orang; kekuasaan dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Situasi terbaik adalah [1] demokrasi di mana kekuasaan oleh rakyat ini mengantarkan negara adil makmur. Situasi terburuk adalah [2] oklokrasi di mana rakyat saling bermusuhan berebut kekuasaan tanpa henti dengan resiko saling membunuh.

Pandangan sekilas, berdasar hasil beberapa riset, sistem demokrasi di era sekarang ini tidak ada yang sempurna. Demokrasi bisa terjebak dalam oligarki atau oklokrasi. Perkembangan teknologi digital berpotensi untuk bisa memperbaiki situasi.

4.3 Digitalisasi

Satu abad yang lalu, tidak ada orang yang berpikir bahwa kekuatan digital akan menguasai dunia. Lebih dari itu, kekuatan digital, atau digitalisasi, berhasil menguasai dunia sampai menembus ke pikiran terdalam umat manusia. Media digital mengendalikan pikiran dan hasrat manusia. Pada gilirannya, kekuatan digital mengendalikan sistem politik dunia.

Kita akan menggunakan term big power, bio power, dan bit power – untuk menjelaskan kekuatan politik dari digitalisasi.

Big power adalah kekuatan besar yang mendominasi banyak pihak. Kekuatan politik mengerahkan militer untuk menyerang pihak lain kemudian menindas pihak lemah dengan satu dan lain cara. Dalam makna positif, big power adalah kekuatan yang membantu manusia untuk mengelola alam raya. Pisau membantu manusia untuk memotong pohon misalnya.

Bio power adalah kekuatan yang lebih kuat dari big power dengan cara mengendalikan big power, bukan melawan big power. Big power menindas manusia dari luar, misal melalui mesin atau senjata. Sementara, bio power menguasai manusia dari dalam dirinya. Orang-orang berlomba mengejar uang. Kemudian, berlomba-lomba menghabiskan uang. Tidak ada pihak luar yang menyuruh orang untuk mengejar uang dan berfoya-foya. Mereka berhasrat dari dalam dirinya. Pada gilirannya, mereka, orang-orang itu, adalah onderdil kecil dari sistem politik ekonomi kapitalisme yang lebih besar.

Bit power melangkah lebih jauh dengan mengendalikan big power dan bio power. Bayangkan kekuatan internet dengan mesin digital yang sangat besar. Orang mengira punya freedom untuk memilih calon presiden nomor 1. Nyatanya, dia memilih nomor 1 karena dikendalikan oleh media sosial yang super cerdas. Orang, mengira, berhasrat membeli mobil mewah sebagai ekspresi jiwanya. Nyatanya, hasrat itu muncul karena kekuatan bit power internet. Semua kehidupan manusia, politik mau pun ekonomi, dalam genggaman bit power.

Hentakan besar terjadi di awal abad 21 ini. Teknologi blockchain yang canggih bermanifestasi dalam bentuk crypto currency misal bitcoin. Awal kehadirannya, bitcoin seperti produk digital lainnya. Bahkan banyak orang pesimis terhadap bitcoin. Tetapi di tahun 2020an ini, bitcoin melonjak menjadi aset yang sangat berharga. Kekayaan Anda bisa saja berlipat 1000 kali dibanding 8 tahun lalu bila dalam bentuk bitcoin. Selanjutnya, berkembang pesaing bitcoin. Saat ini, ada sekitar 10 ribu uang kripto di pasaran dengan trend jumlah yang terus bertambah.

Kita perlu lebih waspada mencermati bitcoin dan dobrakan bit power, secara umum, karena beberapa alasan. Pertama, jelas kehidupan manusia makin besar bergantung kepada bit power. Keperluan belanja makanan sehari-hari sampai komunikasi pejabat tinggi, semuanya, melalui bit power. Sehingga, bit power mendominasi bentuk sistem politik ekonomi masa kini.

Kedua, bit power bekerja dari dalam pikiran manusia, lebih lembut dari bio power. Kita tidak sadar bahwa bacaan, tontonan, dan jadwal kita, setiap hari, didiktekan oleh bit power. Kita bisa saja merasa sebagai manusia bebas – freedom. Nyatanya, otak kita sudah dicuci oleh bit power. Lebih kompleks lagi, kekuatan bit power yang mencuci otak itu bukan murni bit power. Di balik bit power, di ujung yang jauh, memang ada orang-orang tertentu yang berhasrat memperoleh keuntungan. Mereka adalah orang yang cerdas dengan dukungan bit power yang besar. Bisakah Anda membayangkan, betapa besar, kekuatan yang dihasilkan oleh kombinasi orang-orang cerdas dengan bit power?

Ketiga, fenomena bitcoin bisa menjadi pelajaran penting. Revolusi teknologi yang canggih ini melompat maju jauh lebih cepat dari perkiraan banyak orang. Jika dulu, diasumsikan hanya orang-orang berpendidikan tinggi yang mampu mengadopsi teknologi canggih, maka, hari ini, siapa pun orangnya mampu mengadopsinya. Siapa pun bisa transaksi dengan bitcoin. Dan, bahkan contoh kasus di Indonesia, banyak orang yang awalnya tidak pernah akses komputer, langsung mahir sebagai driver gojek atau pun pedagang di marketplace dengan memanfaatkan teknologi digital versi terbaru.

Khusus untuk bitcoin, dan blockchain, memiliki karakter freedom, nyaris, tanpa batas. Bitcoin bisa diproduksi tanpa bank sentral, tanpa penjamin, dan tanpa mediator. Sehingga, pemilik bitcoin bebas menggunakan bitcoin sesuai freedom tanpa dibatasi atau diawasi siapa pun. Bebas tanpa batas ini, tentu, bisa membalikkan sistem politik dan ekonomi yang sudah ada.

Analisis kita, sejauh ini, tentang digitalisasi menunjukkan bahwa banyak resiko yang akan dihadapi oleh sistem politik ekonomi. Di bagian bawah, kita akan membahas beberapa solusi untuk antisipasi terhadap resiko digitalisasi, sekaligus, kita akan mencermati beragam prospek yang ada.

5. Transformasi

Sistem politik, secara dinamis, terus bertransformasi. Karena, luma selalu mendorong perubahan bahkan secara radikal. Sementara, tata akan melengkapi perubahan itu menjadi tertata.

5.1 Konservatif

Pendekatan konservatif melakukan perubahan dengan lebih fokus pada keamanan, stabilitas, dan tertata. Konservatif menjalankan perubahan secara bertahap dan berencana. Sehingga, pendekatan konservatif adalah pendekatan yang cocok bagi pihak yang besar atau berkuasa.

5.2 Progresif

Progresif melakukan pendekatan perubahan yang revolusioner. Untuk melakukan transformasi yang efektif, sistem politik perlu berubah secara signifikan dengan kecepatan tinggi. Sehingga, pendekatan progresif cenderung cocok untuk para pembaharu.

5.3 Median

Poros tengah atau median mengambil jalan tengah untuk melakukan perubahan politik. Posisi median bisa sangat mudah, di saat yang sama, bisa sangat susah. Posisi median bisa saja menerima segala yang ada sebagai jalan tengah. Tetapi, menerima segala yang ada, bisa berkonsekuensi kepada konflik yang mengakibatkan kemunduran bagi semua.

5.4 Kudeta

Kudeta adalah pergantian kekuasaan yang melanggar aturan pemerintah yang sedang berlaku saat itu. Umumnya, para pemikir mencegah terjadinya kudeta. Tetapi, pada situasi tertentu, kudeta dipandang sebagai perlu.

Kudeta oleh militer termasuk yang sering terjadi. Pemimpin militer merebut kekuasaan dari seorang raja, atau presiden, dengan kekuatan militer. Resiko pertumpahan darah bisa terjadi. Sebagian anggota militer bisa saja setia kepada raja. Sehingga, terjadi pertempuran antara mereka. Jika raja yang berkuasa berhasil menang, umumnya, tidak akan terjadi perubahan politik signifikan. Sementara, jika pimpinan militer, pelaku kudeta, yang menang maka akan terjadi perubahan sistem politik besar-besaran. Myanmar mengalami kudeta militer beberapa tahun lalu.

Kudeta oleh sipil bisa saja terjadi. Revolusi Iran tahun 1979 merupakan revolusi sipil yang berhasil menggulingkan penguasa lama; meski, sedikit banyak, tetap ada peran militer. Di Indonesia, beberapa pengamat menilai pelengseran Gusdur oleh MPR merupakan kudeta sipil. Wajar terjadi pro kontra terhadap penilaian kudeta semacam ini.

5.5 Perang

Filosofi perang penting untuk kita bahas. Hampir semua orang menolak perang; tidak setuju dengan perang. Tetapi, kita melihat perang terjadi di mana-mana; memperebutkan kekuasaan politik dalam satu dan lain cara.

Secara filosofis, kita bisa membedakan perang menjadi tiga jenis: perang adil, perang sengketa, dan perang pertahanan.

[a] Perang adil atau just war adalah perang yang memiliki justifikasi secara adil; perang untuk menuntut keadilan; menegakkan keadilan. Sesuai namanya, perang ini bersifat adil bagi pihak tertentu; tetapi, tidak adil bagi pihak lain. Jadi, perang adil perlu ditolak; perang adil melanggar etika manusiawi.

Sebagai ilustrasi, Belanda menguasai Batavia waktu itu. Lalu, pejuang Indonesia memerangi Belanda dari Batavia; perang menuntut keadilan versi pejuang Indonesia; tetapi, versi Belanda, pemerintah Belanda merasa sudah secara sah menduduki Batavia. Perang adil semacam ini seharusnya tidak terjadi. Lalu, apa solusinya bagi pejuang Indonesia untuk menuntut keadilan? Menuntut kemerdekaan? Diplomasi dan cara-cara damai lainnya merupakan alternatif solusi yang lebih baik.

Pasca kemerdekaan, situasi berbalik. Indonesia sudah secara sah menduduki Batavia; yang bernama Jakarta. Lalu, Belanda datang menyerang untuk merebut Jakarta; karena beberapa tahun lalu, Jakarta adalah milik Belanda; jadi, Belanda menuntut keadilan. Perang semacam ini seharusnya tidak terjadi. Apa alternatif bagi Belanda untuk menunut keadilan? Diplomasi.

[b] Perang sengketa merupakan jenis perang yang harus dihindari; untuk menyelesaikan suatu sengketa dilakukan perang sebagai penentu. Mudah kita pahami bahwa solusi perang adalah solusi yang buruk. Seharusnya, kita mencari solusi alternatif yang lebih manusiawi dan lebih baik. Bagaimana pun, situasi kadang memang memancing untuk terjadi perang.

Misal wilayah perbatasan B antara Indonesia dan Malaysia. Masing-masing meng-klaim wilayah B adalah wilayah negaranya. Cara-cara diplomasi tidak memberi hasil. Maka, perang di perbatasan B adalah penentu sengketa tersebut; pemenang perang adalah yang berhak meng-klaim wilayah perbatasan B. Jelas, perang sengketa seperti ini tidak valid.

Variasi dari perang sengketa adalah perang penaklukan; sama juga, perang penaklukan perlu ditolak. Ekspedisi E datang dari Eropa mendarat ke tanah Amerika. Ekspedisi E menaklukkan penduduk asli Amerika atau mengusir penduduk asli. Kemudian, ekspedisi E menduduki atau menjajah tanah Amerika. Perang penaklukan semacam ini adalah tidak sah.

Apa alternatif solusi bagi sengketa atau penaklukan? Sengketa bisa diselesaikan dengan diplomasi, diskusi, dan usaha saling mengerti. Sementara, penaklukan memang seharusnya tidak terjadi. Sesama umat manusia perlu saling kerja sama dengan menjunjung tinggi nilai kehormatan semua pihak.

[c] Perang pertahanan atau perang mempertahankan diri adalah perang yang sah; hanya perang untuk mempertahankan diri adalah perang yang sah atau valid; satu-satunya. Penduduk asli diserang oleh pasukan ekspedisi E. Kemudian, penduduk asli berperang dengan mengangkat senjata untuk mempertahankan diri terhadap serangan E. Perang pertahanan oleh penduduk asli adalah valid; perang penaklukan oleh pasukan E adalah salah.

Jika satu-satunya perang yang sah adalah perang mempertahankan diri maka, justru, tidak akan terjadi perang. Ketika terjadi ketidak-adilan, atau penindasan, pihak tertindas hanya mempertahankan diri tanpa menyerang; kemudian, beragam diplomasi dikembangkan; pihak penindas juga tidak memperluas serangan penindasan.

Ketika terjadi sengketa, masing-masing pihak hanya mempertahankan diri tanpa menyerang pihak lain; sehingga tidak ada perang; diplomasi yang terjadi. Perdamaian dunia menjadi perdamaian manusiawi.

Tetapi, mengapa masih banyak terjadi perang di berbagai belahan dunia?

Ambil contoh konflik Palestina Israel yang belum usai sampai saat ini. Sulitnya adalah Israel berargumen Israel hanya melakukan perang mempertahankan diri dari serangan Hamas. Tetapi, berita di seluruh dunia begitu nyata, Israel menyerang wilayah Gaza bahkan meruntuhkan bangunan sipil dan menewaskan lebih dari 20 ribu warga sipil. Jadi, sulit diterima argumen Israel sebagai perang mempertahankan diri. Bagaimana pun, semua orang percaya bahwa Israel punya hak mempertahankan diri; demikian juga, kita yakin, Palestina juga punya hak untuk mempertahankan diri. Kita perlu mencoba memahami ideologi di balik perang itu sendiri atau ideologi politik secara luas. Sebelumnya, kita sudah membahas, manusia adalah subyek yang bebas. Sedangkan, politik adalah tataluma tanpa henti.

Pacifism: Anti Perang

Pacifism adalah keyakinan yang menolak perang; pacifisme adalah anti perang. Meski demikian, pacifism adalah beragam dari pacifism mutlak sampai pacifism bersyarat atau relatif. Pacifism mutlak adalah menolak perang secara total; apa pun situasinya, apa pun alasannya, perang harus ditolak. Sementara, pacifism bersyarat adalah menolak perang secara umum tetapi mengijinkan perang dalam situasi tertentu; mengijinkan perang, misal, sekadar untuk pertahanan.

Pacifism mengembangkan dua argumen utama untuk mendukung perdamaian: deontologi dan manfaat. Deontologi menyatakan bahwa [a] menjaga damai adalah kewajiban setiap orang dan setiap komunitas. Asas manfaat menyatakan bahwa [b] damai lebih bermanfaat dari perang.

Ketika agresor melanggar kewajiban karena mereka menyulut perang maka agresor kehilangan hak damai. Pengadilan berhak menetapkan agar agresor tersebut dihentikan demi menjaga perdamaian. Penghentian tindakan agresor bisa melalui diplomasi atau pun kekuatan militer. Dalam beberapa kasus, tidak ada pengadilan yang bisa menetapkan penghentian agresor. Sehingga, pihak korban perlu bertindak menghentikan agresor dengan beragam cara.

Pendukung perang menyatakan bahwa perang diperlukan untuk kemajuan: kemajuan militer, kemajuan ekonomi, kemajuan teknologi, bahkan kemajuan budaya. Pacifism menolak klaim itu. Pacifism meyakini bahwa kemajuan bisa dicapai melalui jalan damai; mencegah perang. Kompetisi yang sehat di bidang olah raga, ekonomi, teknologi, budaya, dan lain-lain bisa dikembangkan dengan cara damai; kemajuan bisa dicapai dengan jalan damai. Dan, yang pasti, damai memberi manfaat lebih besar dari perang.

Russell dan Einstein dikenal sebagai pacifism; mereka menolak perang. Tetapi, ketika Nazi menyerang Inggris, mereka menyetujui perang terhadap Nazi. Jadi mereka adalah pacifis bersyarat. Sementara, Mahatma Gandi dikenal sebagai pacifis sejati: perjuangan tanpa kekerasan.

Islam adalah agama damai; secara harfiah, islam bermakna damai; jadi Islam adalah pacifism yang cinta damai. Tetapi, banyak orang sulit memahami Islam sebagai agama damai karena Islam mengijinkan perang dalam situasi tertentu. Pada periode Nabi Muhammad di Mekah jelas tidak ada perang; meski umat Islam diserang, diintimidasi, dan ditindas tetap tidak ada perang. Islam adalah agama damai. Bahkan, sekitar 10 tahun kemudian, umat Islam justru mengalah demi damai. Umat Islam hijrah, migrasi, pergi dari Mekah menuju Madinah.

Situasi di Madinah lebih kompleks. Islam-Madinah diintimidasi dan diserang oleh kafir-Mekah; padahal Mekah terpisah jarak sekitar 500 km dari Madinah. Sejarah mencatat terjadi perang antara kafir-Mekah melawan Islam-Madinah. Bisakah Islam disebut lagi sebagai agama damai? Bisa. Islam adalah agama damai-bersyarat sebagaimana pacifism-bersyarat. Islam-Madinah berperang hanya untuk mempertahankan diri ketika kafir-Mekah menyerang mereka. Tentu saja, situasi perang adalah kompleks saling serang dan adu taktik strategi.

Kita bisa menganalisis hasil perang itu ketika berakhir; setelah terjadi saling serang sekitar 8 tahun. Islam-Madinah berhasil menang dengan menaklukkan kafir-Mekah bahkan nyaris tanpa perang di tahun 8 H. Orang mengira bahwa Islam-Madinah akan balas dendam terhadap kafir-Mekah ketika Islam pada posisi kuat seperti itu. Tidak seperti perkiraan itu. Yang terjadi adalah Islam-Madinah memaafkan kafir-Mekah dan mereka hidup damai berdampingan. Umat Islam tetap hidup di pusat kota Madinah. Sementara, kota Mekah tetap dipimpin oleh orang Mekah itu sendiri. Jadi Islam adalah agama damai. Damai-mutlak ketika awal berkembang di Mekah; damai-bersyarat ketika tumbuh di Madinah; dan benar-benar damai ketika Madinah dan Mekah hidup berdampingan.

Bagaimana era setelah Nabi wafat? Terjadi perang di beberapa tempat. Bahkan terjadi Perang Salib; perang antara tentara Islam melawan tentara Kristen. Di tempat lain, kita menyaksikan perang yang melibatkan agama Yahudi, Hindu, Budha, atau agama lain. Bahkan, perang kadang terjadi di antara pemeluk agama yang sama tetapi berbeda aliran. Sungguh rumit. Secara prinsip, setiap agama mengajarkan hidup damai. Tetapi perjalanan sejarah menunjukkan banyak perang atas nama agama.

Apakah ada cara untuk memastikan dunia damai? Agar tidak ada perang di dunia ini? Politik adalah cinta; perang adalah tataluma; manusia adalah dinamika. Tidak ada cara pasti untuk memastikan perdamaian. Perdamaian mirip dengan seni; selaras dan serasi meski tidak pasti.

Ideologi merupakan satu cara untuk memastikan sesuatu yang sejatinya tidak pasti.

6. Ideologi

Ideologi adalah kerangka berpikir atau sudut pandang yang diyakini sebagai benar. Dengan ideologi, kita menafsirkan segala sesuatu. Fakta obyektif, bisa saja, tidak bermakna. Ideologi yang akan memberi makna kepada fakta.

6.1 Teokrasi

Teokrasi adalah ideologi atau pandangan yang meyakini kekuasaan politik tertinggi adalah di tangan tuhan. Karena itu, pemegang kekuasaan tertinggi adalah dia yang dipilih oleh tuhan, bisa seorang raja, presiden, imam, ketua, atau lainnya.

Teokrasi melengkapi konstitusi yang juga bersumber kepada tuhan. Baik firman tuhan secara langsung atau fatwa dari pemimpin yang sudah ditunjuk oleh tuhan.

Dengan pandangan bahwa segala kekuasaan politik bersumber dari tuhan, maka, politik teokrasi cenderung memiliki kekuatan yang besar untuk menerapkan power kepada masyarakat. Rakyat perlu mematuhi, atau setidaknya menyesuaikan, terhadap keputusan penguasa atau konstitusi.

6.2 Sosial

Ideologi sosial memandang bahwa seluruh manusia adalah sama, atau setara. Sehingga, idealnya, setiap orang memiliki posisi politik ekonomi yang sama. Ideologi sosial sangat menarik bagi pihak-pihak yang tinggi kesadaran sosialnya. Karena saat ini, terjadi banyak kesenjangan sosial di dunia, maka, ideologi sosial cenderung dekat dengan karakter progresif.

6.3 Liberal

Pandangan liberal memberi kebebasan yang tinggi kepada masing-masing individu. Liberal percaya bahwa manusia adalah kebebasan itu sendiri. Di saat yang sama, manusia memiliki kemampuan untuk memanfaatkan kebebasannya demi kebaikan dirinya. Dengan demikian, manusia bebas memilih apa pun dengan syarat tidak melanggar kebebebasan pihak lain. Atau, setiap manusia punya hak, bebas, melakukan apa pun dengan kewajiban tidak melanggar hak pihak lain.

7. Keadilan

Mana lebih utama, apakah, adil atau bebas? Kebebasan atau keadilan? Justice atau freedom?

Secara individu, bebas adalah yang paling utama. Setiap individu adalah bebas. Kita berhak menuntut kebebasan dan bebas menerapkan kebebasan. Karena bebas, maka, setiap individu bertanggung jawab atas segala konsekuensi. Menerapkan kebebasan perlu dengan cara menegakkan keadilan.

Secara lembaga, adil adalah yang paling utama. Negara, konstitusi, dan lembaga sosial perlu mengutamakan keadilan. Setiap institusi perlu menegakkan keadilan, sedemikian hingga, setiap anggota institusi berhasil menerapkan kebebasan personal. Singkatnya, kebebasan dan keadilan sama-sama penting secara politis.

7.1 Kebebasan

Politik adalah kebebasan dan kebebasan adalah politik. Subyek kulo adalah subyek yang selalu bebas. Kulo tidak bisa diikat. Setiap yang terikat adalah bukan kulo. Atau, setidaknya bukan kulo sejati. Pantas bagi kita menetapkan bahwa kebebasan adalah parameter utama dari politik yang adil.

Beberapa parameter bisa kita kembangkan: kebebasan berpartisipasi dalam politik, kebebasan berpartisipasi melalui jalur politik “tidak-normal”, kebebasan berpendapat, kebebasan ekonomi, kebebasan agama, dan lain-lain.

7.2 Kesenjangan

Kesenjangan politik ada di mana-mana. Perbedaan ideologi ada di mana-mana. Perbedaan, memang, realitas alam raya ini. Kita perlu menghormati beragam perbedaan. Sementara, kesenjangan merupakan perbedaan yang terlalu tajam, sehingga, perlu ditolak. Lebih-lebih kesenjangan politik, perlu ditangani dengan serius.

Kita bisa mengembangkan parameter untuk mengukur tingkat kesenjangan politik, kemudian, mengurangi kadar kesenjangan tersebut. Parameter kesenjangan ekonomi, yang kita kembangkan di bagian sebelumnya, bisa kita adaptasi untuk mengukur kesenjangan politik: rasio Gini, rasio Palma, dan rasio Paman.

7.3 Kemajuan

Belajar dari sejarah, kita menemukan bahwa pihak-pihak lemah adalah yang paling sulit untuk bergerak maju secara politik. Secara khusus, kita perlu mengembangkan strategi agar kelompok lemah mampu bergerak maju secara politik. Pada gilirannya, gerak maju kelompok lemah ini akan mendorong kelompok menengah dan kelompok atas untuk lebih maju. Secara keseluruhan, masyarakat bergerak maju.

Aspek paling mendasar adalah membangunkan kesadaran masyarakat. Siapa pun mereka, lebih-lebih kelompok lemah, memiliki hak untuk menjadi orang maju, sukses, dan berkuasa. Mereka perlu memanfaatkan beragam hak yang mereka miliki untuk membela diri dan bahkan melejitkan diri. Beberapa hak paling penting adalah hak untuk berpendapat, hak memperoleh fasilitas kesehatan, hak memperoleh pendidikan berkualitas, dan hak berpartisipasi dalam sistem politik ekonomi. Tentu saja, masyarakat perlu sadar akan kewajiban mereka – demikian juga para pejabat.

Beberapa parameter bisa kita kembangkan. Berapa banyak dari kelompok lemah, absolut dan relatif, yang berhasil menjadi pejabat publik – bupati, gubernur, presiden? Berapa banyak yang menjadi pejabat partai politik? Berapa banyak yang menjadi anggota dewan? Berapa banyak yang menjadi pegawai sipil atau militer? Berapa banyak yang jadi pengusaha menengah dan besar?

8. Diskusi

Di bagian ini, kita akan meringkas seluruh pembahasan kita, kemudian, melakukan diskusi lebih jauh serta merumuskan beberapa prospek dan solusi politik tataluma.

8.1 Politik Tataluma Selalu Meledak

Secara ontologis, politik adalah perpaduan dan perpisahan antara tata dan luma, maka, akan selalu ada ledakan politik sewaktu-waktu sampai kapan pun.

Politik CintaLuma = Selalu MemberiTata = Selalu Menata

Masalah utama politik adalah terlalu kuatnya karakter luma dan lemahnya karakter tata, sehingga terjadi ketidakadilan di mana-mana. Tugas utama politik adalah menyatukan kembali luma dan tata sehingga menjadi politik cinta dengan sarana politik itu sendiri.

8.2 Alternatif Jalur Politik

Berdasar sistem kekuasaan, transformasi, dan ideologi, kita bisa menyusun beragam alternatif solusi politik tataluma.

1. Kerajaan1. Konservatif1. Teokrasi
2. Demokrasi2. Progresif2. Sosial
3. Digitalisasi3. Median3. Liberal

Total, kita memiliki 27 alternatif jalur dari 3 x 3 x 3 = 27. Dengan mempertimbangkan keragaman gradasi di antara mereka, maka, tersedia lebih banyak lagi alternatif jalur politik. Tentu saja, kita bisa menambah kategori lebih dari tiga.

Jalur 111 = kerajaan – konservatif – teokrasi adalah jalur politik paling efisien dan stabil. Sedangkan, jalur 323 = digitalisasi – progresif – liberal adalah alternatif paling dinamis bahkan chaos. Jalur yang lain, tampaknya, berada di antara mereka. Antara stabil dan chaos.

Studi Kasus

Berikut, kita akan mengambil studi kasus beberapa negara secara umum. Kita mulai dengan gambaran umum, lanjut beberapa problem, dan kita akhiri dengan ide alternatif solusi.

8.2.1 Indonesia 233

Indonesia adalah negara demokrasi relijius berdasar Pancasila. Saya membaca situasi politik Indonesia saat ini sebagai 233 = demokrasi-median-liberal. Indonesia melaksanakan pemilu langsung demokratis periodik 5 tahunan, kecuali ada pandemi. Indonesia mengambil jalan tengah, median, di antara transformasi progresif dan konservatif. Tentu saja, tarik ulur beragam kepentingan untuk mengarahkan jalannya reformasi. Secara ideologi, berdasar Pancasila, Indonesia terbuka dengan ragam ideologi. Gotong royong, koperasi, dan kekeluargaan ada di berbagai belahan Indonesia yang menunjukkan dekat dengan sosial. Di saat yang sama, lembaga keagamaan – misal lembaga syariah – tumbuh subur yang menunjukkan Indonesia dekat dengan teokrasi. Dan, perusahaan swasta bebas tumbuh subur secara privat mau pun publik. Secara total, lebih dekat ke liberal.

Problem serius yang dihadapi dunia politik Indonesia, di antaranya, pertama, demokrasi cacat. Hasil kajian lembaga internasional menunjukkan demokrasi cacat. Meski tersedia konstitusi demokratis, proses demokratis, dan lembaga demokratis, tetapi karena cacat, maka ada lubang di sana-sini.

Kedua, kebebasan kalah bersaing. Indonesia adalah negara bebas tetapi sering kalah oleh yang lain. Kebebasan berpendapat dijamin oleh konstitusi. Ketika bertabrakan dengan pencemaran nama baik atau penodaan agama, maka, kebebasan sering kalah.

Ketiga, mobilitas politik relatif rendah. Di era orde baru, KKN memastikan hanya kroni saja yang bisa menjabat jabatan politik penting. Di era reformasi, sudah ada kemajuan. Bahkan, Jokowi dari orang biasa berhasil menjadi walikota, gubernur, dan presiden dua periode. Sebuah tanda mobilitas yang baik. Kemudian, anak dan menantu menjadi pejabat politik – bukan tanda memperbaiki mobilitas politik orang biasa.

Apa solusi yang kita usulkan? Untuk memperbaiki demokrasi yang cacat perlu komitmen serius secara demokrasi memperbaiki demokrasi. Mana mungkin? Memang buntu. Memang sikular. Memang macet. Tetapi, bukankah itu satu-satunya jalan?

Tentu saja ada alternatif: memperbaiki demokrasi dengan cara non-demokrasi. Meski ada peluang, tampaknya, lebih sulit lagi, bagaimana bisa dari non-demokrasi berubah menjadi demokrasi.

Solusi demokratis pertama adalah menguatkan posisi rakyat sebagai agen demokrasi yang aktif. Rakyat Indonesia, yang hampir 300 juta jiwa itu, perlu memiliki edukasi, kesehatan, dan daya ekonomi yang memadai. Kemudian, sebagian “besar” dari mereka aktif secara politis. Maka, tersedia kader-kader politik yang berkualitas tinggi. Di saat yang sama, rakyat yang cerdas adalah kontrol bagi penguasa untuk menjalankan amanah demokrasi. Tentu saja, ini bukan tugas yang mudah.

Solusi kedua, untuk mengatasi “kebebasan” yang sering kalah bertarung adalah dengan menetapkan prioritas konstitusi. Saat ini, prioritas mereka tampak berimbang atau sama penting: kebebasan, pencemaran, dan penodaan. Konstitusi perlu menegaskan bahwa “kebebasan” adalah yang paling utama. Ketika terjadi benturan, maka, “kebebasan” yang dimenangkan. Sementara, pencemaran dan penodaan menyesuaikan – bila masih dianggap perlu.

Ketika saya menulis ini, saya membaca bahwa presiden sedang membahas kebebasan berbicara. Dari detik,

“Apa benar kita kurang bebas berbicara?” cuit Jokowi.

Dalam wawancara itu, Jokowi ditanya soal anggapan yang menyebut kebebasan berbicara masih kurang. Jokowi menepis anggapan itu sambil mencontohkan adanya orang yang menghina presiden.

Dan, di bagian akhir,

“Ya tapi kalau sudah masuk ke menghina orang kemudian orangnya itu marah dan melaporkan ke polisi ya itu sudah wilayah yang lain, itu wilayah hukum yang bekerja,” sambung Jokowi.

Dalam wawancara itu, Jokowi ditanya soal anggapan yang menyebut kebebasan berbicara masih kurang. Jokowi menepis anggapan itu sambil mencontohkan adanya orang yang menghina presiden.

Jika benar bahwa Indonesia sudah bebas maka tidak perlu memperjuangkan kebebasan lagi. Prespektif orang bisa berbeda-beda.

Solusi ketiga, untuk meningkatkan mobilitas politik rakyat, kita dengan mudah menggunakan pengukuran statistik. Persentase, dan data absolut, tentang jabatan politik perlu terus dikaji. Berapa banyak rakyat jelata yang akhirnya jadi pejabat publik? Berapa persen dari total rakyat jelata? Tentu persentasenya kecil. Berapa persen orang kaya yang jadi pejabat? Tentu persentasenya jauh lebih besar orang kaya dari rakyat jelata. Berbagai macam ukuran mobilitas politik ini, kemudian, menjadi panduan memperbaiki demokrasi masa depan.

Tampaknya, Indonesia perlu bersiap bergerak dari 233 menjadi 333 = digitalisasi-median-liberal. Kemajuan tekonologi digital perlu dipastikan menjamin kemajuan demokrasi dan rakyat banyak. Teknologi digital bagai pedang bermata dua bagi demokrasi: bisa menguatkan atau menghancurkan.

8.2.2 Amerika 333

Amerika berada pada 333 = digitalisasi-median-liberal. Untuk liberal, barangkali sudah cukup jelas bagi US. Meski pun, akhir-akhir ini mulai terasa ada ancaman kebebasan. Demokrasi sudah relatif maju meski ada jebakan sistem dua partai dan korporatokrasi. Teknologi digital dan kemajuan ekonomi sudah berkembang maju.

US menghadapi beragam problem politik dan demokrasi: korporatokrasi, dominasi digital, dan diskriminasi. Seperti Chomsky amati: siapa pun pemenang pemilu presiden US, maka, pemenang sejati adalah korporasi raksasa. Baik pemenangnya Demokrat atau Republik, tetap saja, mereka didukung korporasi. Dana kampanye dan lain-lain mendapat dukungan dari korporasi – langsung atau tidak. Sehingga, setelah presiden terpilih, dia akan menetapkan kebijakan yang menguntungkan korporasi – langsung atau tidak. Dengan resiko, mengorbankan kepentingan orang banyak.

Kedua, dominasi digital. Kemajuan media digital yang begitu besar di US dan dunia mengerucut hanya dikuasai oleh segelintir orang kaya. Media digital berbeda dengan teknologi yang lainnya. Media digital memiliki kekuatan untuk mengendalikan opini publik sehingga mampu menentukan pilihan politik masyarakat luas. Dengan media digital, politik tidak lagi bebas, tapi dikendalikan oleh pihak-pihak tertentu. Kasus Cambridge Analytic, misalnya, adalah contoh nyata bagaimana media digital mengendalikan pilihan warga.

Problem ketiga adalah kesenjangan sampai diskriminasi. Perempuan dan kulit hitam adalah beberapa minoritas yang sering menjadi korban perilaku rasis. Kesenjangan politik dan ekonomi tercermin dari beragam data statistik yang menunjukkan bahwa US tidak sedang baik-baik saja.

Solusi politik untuk problem di US tampaknya sulit ditemukan. Karena, US mengalami problem di mana hanya sedikit negara, atau bahkan tidak ada, yang pernah menghadapinya. Problem korporatokrasi di US tampak jauh lebih besar dari negara-negara lain. Bahkan korporatokrasi berimbas sampai ke manca negara. Solusi terhadap korporatokrasi adalah membatasi power dari korporasi. Ketika pembatasan diterapkan, korporasi selalu punya cara untuk mengatasinya. Atau, politikus justru yang mampu menanganinya. Di sisi lain, pembatasan itu sendiri bertentangan dengan prinsip freedom. Saya mengusulkan solusi berupa solusi sistem dan personal.

Kabar menarik, di US saat ini, sedang berkembang filosofi Stoic. Perkembangan Stoic bagus untuk solusi personal. Lebih dari itu, US perlu lebih kuat mengembangkan filosofi Epicurean yang mengandalkan pembatasan diri untuk meraih bahagia sejati. Bisa juga, US mengembangkan filosofi sufi sebagai solusi.

Solusi untuk masalah kedua, dominasi digital, sama peliknya. Teknologi digital berkembang dari “different” bukan dari suatu standar. Sehingga, sangat sulit untuk mengatur teknologi digital. Bandingkan, misal, dengan teknologi jembatan. Untuk membangun jembatan, seorang insinyur wajib memenuhi beragam standar keamanan, kelayakan, dan sebagainya. Sedangkan, teknologi digital adalah freedom. Siapa saja berhak mengembangkan perusahaan start-up, nyaris, bebas tanpa batas. Bagaimana pun, freedom memang keunggulan dari teknologi digital itu sendiri.

Di sini, para pemikir, perlu berpikir ulang tentang aturan anti-monopoli misalnya. Raksasa digital mendominasi semesta digital, di saat yang sama, mereka aman dari aturan anti-monopoli. Karena, aturan anti-monopoli dirancang untuk bisnis pra-digital. Kita perlu mengembangkan konsep baru anti-dominasi digital, misalnya. Demikian juga perlu revisi konsep hak intelektual, hak siar, hak ekonomi, hak politik, dan lain-lain agar mencegah terjadinya dominasi digital. Tentu saja, ini adalah pekerjaan besar yang pelik.

Solusi untuk problem ketiga, kesenjangan sampai diskriminasi, adalah konsep konsumsi sehat yang berupa batas atas dan batas bawah – yang kita bahas di “Ekonomi-Cinta.” Kesenjangan dapat diselesaikan dengan konsep konsumsi sehat karena rakyat termiskin tetap terjamin bisa konsumsi dengan sehat. Sementara, kelas kaya berhak konsumsi sampai batas maksimal yang masih sehat. Jika kelas kaya berniat untuk konsumsi lebih dari batas maksimal maka perlu kompensasi dengan melakukan beberapa “amal” untuk masyarakat.

Dengan cara yang sama, kita bisa merumuskan konsumsi-sehat-politik. Kelas paling lemah, terjamin, memiliki hak politik dalam jumlah yang sehat. Kelas paling kuat memiliki hak politik sampai maksimal sejauh terjaga sehat politik.

Sementara, solusi terhadap diskriminasi jelas berupa penegakan hukum. Karena, diskriminasi termasuk sebagai kriminal. Tanggung jawab berikutnya adalah revisi dan update sistem hukum serta komitmen personal untuk taat hukum.

Secara umum, US menghadapi problem serius dalam sistem politik – dalam dan luar negeri. Problem personal, memang, tidak akan pernah ada solusi tuntas. Karena subyek kulo adalah bebas, tidak bisa tunduk begitu saja kepada sistem politik. Fokus paling penting adalah mencermati pergeseran dari demokrasi ke digitalisasi. Sebagaimana negara lain mengalami juga, US perlu menjamin bahwa digitalisasi bisa memperkuat demokrasi, bukan melemahkan demokrasi. Hanya saja, di US, proses digitalisasi sudah dan sedang terjadi.

8.2.3 Cina 212

Cina mengalami revolusi politik sekitar satu abad yang lalu. Sistem pemerintahan kerajaan diganti menjadi komunis, atau kita sebut sosialis di sini. Sehingga saat ini, Cina berada pada 212 = demokrasi-konservatif-sosial. Di satu sisi, sebelum pandemi, Cina adalah negara paling pesat dalam pertumbuhan ekonomi, budaya, teknologi, dan lain-lain. Di sisi lain, Cina menghadapi masalah besar: lokal dan global.

Problem pertama adalah sistem demokrasi di Cina. Banyak pihak menilai sistem sosialis di Cina mengekang kebebasan para warga. Kekuatan penuh ada pada partai penguasa. Sementara, rakyat banyak cenderung hanya bisa mengikuti aturan yang ada. Misal, dalam menghadapi pandemi, Cina menetapkan kebijakan zero-covid. Meski situasi pandemi Cina sudah membaik, kebebasan masyarakat dibatasi dengan ketat di beberapa tempat.

Problem kedua adalah keterbukaan. Ketika warga dunia menikmati keterbukaan informasi, di Cina, terjadi banyak pembatasan informasi. Akses internet, misalnya, hanya situs-situs tertentu yang boleh diakses.

Problem ketiga adalah krisis global. Cina sering mendapat kritikan keras karena tidak menjaga kelestarian lingkungan. Banyak pihak menuding Cina, sebagai, merusak lingkungan demi pertumbuhan ekonomi. Tentu saja, tudingan semacam itu perlu dikaji dari segala sisi.

Negara, dan warga, Cina tampak sadar dengan masalah yang mereka hadapi. Berbagai macam solusi telah mereka kembangkan. Misalnya, dijinkannya beberapa perusahan berkembang dengan sistem mirip kapitalis. Sehingga, kita mengenal beberapa perusahaan swasta kelas dunia dari Cina semisal Huawei dan Alibaba.

Sementara, solusi untuk menciptakan keterbukaan dan kebebasan, tampaknya, masih belum menemukan jalan terang. Cina perlu terus mengembangkan komitmen yang lebih besar untuk itu.

8.2.4 Palestina 123

Palestina adalah negara yang menanggung banyak beban derita. Wilayah Palestina diduduki oleh Israel, maka, makin mempersulit situasi. Palestina berada pada situasi 123 = kerajaan – progresif – liberal.

Problem pertama adalah kedaulatan negara. Saat ini, Palestina tidak memiliki kedaulatan politik yang mandiri. Untuk melakukan pemilihan umum harus mendapat ijin dari Israel. Anggaran ditentukan oleh Israel. Kegiatan politik, ekonomi, dan budaya diawasi secara ketat oleh militer Israel. Saya menyebut Palestina sebagai kerajaan dalam arti ada kekuatan dari luar bagai raja, yaitu Israel, yang mengendalikan Palestina.

Problem kedua adalah stabilitas yang tidak terjamin. Di Palestina, sewaktu-waktu bisa pecah perang. Warga Palestina bisa saja ditangkap, atau dilumpuhkan, oleh pasukan keamanan Israel dengan hak hukum yang tidak berimbang.

Problem ketiga adalah komplikasi problem itu sendiri. Dengan situasi yang begitu sulit, Palestina terjerat dalam campur aduknya beragam masalah.

Solusi bagi Palestina adalah memastikan kedaulatan negara yang merdeka dari Israel. Di satu sisi, warga Palestina perlu berjuang untuk itu. Di sisi lain, warga dunia perlu membantu. Khususnya, Israel dan US, perlu melepas dominasi mereka terhadap Palestina. Rakyat Palestina adalah manusia seutuhnya yang berhak hidup merdeka sepenuhnya.

Yang cukup aneh juga, dalam situasi yang sulit seperti itu, terjadi korupsi di pemerintahan Palestina – berdasar info beberapa media. Sehingga, Palestina perlu memastikan sistem pemerintahan yang mencegah korupsi. Di sisi lain, solusi personal tetap dibutuhkan. Masing-masing warga Palestina perlu terus berjuang untuk membangun negeri.

8.2.5 Brunei 111

Brunei adalah negara paling unik di masa kini. Brunei berada dalam situasi 111 = kerajaan – konservatif – teokrasi. Dengan situasi seperti itu, kebebasan warga Brunei nyaris terbatas. Menariknya, warga Brunei bisa menjalani hidup dengan baik di bidang sosial, ekonomi, dan lainnya. Sehingga, kita boleh bertanya, “Seberapa pentingkah kebebasan?”

Problem pertama adalah terbatasnya kebebasan. Tentu kita, sebagai pengamat dari luar, menilai bahwa pembatasan di Brunei mengerikan. Sultan dan pejabat adalah turun-menurun dari keluarga Sultan. Rakyat biasa tidak akan bisa menjadi sultan atau pejabat tinggi. Anda perlu lahir dari keluarga bangsawan untuk bisa menjadi sultan.

Problem kedua adalah kesenjangan ekonomi. Tidak banyak data tentang kesenjangan ekonomi di Brunei. Salah satunya menyebutkan bahwa rasio Gini kekayaan adalah di atas 0,7 yang menunjukkan ketimpangan tajam.

Problem ketiga adalah kualitas pendidikan di Brunei masih di bawah rata-rata dunia (OECD). Meski dibanding negara tetangga terdekat, kualitas pendidikan Brunei tidak teralalu buruk, tetapi, tidak memadai untuk menyongsong masa depan yang lebih menantang.

Solusi untuk Brunei adalah meningkatkan kebebasan warga untuk berpartisipasi aktif secara politik. Tetapi kondisi ekonomi warga Brunei, saat ini, sesuai income perkapita adalah baik atau sangat baik. Jadi, mengapa warga harus berpolitik jika kondisi ekonomi baik-baik saja? Bukankah perubahan politik bisa saja, justru, memperburuk situasi ekonomi? Status quo memiliki beragam dalih penguat. Bagaimana pun, setiap negara perlu untuk bergerak menjadi lebih baik. Termasuk Brunei.

Solusi untuk bidang pendidikan, tampaknya, menjadi keharusan bagi Brunei. Dengan kekayaan yang berlimpah, sepatutnya, Brunei meningkatkan kualitas pendidikan menjadi salah satu yang terbaik di dunia. Masa depan Brunei menjadi makin cerah dengan meningkatnya kualitas pendidik bagi seluruh warga.

Ringkasan Alternatif

Dari yang paling demokratis sampai tidak demokratis, dari yang paling stabil Brunei 111 sampai paling chaos US 333, semuanya bisa sukses dalam politik. Pun, semuanya bisa runtuh dalam politik. Dengan demikian, tersedia jalur politik yang beragam bagi umat manusia. Saat ini, sistem demokrasi termasuk yang paling besar mendapat dukungan. Dengan harapan setiap warga dunia mampu menerapkan hak politiknya dengan baik, demokrasi memang paling menjanjikan.

Dari sisi teknologi, berkembang media digital yang mendorong digitalisasi. Umat manusia masih gagap merespon media digital untuk kepentingan politik. Sementara, media digital memiliki kekuatan politik yang sangat besar, bit power, maka semua sistem politik perlu waspada penuh terhadap teknologi digital.

8.3 Parameter Keadilan

Politik tataluma perlu menyusun parameter keadilan yang komprehensif, di saat yang sama, layak untuk dicapai di masa kini.

KebebasanKesetaraanKemajuan

Indikator utama dari keadilan adalah: kebebasan, kesetaraan, dan kemajuan. Selanjutnya, kita perlu menyusun parameter dari masing-masing indikator di atas agar sistem politik berada pada arah yang benar.

Kebebasan: positif, negatif, modal

Kebebasan positif adalah setiap warga bebas menggunakan hak politiknya – tentu saja bebas juga tidak menggunakannya. Ukuran minimal adalah setiap warga bebas, dengan aman, menyuarakan isi pikirannya dan bebas menentukan pilihan politik.

Misal dalam menentukan suara pemilihan presiden, setiap warga bebas melakukan pemilihan meski belum terdaftar. Syarat wajib terdaftar, dan lain-lain, adalah hanya aspek administrasi, yang, bisa diatur sedemikian hingga proses pemilihan berjalan lancar. Bukan sebaliknya. Bukan syarat administrasi membatalkan hak pilih warga.

Ukuran maksimal, barangkali, setiap warga berhak mendaftarkan diri sebagai calon kontestan pemilihan presiden. Pendaftaran bisa melalui media digital, misalnya. Untuk menjamin keluasan akses warga, maka, media pendaftaran bisa beragam, lebih dari satu platform. Selanjutnya, dengan teknologi digital, kita bisa melakukan seleksi awal.

Tentu saja, kebebasan ada batasnya dan perlu modal. Kebebasan menjadi terbatas, atau dilarang, bila kebebasan tersebut mengganggu kebebasan pihak lain. Kita perlu mengaturnya dengan konstitusi. Bagaimana pun, pengaturan ini hanya berjumlah sedikit karena setiap warga memiliki “simpati” yaitu intuisi bahwa sesuatu melanggar kebebasan orang lain atau tidak.

Kebebasan negatif adalah setiap warga terbebas, terlepas, dari setiap ancaman. Setiap warga terbebas dari beban yang tidak wajar. Negara perlu menjamin setiap warga terbebas dari kebodohan misal dengan menyediakan sekolah sampai lulus SMA atau setara D1 dengan gratis sepenuhnya.

Setiap warga negara terbebas dari penyakit. Misal, negara menjamin tersedianya fasilitas kesehatan dasar yang tersebar di seluruh daerah dengan gratis sepenuhnya dan mudah diakses.

Modal awal menjadi penting untuk kebebasan dan kesetaraan. Setiap warga perlu memiliki modal awal yang memadai agar dapat menerapkan kebebasan politiknya. Negara menjamin ketersediaan modal awal ini bagi setiap warga. Tampaknya, belum ada negara di dunia yang menerapkan ini.

Kita bisa mengembangkan ide, contoh kasus di Indonesia, bahwa setiap pemuda mendapat hibah uang 500 juta rupiah ketika berusia 20 tahun. Pemuda itu bebas memanfaatkan sebagai modal awal. Barangkali, dia bisa mulai wirausaha, bertani, menabung, atau lainnya. Pemuda itu memiliki kebebasan – baik dia pemuda kaya atau miskin sama-sama bebas.

Penerapan modal-awal ini bisa bertahap agar lebih stabil.

UsiaModal Awal
20200 juta
21100 juta
22100 juta
2350 juta
2450 juta

Angka 500 juta hanyalah asumsi, bisa diganti dengan angka yang lebih tepat. Kita memerlukan yang tepat, sedemikian hingga, angka itu memberi kebebasan kepada pemuda untuk mengejar cita-citanya. Di saat yang sama, angka itu tidak akan cukup untuk bertahan hidup dalam beberapa tahun ke depan jika pemuda itu malas.

Kesetaraan: hak, modal, kecelakaan

Setiap warga memiliki kedudukan yang setara. Ukuran kesetaraan adalah konstitusi menyatakan dengan jelas kesetaraan politik dan menjamin kebebasan untuk menerapkan hak.

Ukuran hak adalah setiap perkumpulan perlu menyatakan hak dan kewajiban dengan memberi prioritas kepada hak. Atau, pernyataan hak dipisahkan dengan kewajiban. Sehingga, pernyataan hak merupakan pernyataan eksplisit. Sementara, pernyataan kewajiban adalah konsekuensi logis dari pernyataan hak. Pernyataan kewajiban adalah penjelas dari pernyataan hak.

Modal awal adalah modal kesetaraan, seperti di bahas di atas. Setiap warga setara, setidaknya, dalam modal awal: pendidikan minimal lulus SMA, sehat jasmani rohani, dan hibah modal ekonomi 500 juta per orang. Dengan posisi setara, setiap warga siap bersaing dengan bebas dan adil secara politik.

Bagaimana pun, kecelakaan bisa terjadi sewaktu-waktu akibat bencana alam atau ulah manusia. Kecelakaan merubah situasi menjadi tidak setara. Maka, kita perlu menjamin pengaman bagi korban kecelakaan misal dengan sistem asuransi yang dinamis.

Ukuran kesenjangan sudah tersedia di antaranya: rasio Gini, rasio Palma, dan rasio power Paman. Perbedaan adalah realitas fundamental sebagaimana kesetaraan. Tetapi, perbedaan yang terlalu tajam mengakibatkan kesenjangan yang perlu dicegah. Kita perlu menetapkan batas-batas dari kesenjangan. Kemudian memberi koreksi-koreksi yang diperlukan.

Kemajuan: minimal, kecepatan

SDG menetapkan batas garis kemiskinan, misal konsumsi di bawah 2 dolar per hari. Dengan cara yang sama, kita bisa menetapkan batas minimal politik. Misal, minimal 90% penduduk dewasa terdaftar sebagai pemilih. Maksimal 0,01% warga yang tidak bisa, atau tertunda, memberikan suara.

Ukuran kecepatan menjadi penting untuk mengetahui seberapa besar dan cepat perubahan menuju sistem politik yang lebih sehat.

Sistem politik adalah sistem empiris – bukan sistem aksiomatik murni layaknya sistem matematika. Sistem politik lebih mirip dengan sistem statistik. Karena itu, dalam politik, tidak ada klaim kebenaran universal akibat dari karakter empirisnya. Sehingga, setiap ukuran yang kita kembangkan selalu berupa interval – bukan satu titik angka. Kita perlu menetapkan batas atas dan batas bawah bagi setiap ukuran.

Demikian juga tingkat keyakinan, atau kebenaran, dari suatu ukuran selalu dinamis – tidak bisa benar mutlak 100%. Kita perlu mengkaji ulang dan mengukur ulang untuk mendapatkan klaim kebenaran yang diharapkan.

Dengan lengkapnya ukuran yang dinamis, kita berharap sistem politik menjadi manifestasi cinta umat manusia dan alam semesta. Politik adalah perpaduan serasi antara luma dan tata membentuk politik tataluma.

Lanjut ke Agama Cinta
Kembali ke Philosphy of Love

Diterbitkan oleh Paman APiQ

Lahir di Tulungagung. Hobi: baca filsafat, berlatih silat, nonton srimulat. Karena Srimulat jarang pentas, diganti dengan baca. Karena berlatih silat berbahaya, diganti badminton. Karena baca filsafat tidak ada masalah, ya lanjut saja. Menyelesaikan pendidikan tinggi di ITB (Institut Teknologi Bandung). Kini bersama keluarga tinggal di Bandung.