Teknologi lebih dari sekedar alat bagi manusia. Teknologi adalah anugerah bagi manusia untuk meraih masa depan lebih bahagia. Tetapi, memang benar, teknologi bisa menjadi penjara bagi seluruh umat manusia.

Kita perlu berpikir terbuka untuk modifikasi teknologi agar membantu umat manusia – untuk berpikir terbuka.
1. Alat sampai Tujuan
2. Teknologi Indera
3. Teknologi Pikiran
4. Teknologi Diri
5. Badan sebagai Teknologi
6. Teknologi Mencipta Teknologi
7. Membuka Masa Depan
Sekilas, teknologi tampak seperti alat bagi manusia untuk mencapai tujuan. Pengamatan lebih jauh, justru menunjukkan, teknologi yang memperalat manusia. Teknologi mesin pabrik makin megah. Teknologi transportasi mobil, kapal, dan pesawat makin besar. Teknologi komputer dengan internetnya makin mendunia. Manusia menjadi hanya bagian kecil dari pertumbuhan teknologi itu. Manusia bekerja untuk teknologi. Bukan lagi, teknologi bekerja untuk manusia. Manusia diperalat oleh teknologi. Benarkah seperti itu?
1. Alat sampai Tujuan
Dokter dan ahli medis menciptakan suntik agar memudahkan dokter memasukkan obat ke tubuh pasien. Suntik adalah alat bagi dokter untuk mencapai tujuan yaitu memasukkan obat ke pasien. Tahap berikutnya, terjadi pembalikan. Suntik yang ada pada dokter mengendalikan pikiran dokter, sedemikian hingga, dokter berpikir siapa saja orang yang akan dijadikan sasaran suntik.
Perhatikan kasus vaksin covid-19. Awalnya, vaksin adalah alat bagi manusia untuk menyehatkan badan manusia terhadap ancaman covid. Pada tahun 2022 – 2023, pandemi mulai mereda tetapi persediaan vaksin masih ada. Teknologi yang berupa vaksin itu mengendalikan pikiran manusia. Bagaimana agar vaksin-vaksin itu masuk ke tubuh manusia?
Pertama, mengganti istilah vaksin menjadi booster. Karena orang-orang sudah vaksin dua kali, tampak, tidak wajar jika harus vaksin tiga kali. Sehingga, lebih natural, bila booster satu kali atau dua kali. Padahal, sama saja dengan vaksin empat kali. Kedua, memberikan vaksin gratis ke masyarakat dan lain-lain. Vaksin bukan lagi alat bagi manusia. Tetapi, vaksin memperalat manusia melalui manusia lain. Perlu kita cermati bahwa gratis bermakna ada biaya tersembunyi dalam satu dan lain bentuk.
“Jika Anda punya palu, maka, segala sesuatu tampak seperti paku,” adalah ungkapan yang bisa kita mengerti.
Awalnya, kita punya palu, paku, gergaji, mistar, dan lain-lain adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan membuat meja, misalnya. Tahap selanjutnya, alat-alat pertukangan itu membentuk pikiran kita sebagai seorang tukang. Kita menolak pekerjaan selain tukang. Kita membatasi diri mencari pekerjaan sebagai tukang. Padahal, kita adalah manusia seutuhnya. Kita bisa menjadi tukang, pedagang, pengusaha, penyair, penyanyi, atau lainnya. Tetapi, alat-alat pertukangan sudah mengendalikan pikiran manusia.
Bagaimana produsen teknologi perang? Bagaimana produsen senapan otomatis? Bagaimana produsen panser? Bagaimana produsen senjata nuklir?
Awalnya, mereka berpikir memproduksi teknologi perang adalah untuk menjaga keamanan. Setelah senjata-senjata canggih itu ada di tangan mereka, maka, senjata canggih itu mengendalikan pikiran mereka. Senjata-senjata itu mendorong orang untuk berpikir potensi perang. Semoga orang-orang yang pegang senjata tetap komitmen untuk menjaga perdamaian.
Sampai di sini, kita perlu waspada. Pada tahap awal, teknologi adalah alat bagi manusia untuk mencapai tujuan. Pada tahap akhir, bisa berbalik. Ada resiko bahwa teknologi memperalat pikiran manusia.
Bagaimana pun, teknologi adalah anugerah bagi kita, anugerah bagi manusia. Teknologi membantu kita untuk menyongsong masa depan yang indah. Dengan berpikir-terbuka, umat manusia bisa tumbuh harmonis bersama teknologi. Teknologi memudahkan manusia membuka posibilitas lebih luas. Teknologi membantu manusia mencapai freedom: bebas dan membebaskan. Tentu saja, teknologi menuntut manusia untuk tetap komitmen di jalan kebaikan. Komitmen untuk menjaga interaksi dengan teknologi yang manusiawi.
2. Teknologi Indera
Mata kita adalah teknologi. Mata adalah teknologi bagi jiwa untuk melihat dunia luar. Ketika masa tua tiba, mata jadi kabur, maka, jiwa perlu teknologi tambahan berupa kaca mata agar bisa melihat dunia luar dengan jelas. Baik mata, mau pun kaca mata, adalah teknologi bagi jiwa untuk melihat obyek di alam eksternal.
Sehingga, mata dan kaca mata adalah anugerah bagi manusia untuk bisa berinteraksi dengan alam luar. Karena itu, kita perlu bersyukur atas anugerah dan komitmen untuk memanfaatkannya guna membuka posibilitas luas bagi masa depan.
Dengan cara yang sama, kaki adalah teknologi untuk gerak, hidung adalah teknologi untuk aroma, gigi adalah teknologi untuk mengunyah dan lain-lain. Bahkan, hasrat adalah teknologi bagi jiwa untuk reproduksi meneruskan kelangsungan spesies manusia. Begitu besar anugerah teknologi bagi kita. Rasa syukur akan memperbesar nilai setiap anugerah.
Jika mata adalah anugerah sebagai teknologi, kaki adalah anugerah sebagai teknologi, dan seluruh indera adalah anugerah sebagai teknologi, maka, siapakah diri kita ini? Siapakah manusia? Apa sejatinya jiwa? Siapa yang merasakan, menerima, anugerah itu? Atau, justru, siapa yang memberi semua anugerah itu? Pertanyaan-pertanyaan ini penting. Kita perlu menjawabnya dengan seksama dan penuh perenungan. Meski pun, kita tahu, setiap jawaban yang kita temukan akan mengantarkan kepada pertanyaan baru lagi. Tetapi, memang begitulah manusia. Pertanyaan adalah anugerah. Jawaban adalah anugerah. Bertanya lebih lanjut, juga anugerah.
Mari kembali membahas teknologi indera. Kaca mata adalah teknologi yang membantu teknologi mata. Pisau adalah teknologi yang membantu teknologi tangan. Manusia bisa memotong sayur memakai tangan. Lama-lama, memotong sayur dengan tangan dapat mengakibatkan tangan menjadi sakit. Pisau adalah teknologi yang membantu kerja tangan. Memotong sayur menjadi mudah dengan teknologi pisau.
Mobil adalah teknologi untuk memudahkan manusia memindahkan barang. Awalnya, manusia bisa memindahkan barang dengan mengangkatnya, kemudian, membawanya ke tempat tujuan yang jauh. Tugas seperti itu berat. Mobil adalah teknologi untuk memindahkan suatu beban dengan mudah.
Telepon, internet, dan media sosial adalah teknologi untuk membantu manusia komunikasi. Awalnya, manusia bisa komunikasi ketika bertemu langsung, tatap muka. Ketika terpisah oleh jarak yang jauh, orang-orang perlu berteriak agar suara bisa terdengar. Ketika terpisah di dua kota, maka, tidak ada teriakan yang bisa didengar untuk komunikasi. Media sosial adalah teknologi yang memudahkan manusia untuk bisa terus berkomunikasi meski terpisah jarak ratusan kilo meter.
Kita masih bisa terus menambahkan contoh bahwa indera adalah teknologi dan teknologi adalah alat bantu bagi indera.
Lalu, untuk apa semua teknologi itu? Untak apa semua kemampuan indera itu?
Berpikir-terbuka dengan logika-futuristik membantu kita untuk menjawab pertanyaan penting ini. Teknologi indera adalah anugerah bagi kita untuk membuka masa depan dengan posibilitas luas yang bebas dan membebaskan.
Realitas bisa saja terbalik dari logika. Teknologi justru digunakan pihak tertentu untuk menindas pihak lain. Bukan membuka posibilitas, tetapi, menindas posibilitas jadi terbatas bagi pihak lain. Secara personal, teknologi indera menjebak banyak orang. Indera mata seharusnya untuk memandang masa depan yang cemerlang. Yang terjadi, mata digunakan untuk melihat banyak hal yang tidak benar. Menjadikan mereka terpikat oleh jebakan iklan, konsumsi buruk tiada henti. Akhirnya, kesehatan menurun dan dirundung utang menggunung.
Hasrat makan sama saja. Nikmatnya makanan membuat mereka berlebih-lebihan. Akibatnya, perut buncit, darah tinggi, kencing manis, dan serangan jantung. Padahal hasrat makanan adalah agar kita makan sehat dan berkarya dengan semangat. Serta, empati kepada orang-orang yang sulit mendapat makanan, kemudian, berbagi makanan sehat kepada mereka.
Nafsu birahi bisa lebih parah lagi. Nafsu kepada lawan jenis sampai melampaui batas. Sebaliknya, nafsu sesama jenis sampai melampaui batas-batas nalar. Birahi ekonomi sulit berhenti. Birahi politik, apa lagi. Padahal nafsu adalah agar kita bisa saling mengasihi. Kita bisa meneruskan eksistensi spesies manusiawi bersama suara hati.
Sekali lagi, kita perlu komitmen untuk memandang teknologi indera sebagai anugerah untuk freedom yang bebas dan membebaskan. Tugas kita adalah untuk modifikasi teknologi demi kebaikan bersama.
3. Teknologi Pikiran
Pikiran kita juga sebuah teknologi. Kita berpikir dengan pikiran, hati, dan otak. Sehingga, pikiran adalah teknologi bagi manusia. Karena teknologi adalah anugerah, maka, pikiran juga anugerah. Sebaliknya juga sama valid. Karena pikiran adalah anugerah, maka, teknologi adalah anugerah.
Teknologi pikiran paling primitif, barangkali, adalah kalkulator sebagai mesin hitung. Lebih kuno lagi adalah teknologi sempoa. Seperti biasa, teknologi pikiran mengungkung manusia pada waktunya. Sempoa menjadikan orang malas berpikir hitungan dasar. Kalkulator lebih parah lagi. Menjadikan orang malas berhitung dan memberi ide untuk melakukan beragam kecurangan dalam ujian dan lainnya.
Teknologi pikiran paling canggih, saat ini, adalah teknologi digital dengan media sosial lengkap dengan artificial intelligence (AI) serta dukungan kapital besar.
Tentu, media sosial bermanfaat besar dengan membuka posibilitas luas. Orang-orang bisa komunikasi di seluruh dunia secara online nyaris tanpa jeda waktu. Orang-orang bisa berdagang di seluruh penjuru dunia dengan harga terbaik. Berita terbaru tersedia dari mana saja di mana saja.
Saya, pengalaman personal, bisa membaca beragam artikel ilmiah dan filosofis dari seluruh dunia. Saya bisa membaca ensiklopedia online lengkap dengan multimedia. Lebih dari itu, buku-buku tebal berkualitas sepanjang sejarah bisa kita akses online.
Dari arah sebaliknya, saya berbagi tulisan melalui internet yang bisa dibaca oleh siapa saja di mana saja. Melalui video di youtube, saya berbagi lebih dari 7000 video matematika kreatif secara gratis. Saya berbagi pikiran melalui beragam teknologi pikiran.
Bukankah teknologi pikiran adalah kabar baik? Tentu. Dan, seperti biasa, ada resiko kebalikannya.
Teknologi pikiran, seperti contoh di atas, berhasil membuka posibilitas luas dan memberi freedom ke banyak orang. Di saat yang sama, ada pihak-pihak tertentu yang memanipulasi teknologi untuk kepentingan ekonomis menguntungkan segelintir orang kaya – atau super kaya. Teknologi digital, saat ini, banyak menunjukkan bahwa media sosial mendorong yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Ketika kepentingan ekonomis ini berpadu dengan kepentingan politis, maka, lengkap sudah menjadikan media sosial sebagai penjara pikiran. Hoax bertebaran di jagat maya, sampai-sampai, sulit membedakan dengan kebenaran. Tetapi, ujungnya jelas: media sosial menguatkan kepenting ekonomi dan kepentingan politik pihak tertentu.
Tugas bagi kita jelas: berpikir-terbuka dengan logika-futuristik, sedemikian hingga, membuka posibilitas luas teknologi yang bebas dan membebaskan. Tentu, perlu komitmen kuat untuk menjalankan tugas berpikir-terbuka. Kemudian, kita modifikasi teknologi untuk kebaikan bersama.
Karena pikiran adalah teknologi, maka, bisakah pikiran menjadi penjara bagi manusia itu sendiri? Tentu bisa. Pikiran memang bertugas membuka posibilitas luas yang bebas. Tetapi, pikiran bisa menjadi penjara yang menindas manusia. Pikiran yang menyatakan bahwa diri kita memiliki pikiran terbaik sehingga setiap orang harus menurut kepada kita adalah penjara sangat bahaya. Pikiran bahwa aliran pemikiran kita paling benar sedangkan pihak lain sebagai salah adalah pikiran jahat yang menjadi penjara banyak orang. Pikiran adalah penjara yang lembut namun membawa maut. Kita perlu waspada untuk membebaskan diri dari penjara pikiran sebagai teknologi. Pikiran kita perlu terbuka terhadap ragam posibilitas kebaikan, dengan menerapkan logika-futuristik misalnya.
Buku adalah teknologi pikiran paling baik, buku cetak. Buku memberi informasi, pengetahuan, dan pikiran-pikiran segar. Di saat yang sama, buku memberi waktu bagi kita untuk berpikir bebas. Buku membebaskan kita untuk membacanya secara urut mau pun acak. Buku membebaskan kita membaca secara utuh atau sebagian saja. Buku adalah sumber pikiran yang bebas dan membebaskan. Tentu saja, buku bisa diinterpretasikan dan digunakan secara salah. Bagaimana pun, secara umum, buku bisa diinterpretasikan dan digunakan secara baik dan benar. Dengan demikian, membaca buku merupakan salah satu cara terbaik untuk berpikir-terbuka.
4. Teknologi Diri
Dikabarkan, orang terkaya di dunia, misal namanya Bejo, ingin hidup abadi. Bejo ingin tidak mati. Dengan tersedianya teknologi, Bejo berharap bisa hidup selamanya. Teknologi kedokteran dan medis memungkinkan manusia merawat badannya secara sehat lebih lama. Terbuka posibilitas bagi manusia berumur lebih panjang dengan badan tetap kuat. Teknologi informasi memungkinkan kita menyimpan pikiran ke dalam jaringan komputer. Dengan kata lain, pikiran manusia menjadi abadi secara digital. Kemampuan berpikir tetap segar meski usia sudah tua. Tidak pikun, tidak lambat, dan tidak bingung.
Bejo ingin hidup abadi. Bisakah terjadi? Secara teoritis, sampai saat ini, mungkin saja manusia bisa hidup abadi. Sementara, secara empiris praktis, menunjukkan bahwa setiap manusia pasti akan mati. Kemajuan teknologi medis tidak bisa menolak kematian, hanya bisa menunda kematian, andai bisa. Bejo, barangkali, bisa hidup sampai usia 200 tahun dengan badan sehat. Apakah badan Bejo akan tetap sehat setelah berumur 500 tahun? Kemungkinan besar, badan Bejo akan rusak dan mati.
Alternatifnya adalah menggunakan teknologi informasi. Semua pengetahuan Bejo disimpan di jaringan komputer secara digital. Termasuk memori, perasaan, dan seluruh pengalaman Bejo, atau seluruh diri Bejo, disimpan di jaringan komputer. Sehingga, ketika usia 300 tahun, badan Bejo mulai melemah, seluruh diri Bejo pindah ke jaringan komputer. Badan Bejo memang jadi rusak. Kemudian, diri Bejo yang ada di jaringan komputer itu, dibuatkan badan misal avatar. Dengan demikian, Bejo hidup lagi dengan badan avatar dan diri berupa jiwa Bejo seutuhnya. Badan avatar itu sendiri dibuat sama persis dengan badan Bejo yang sehat. Avatar itu benar-benar adalah Bejo. Keunggulannya, badan avatar terbuat dari bahan sintetis sehingga bisa dirawat secara abadi tanpa ada penuaan dengan disediakannya beragam suku cadang.
Lebih menarik lagi, kita bisa membuat duplikat avatar Bejo lebih dari satu buah. Sehingga, kita bisa menciptakan lebih banyak Bejo dari avatar yang sama. Misal, kita memproduksi dua avatar dari Bejo yaitu P dan R. Pada awalnya, avatar P identik dengan avatar R dan mereka identik dengan Bejo itu sendiri. Seiring dengan waktu, P dan R menjadi berbeda dan unik sesuai pengalaman hidup masing-masing. Kita, sebagai pihak luar, memandang P dan R sebagai kembar identik dengan Bejo. Dalam dirinya sendiri, P dan R adalah pribadi yang berbeda seperti saudara kembar.
Bisa jadi, Bejo keberatan bila avatar dirinya diproduksi dalam jumlah banyak. Bejo ingin spesial, yaitu, hanya ada satu avatar unik. Teori quantum dan teknologi quantum memungkinkan untuk menciptakan avatar yang unik semacam itu. Dalam teori quantum terdapat teorema yang menyatakan tidak ada duplikasi. Dengan demikian, avatar Bejo benar-benar unik sebagai diri Bejo. Bila skenario ini benar bisa terjadi, maka, kita berhasil menciptakan teknologi diri. Tapi, apakah benar-benar bisa?
(a) Analisis esensial. Secara esensial, avatar Bejo bisa diproduksi. Artinya, Bejo bisa hidup abadi sebagai avatar dirinya. Teknologi diri berhasil memproduksi diri manusia. Manusia, secara analisis esensial, adalah badan manusia yang dipadukan dengan informasi yang tersimpan dalam otak manusia. Ketika badan manusia bisa digantikan oleh badan avatar, dan informasi otak manusia bisa diubah menjadi bentuk digital, kemudian, mereka digabungkankan, maka tercipta manusia yang abadi.
(b) Analisis eksistensial. Tidak mungkin manusia abadi di dunia ini. Secara eksistensial, manusia adalah unik tidak bisa digantikan oleh apa pun. Ketika manusia mati, maka, avatar tidak bisa menggantikannya. Avatar Bejo bukanlah Bejo. Mereka adalah dua eksistensi konkret yang berbeda. Avatar, barangkali, mengalami seluruh memori Bejo. Maksudnya, avatar ingat kenangan dirinya waktu kecil hidup bersama ibunya, sekolah dasar, dan sampai dewasa sebagai Bejo. Dan, barangkali, avatar bisa memahami bahwa dirinya adalah produksi dari teknologi. Tetapi, dengan kondisi seperti itu, avatar sadar bahwa dirinya adalah avatar dan bukan Bejo.
Dari perspektif Bejo lebih rumit lagi. Ketika avatar bisa merasakan memori sebagai Bejo, maka, apakah Bejo merasakan dirinya hidup sebagai avatar? Tidak. Bejo tidak merasakan eksistensi avatar adalah eksistensi Bejo. Jadi, secara eksistensial, kita gagal memproduksi teknologi diri. Kita gagal menjadikan manusia hidup abadi di dunia ini, meski, dibantu oleh teknologi. Siapa pun Anda harus bersiap-siap menghadapi mati, pasti.
(c) Makna-eksistensial. Logika-futuristik mengacu masa depan sebagai dasar utama makna. Karena itu, titik akhir di masa depan adalah penting. Sebagai individu, titik akhir di masa depan adalah kematian kita. Mati adalah akhir dari hidup kita. Dengan mati, maka seluruh hidup kita menjadi bermakna. Seluruh hidup kita adalah proses untuk mencapai kematian dengan baik.
Asumsikan kita bisa hidup abadi. Atau, seperti main game, kita bisa mati, lalu, mulai hidup lagi dengan game baru lagi dan begitu seterusnya. Dengan asumsi ini, maka semua makna jadi kehilangan makna. Karena tidak ada titik akhir di masa depan, maka, semua makna bisa direvisi, semua makna bisa dianulir oleh kehidupan baru Anda yang bangkit, di dunia ini, setelah Anda mati. Jadi, teknologi diri yang menjadikan manusia abadi di dunia ini adalah mustahil. Jika manusia ingin abadi, maka, dia perlu hidup lagi di dunia lain yang tidak berhubungan langsung dengan dunia ini.
Singkat kata, teknologi untuk menciptakan manusia hidup abadi adalah mustahil. Meski pun, analisis esensial memberikan secercah harapan bahwa kita bisa membuat teknologi diri sehingga abadi. Ada beberapa asumsi esensial. Pertama, esensi pikiran manusia bisa diubah menjadi bentuk digital. Demikian juga esensi jiwa manusia. Kedua, esensi badan manusia bisa digantikan oleh badan avatar. Kedua esensi di atas hanya dari perspektif esensial. Sedangkan, bila kita mencermati realitas, misal secara eksistensial, jiwa dan badan manusia adalah unik tak tegantikan. Ketika sebagian badan manusia diganti oleh badan lain, maka, ada proses tertentu untuk penyesuaian. Bagian berikutnya akan membahas tentang badan manusia.
5. Badan sebagai Teknologi
Badan adalah teknologi yang selalu melekat dekat dengan diri kita. Badan adalah titik temu, atau ruang temu, antara diri kita dengan alam eksternal. Sementara, diri kita hanya bisa eksis di dalam dunia. Maksudnya, kita tidak bisa eksis di ruang hampa. Kita tidak bisa eksis hanya seorang diri sendiri tanpa ada alam apa pun. Dengan demikian, badan adalah teknologi unik yang menghubungkan diri kita dengan alam eksternal secara niscaya.
Diri kita eksis di dalam badan kita, tetapi, tidak terbatas oleh badan itu sendiri. Diri kita imanen, menempel, di badan tetapi transenden, melampaui, dari badan itu sendiri. Badan bukanlah diri. Dan, diri kita bukanlah badan. Demikian juga, badan bukanlah alam eksternal dan alam eksternal bukanlah badan. Meski demikian, karena badan adalah titik temu, maka badan bisa meluas sampai ke diri kita mau pun sampai ke alam eksternal. Atau, diri kita bisa menyentuh dunia eksternal melalui badan dan dunia eksternal bisa menyentuh diri kita melalui badan juga.
Penting bagi setiap orang merawat badan dengan baik. Secara umum, badan perlu dijaga agar tetap sehat, pada gilirannya, badan sehat mendukung jiwa menjadi sehat. Badan menjadi sehat berkat memperoleh asupan yang tepat dari alam, pada gilirannya, badan sehat ikut menjaga kelestarian alam. Jiwa, badan, dan alam saling terhubung dengan erat.
Dalam perkembangannya, badan sebagai teknologi penghubung itu bisa terasa menghilang. Kita mengambil minuman di depan kita dengan tangan kanan, misalnya. Kita hanya merasa mengambil minuman tersebut. Kita tidak merasa, kita tidak sadar, menggerakkan tangan kanan. Karena tangan kanan itu sudah menyatu dengan jiwa kita. Seakan-akan tangan kanan itu adalah diri kita sendiri. Tangan kanan, sebagai teknologi penghubung, seakan-akan telah hilang.
Apakah Anda pernah membaca buku dengan memakai kaca mata? Apakah Anda merasa memakai kaca mata? Apakah Anda melihat kaca mata? Anda asyik saja membaca buku. Teknologi kaca mata, yang menghubungkan jiwa dengan buku, seakan-akan hilang begitu saja. Kaca mata sudah menyatu dengan jiwa kita.
Awalnya, badan terasa menghilang karena sudah menyatu dengan jiwa. Kemudian kaca mata, sepatu, baju, celana, dan topi terasa menghilang karena sudah menyatu dengan jiwa. Lebih lanjut alam se-desa, se-provinsi, se-bumi dan se-dunia terasa menghilang karena sudah menyatu dengan jiwa. Sehingga, merawat badan juga bermakna merawat kaca mata, serta, bermakna merawat bumi. Ketika tangan sakit, maka, diri kita terasa sakit karena tangan adalah bagian dari jiwa kita. Demikian juga, ketika bumi sakit, maka, diri kita juga terasa sakit karena bumi adalah bagian dari jiwa kita.
Seluruh dunia adalah badan bagi manusia. Dan, manusia adalah jiwa bagi dunia.
Bagaimana pun, batas antara jiwa dengan alam eksternal senantiasa dinamis. Badan kita selalu dinamis. Badan ambigu: badan bukan bagian dari jiwa, di saat yang sama, badan adalah bagian dari jiwa. Alam semesta juga sama. Alam terasa bukan bagian dari jiwa, dan di saat yang sama, terasa bagian dari jiwa. Karakter ambigu yang dinamis ini bukan suatu cacat, tetapi, memang begitulah realitas yang kita hadapi.
Kembali ke tema teknologi, maka, kita menemukan teknologi senantiasa ambigu dinamis. Sama juga, karakter ambigu dinamis bukanlah cacat bagi teknologi. Tetapi, memang demikianlah, ambigu dinamis, karakter sejati dari teknologi. Karena itu, kita perlu berpikir terbuka terhadap teknologi. Kita perlu fokus menatap posibilitas luas dari teknologi yang bebas dan membebaskan.
Sampai di sini, kita bisa mengajukan ulang pertanyaan awal. Apakah teknologi merupakan suatu alat atau tujuan? Alat dan tujuan bagi siapa? Bagi manusia? Siapa itu manusia? Apa itu tujuan?
Jawaban singkat dari semua pertanyaan itu adalah: ambigu dinamis. Kita akan melanjutkan kajian di bawah ini.
6. Teknologi Mencipta Teknologi
Khawatir bercampur harapan, “Bagaimana jika teknologi mampu memproduksi teknologi lagi?”
Kita bisa berharap, atau berkhayal, andai teknologi bisa mencipta teknologi. Kita, misal, punya sepasang mobil: mobil jantan dan mobil betina. Dari pasangan mobil ini lahir beberapa anak mobil. Kemudian, mereka beranak-pinak menghasilkan puluhan mobil. Bukankah itu harapan yang indah?
Lebih menarik lagi, bila kita menempatkan mobil itu di hutan seperti sepasang kijang. Kijang hidup di hutan secara mandiri – tanpa bantuan manusia. Kemudian, kijang berkembang biak menjadi banyak. Demikian juga, sepasang mobil di hutan berkembang biak menjadi banyak. Tiba saatnya panen, kita mengambil puluhan mobil itu, untuk kemudian, menjualnya dengan memperoleh keuntungan besar. Bukankah itu harapan yang menarik?
Mobil memproduksi mobil tidak pernah terjadi. Sehingga, cerita kita di atas hanya khayalan belaka. Bagaimana dengan teknologi lain? Misal, artificial intelligence (AI)?
Program AI, saat ini, mampu menulis program coding. Memang program yang dihasilkan oleh AI masih sederhana. Tetapi, kita bisa berkhayal juga bahwa, suatu saat, AI akan mampu membuat program yang canggih. Saat itu, AI mampu memproduksi AI. Teknologi berhasil memproduksi teknologi.
Mari kita lanjutkan skenario bahwa AI mampu memproduksi AI. Saat ini, industri produksi mobil menerapkan AI untuk menentukan jenis mobil, kuantitas modil, dan kualitas mobil. Sehingga, pada gilirannya, AI bisa memproduksi mobil. Demikian juga, produksi iklan digital memanfaatkan AI untuk analisis iklan yang paling laris. Iklan digital ini menentukan perilaku konsumen, manusia, secara luas. Sehingga, AI berhasil mengendalikan perilaku konsumen, produsen, dan masyarakat secara umum. Dalam politik, para politikus menggunakan AI untuk mengambil keputusan yang berpengaruh ke masyarakat luas. Kita bisa melihat bahwa pengaruh AI menembus beragam sisi kehidupan. Pengaruh ini makin meluas dan membesar. Singkatnya, seluruh sisi kehidupan manusia memanfaatkan AI. Dengan kata lain, AI mengendalikan kehidupan manusia.
Bagaimana jika AI melakukan kejahatan kepada manusia? Karena AI adalah produk dari AI, atau produk dari jaringan AI, maka manusia tidak bisa mengendalikan AI. Akibatnya, AI bisa berbuat jahat dan menindas manusia. Harapan terhadap teknologi berubah menjadi kekhawatiran terhadap teknologi.
Pertanyaan bisa kita ganti, “Memang, apa masalahnya jika AI berbuat jahat dan menindas manusia?”
Bukankah, selama ini, manusia sudah berbuat jahat dan menindas manusia lain?
Pertanyaan terakhir, di atas, mengingatkan kita bahwa kejahatan dan penindasan itu sudah terjadi selama ini. Baik kejahatan itu memakai teknologi sederhana mau pun teknologi canggih. Dengan demikian, ketika AI melakukan kejahatan dengan menindas manusia, maka, umat manusia sudah terbiasa mengalami hal seperti itu. Sehingga, hal itu bukan masalah besar bagi kemanusiaan. Tugas manusia memang harus menangani masalah-masalah seperti itu, menghadapi kejahatan dan penindasan.
Jadi, siapa pun pelaku kejahatan itu, manusia tetap bertanggung jawab untuk menghadapinya. Pelaku kejahatan bisa saja AI, manusia, jin, kerusakan alam, atau lainnya. Semua sama saja. Manusia tetap bertanggung jawab atas kejadian yang ada.
Apakah akan berhasil “teknologi bisa memproduksi teknologi” atau “AI bisa memperoduksi AI,” itu, bukan masalah utama bagi manusia. Masalah utama manusia adalah apakah mereka mampu berpikir-terbuka sehingga membuka posibilitas luas yang bebas dan membebaskan, serta, penuh komitmen. Tema ini akan kita bahas lebih detil di bagian bawah. Tetapi, apakah benar, pada saatnya nanti, AI akan mampu meproduksi AI?
Saya memperkirakan, pada suatu saat nanti, AI akan berhasil memproduksi AI. Artinya, teknologi mampu memproduksi teknologi. Akankah AI bisa inisiatif untuk berbuat jahat? Saya ragu itu. Jika AI memang mampu inisiatif berbuat jahat maka AI bertanggung jawab atas kejahatannya itu, sebagai mana, manusia bertanggung jawab atas kejahatannya. Saya menduga, AI bisa berbuat jahat karena ada campur tangan manusia secara langsung atau tidak.
7. Membuka Masa Depan
Teknologi adalah anugerah untuk membuka masa depan. Banyak sisi positif dan negatif dari teknologi. Bagaimana pun, teknologi tetap merupakan anugerah bagi manusia. Begitu juga, seluruh alam raya adalah anugerah bagi umat manusia. Di bagian akhir ini, kita akan membahas rekomendasi praktis terhadap teknologi, makna teknologi, dan rekayasa lanjutan. Dan, kita menjawab pertanyaan siapakah manusia itu?
a) Rekomendasi Praktis
(1) Gunakan teknologi secara praktis untuk membuka posibilitas baru secara luas. Gunakan teknologi untuk memasarkan produk-produk Anda atau gagasan-gagasan Anda. Gunakan teknologi untuk berbagi, untuk saling membantu di antara banyak pihak. Perhatikan bahwa teknologi bukan sekedar alat. Hati-hati karena teknologi bisa meperalat Anda sampai Anda rugi besar. Pastikan bahwa Anda memanfaatkan teknologi untuk membuka lebih banyak peluang baru yang cemerlang.
(2) Gunakan teknologi agar Anda makin bebas dan membebaskan lebih banyak orang. Dengan teknologi, Anda makin cepat, efisien, dan efektif untuk mencapai target. Sehingga, Anda lebih bebas memanfaatkan waktu yang tersedia. Atau, dengan teknologi, Anda menjadi lebih mudah menyelesaikan sutau pekerjaan sehingga Anda lebih bebas dalam menikmati pekerjaan tersebut. Hati-hati, jangan sampai Anda kecanduan teknologi sehingga Anda bergantung kepada teknologi. Pun, jangan mejadikan orang lain jadi tergantung kepada teknologi sampai tidak bebas. Pastikan untuk memanfaatkan teknologi guna membuat Anda lebih bebas dan membebaskan.
(3) Gunakan teknologi untuk mengembangkan komitmen Anda terhadap kebaikan. Dengan teknologi, kita mampu mempelajari suatu tugas dari beragam perspektif. Pilih tugas paling baik, kemudian, beri komitmen terkuat pada tugas itu. Jangan terjadi sebaliknya, karena teknologi menampilkan banyak pilihan, lalu, seseorang berubah-ubah pilihan tanpa komitmen. Teknologi, justru, perlu untuk menguatkan komitmen kepada kebaikan.
(4) Gunakan teknologi secara bijak, seimbang, dan tepat guna. Untuk menyelesaikan suatu tugas memerlukan 20 liter bahan bakar jika menggunakan mobil standar. Tetapi, memerlukan 40 liter bahan bakar jika menggunakan mobil mewah. Tentu saja, banyak alasan untuk memilih mobil mewah. Sementara, mobil standar lebih ramah lingkungan dan hemat. Gunakan teknologi secara bijak dan gunakan teknologi untuk membantu Anda mengambil keputusan secara bijak.
(5) Gunakan teknologi secara dinamis. Siap berubah dan fleksibel. Jangan terjebak oleh satu jenis teknologi. Bersiaplah untuk menatap masa depan yang dinamis. Teknologi itu sendiri terus berubah, maka, kita juga perlu untuk terus berubah dinamis dengan komitmen di jalan kebaikan.
Lima rekomendasi praktis, di atas, adalah yang paling dasar. Anda bisa mengembangkan lebih banyak tips memanfaatkan teknologi sesuai situasi yang ada. Manfaatkan teknologi untuk membuka posibilitas luas yang bebas dan membebaskan.
b) Makna Teknologi
Tiba waktunya, bagi kita, mengajukan pertanyaan dan merumuskan jawaban, “Apa sejatinya teknologi itu?”
Jawaban berupa definisi teknologi banyak tersedia online dan offline. Wikipedia mendefinisikan teknologi adalah penerapan ilmu pengetahuan untuk mencapai suatu tujuan praktis dengan cara yang dapat diulang.
“Technology is the application of knowledge for achieving practical goals in a reproducible way.” (Wiki).
Kita akan melangkah lebih jauh dengan memahami apa makna teknologi secara esensial, eksistensial, dan futuristik.
(1) Makna Esensial Teknologi
Secara esensial, teknologi adalah enframing, teknologi adalah kemasan. Teknologi adalah mengemas suatu esensi untuk menghasilkan esensi tertentu. Media sosial adalah teknologi yang mengemas esensi sosial, misal gaya foto selfi, menjadi esensi tertentu, misal menjadi bit-bit digital. Tetapi, kemasan berupa bit-bit digital ini belum selesai. Media sosial akan mengemas lebih lanjut, misal menerapkan AI, agar bit-bit digital itu menjadi suatu gosip viral (esensi sosial lagi), sedemikian hingga memberi keuntungan finansial bagi pihak-pihak tertentu.
Bagaimana pun, proses kemasan dari teknologi tidak akan pernah berhenti karena teknologi memiliki aspek futural, aspek masa depan. Keuntungan finansial bagi pihak tertentu itu akan dikemas ulang, misal, menjadi keuntungan politis, dan seterusnya.
Dengan memahami bahwa esensi teknologi adalah enframing, atau kemasan, maka kita perlu lebih waspada. Pihak mana saja yang diuntungkan dari enframing? Pihak mana saja yang dirugikan? Tugas kita untuk mengambil keputusan dengan bijak. Memanfaatkan teknologi untuk kebaikan umat dan semesta.
(2) Makna Eksistensial Teknologi
Secara eksistensial, teknologi adalah anugerah untuk membuka posibilitas masa depan yang luas dan bebas serta membebaskan. Teknologi adalah niscaya. Teknologi adalah pasti. Badan kita adalah teknologi yang menghubung jiwa dengan alam eksternal. Kita hidup, eksis, selalu bersama teknologi. Eksistensi kita tidak bisa terpisah dari teknologi. Sehingga, pilihan kita adalah untuk memilih teknologi mana yang paling baik bagi manusia dan alam.
(3) Makna Futuristik Teknologi
Teknologi adalah masa depan – futuristik. Teknologi adalah modifikasi masa kini untuk meraih masa depan dengan arahan masa depan. Masa depan adalah kreativitas untuk membuka beragam posibilitas. Teknologi adalah freedom untuk memilih masa depan, kemudian, membawanya ke masa kini agar bisa dimodifikasi. Masa kini adalah repetisi dari masa depan yang dipilih dengan penuh komitmen. Teknologi adalah merajut masa depan cemerlang.
c) Rekayasa Lanjutan
Teknologi dekat dengan konsep rekayasa. Modifikasi tingkat tinggi adalah rekayasa (engineering). Para insinyur me-rekayasa semesta berdasar sains, teknologi, dan harapan masa depan. Tetapi, masing-masing diri kita adalah insinyur dalam makna tertentu. Sehingga, kita juga bisa me-rekayasa alam raya.
(1) Rekayasa natural. Awalnya, jaman kuno, teknologi adalah rekayasa terhadap alam (natural) demi kebaikan bersama. Manusia menciptakan cangkul, merekayasa alam, agar mudah bertani. Manusia menciptakan kereta tenaga kuda untuk transportasi. Keuntungan rekayasa natural adalah lebih aman terhadap alam. Tidak ada pencemaran lingkungan, yang signifikan, akibat rekayasa alam. Tetapi, hasil rekayasa alam dipandang hanya “sedikit” bagi pihak tertentu. Sehingga, manusia terus berjuang untuk rekayasa lebih canggih.
(2) Rekayasa mekanikal. Awal jaman modern, barangkali, ditandai dengan berkembangnya rekayasa mekanikal. Lebih canggih dari rekayasa natural, rekayasa mekanikal menerapkan matematika untuk rekayasa. Hasil rekayasa menjadi bersifat pasti dan mudah untuk diperbesar. Manusia mengembangkan mesin uap untuk kereta api, mobil, kapal, dan lain-lain. Manusia menjadi lebih mudah untuk menguasai alam semesta dengan rekayasa mekanikal. Dampak buruknya adalah pencemaran lingkungan dan penindasan pihak kuat terhadap pihak lemah. Saat ini, kita perlu menemukan solusi atas ancaman krisis iklim.
(3) Rekayasa elektrikal. Kemajuan teknologi makin pesat dengan berkembangnya rekayasa elektrikal, sehingga, dihasilkan tenaga listrik di penjuru dunia dan komunikasi gelombang elektromagnetik. Handphone Anda dan internet bekerja dengan prinsip elektromagnetik. Anda bayangkan kejadian di Eropa bisa ditonton secara langsung dari Asia, nyaris, tanpa jeda waktu. Rekayasa elektrikal ini tampak lebih halus, dan mencakup, rekayasa mekanikal mau pun natural. Dampak kemajuan sangat besar, salah satunya, terciptalah orang-orang kaya baru dan perusahaan raksasa. Sayangnya, dampak negatif sama besar juga. Kesenjangan ekonomi dan penindasan ada di banyak tempat. Tugas kita adalah mengarahkan kembali rekayasa elektrikal untuk membuka posibilitas luas yang bebas dan membebaskan.
(4) Rekayasa nuklir. Kita sudah mengetahui dampak mengerikan bom nuklir. Rekayasa nuklir memang berbahaya. Dalam dirinya sendiri, rekayasa nuklir membuka banyak posibilitas luas, misal, menghasilkan listrik tenaga nuklir. Ada dua jenis rekayasa yaitu nuklir kuat dan nuklir lemah. Contoh di atas adalah rekayasa nuklir kuat. Sementara, rekayasa nuklir lemah, misalnya, untuk rekayasa genetika menghasilkan bibit unggul tanaman pangan. Saat ini, dunia sedang dalam ancaman perang nuklir yang bisa menghancurkan seluruh bumi. Karena itu, kita perlu mencari solusi untuk mencegah perang nuklir. Apakah bisa?
(5) Rekayasa gravitasi atau ruang-waktu. Rekayasa ini belum berhasil dilakukan tetapi baru sebagai ide yang menarik. Teori Relativitas menyatakan bahwa gravitasi yang sangat kuat, massa materi yang sangat besar, bisa membelokkan ruang-waktu. Gerhana matahari tahun 1919 menunjukkan bahwa cahaya yang melintas dekat matahari dibelokkan oleh matahari, sebagai, benda dengan massa sangat besar. Jika rekayasa ruang-waktu berhasil, maka, kita bisa membelokkan ruang dan waktu. Dengan demikian akan ada banyak posibilitas baru yang luas. Salah satu idenya adalah untuk menangani sampah nuklir yang berbahaya menjadi ramah lingkungan. Rekayasa ruang-waktu juga mengarah ke penerapan wormhole untuk menyelesaikan problem quantum entanglement. Dengan demikian, terbuka peluang adanya kecepatan seakan-akan melebihi kecepatan cahaya.
(6) Rekayasa sosial. Semua rekayasa melibatkan peran rekayasa sosial. Teknologi yang tidak diterima masyarakat, akhirnya, akan musnah. Sementara, teknologi yang diterima oleh masyarakat luas makin berkembang. Rekayasa sosial bisa saja terjadi secara wajar, tetapi, bisa benar-benar melibatkan rekayasa tingkat tinggi. Karena itu, kita perlu mencermati rekayasa sosial dengan teliti.
(7) Rekayasa digital atau rekayasa informasi atau rekayasa pengetahuan. Kita tahu, rekayasa pengetahuan sudah berlangsung lama sejak awal peradaban manusia. Hanya saja, di era digital, rekayasa pengetahuan menjadi makin dahsyat lagi. Karena, pengetahuan itu sendiri, atau informasi itu sendiri, yang memiliki nilai paling tinggi. Jika Anda tahu bahwa harga saham perusahaan XYZ akan melonjak dalam beberapa bulan ke depan, maka, informasi semacam itu sangat bernilai tinggi. Lebih parah lagi, jika seseorang bisa memperoleh informasi digital tentang rekening dan password dari nasabah bank, maka, informasi itu bernilai tinggi. Dengan rekening dan password, seseorang bisa memindahkan uang dari satu rekening ke rekening lain. Menariknya, yang berpindah bukan uangnya, tetapi, cukup informasi digital tentang uang yang berubah. Lagi, kita perlu waspada dengan perkembangan rekayasa digital ini.
Seluruh rekayasa di atas, dan rekayasa lain, selalu merupakan rekayasa futural. Yaitu, rekayasa masa depan dengan modifikasi apa yang ada di masa kini. Rekayasa masa depan, dengan arahan masa depan, agar terjadi repetisi masa depan, di masa kini.
Siapa Manusia
Siapa diri kita? Siapa manusia itu? Siapa orang yang membuka masa depan dengan menerima anugerah teknologi itu?
Seharusnya, kita mudah menjawab pertanyaan itu. Karena, kita adalah manusia itu sendiri. Kita adalah jawaban dari pertanyaan itu sendiri. Nyatanya tidak semudah itu. Pertanyaan di atas menuntut kita refleksi diri.
Saya memilih satu jawaban yang ringkas, yaitu, manusia adalah dumadi yang menyelaraskan diri. Manusia adalah dumadi yang serasi. Atau, dengan satu kata, manusia adalah serasi.
Mari kita membahas manusia dengan model M adalah model dari manusia. Definisi awal, sebagai diferensia,
“Manusia = M = Akal = Rasional”
Model M
M sebagai diferensia mencakup seluruh diferensia lebih awal, di antaranya, meliputi badan, tumbuh, mineral, dan lain-lain.
M adalah model dasar dari manusia. Setiap manusia harus memenuhi M, berakal. Jika tidak berakal maka gagal sebagai M, gagal sebagai manusia.
Tetapi, model M ini berubah secara dinamis. Sehingga, model M bisa, berubah, menjadi berbeda-beda bagai bumi dan langit, bagai binatang dan malaikat, bagai air dan api. Jadi, M terbuka terhadap perubahan. Seiring waktu, M berubah menjadi lebih sempurna yaitu M(S).
Model M(S)
“Manusia = Akal Sempurna = M(S) = Sempurna = S”
M(S) adalah diferensia akhir. Tentu, M(S) meliputi M, meliputi akal. Atau, M(S) adalah ekstensi dari M itu sendiri.
Karakter S (sempurna) tidak bisa dibaca dari M. Artinya, S tidak bisa diprediksi dari M. Kareda ada faktor “forcing” (Cohen) atau “freedom”. Tetapi, S itu tersusun oleh M. Atau, struktur S terdiri dari unsur-unsur M. Jadi, S tersusun oleh unsur akal, badan, dan situasi serta freedom. Sebagai diferensia akhir, kita bisa menyebut sebagai M(S) = manusia sempurna, atau cukup S = sempurna.
M(S) memiliki karakter universal atau hampir absolut. M(S) bisa muncul di berbagai tempat berbeda dan di berbagai waktu berbeda. M(S) tidak bisa dibatasi oleh “hukum” M. Karena, M tidak bisa mem-prediksi M(S). Meskipun, seiring waktu, M akan bisa memahami M(S). Tetapi, M(S) bisa memprediksi M karena M ada dalam diri M(S).
M(S), di saat yang sama, bersifat unik, partikular, sesuai situasi yang ada dan “freedom” individu. Sehingga, di dunia ini, terdapat ribuan atau jutaan M(S). Dengan perspektif tertentu, setiap individu manusia adalah M(S). Tetapi, perspektif umum, menerapkan M(S) hanya kepada manusia sempurna dalam makna positif.
M(S) adalah tujuan akhir dari manusia, yaitu, menjadi manusia sempurna. Apa yang Anda siapkan untuk menjadi manusia sempurna?
M(S) adalah manusia sempurna, adalah dumadi yang menyelaraskan diri, adalah dumadi serasi, adalah serasi.
M(S) = manusia sempurna = selaras diri = serasi
M(S) = Serasi
Kita fokus kepada serasi. Konsep manusia sempurna bisa kita ringkas menjadi hanya serasi. Apa makna serasi?
(1) Serasi terhadap situasi. Manusia menjaga diri agar serasi dengan situasi alam sekitar. Sebaliknya bisa terjadi. Manusia mengubah alam sekitar agar serasi dengan manusia. Perubahan terhadap diri, dan alam sekitar, bisa saja ekstrem. Manusia akan berusaha membawa, kembali, ke situasi serasi. Dalam situasi serasi seperti ini, M(S) adalah unik. M(S) di Asia berbeda dengan M(S) di Eropa, misalnya. Karena mereka menghadapi situasi yang berbeda. Alam sekitar, di sini, bisa berupa natural dan kultural. Tentu saja, teknologi termasuk sebagai alam kultural.
(2) Serasi terhadap diri. Menariknya, diri manusia selalu menyimpan misteri. Sehingga, manusia sempurna perlu menjadi serasi dengan diri sendiri yang banyak misteri. Diri manusia memang tersusun oleh unsur-unsur manusiawi: badan, akal, situasi, dan lain-lain. Tetapi selalu ada “forcing” atau “freedom” yang melampaui unsur-unsur manusiawi yang sudah ada itu. Dengan demikian, manusia bisa selaras dengan dirinya sendiri dengan mencoba selaras terhadap “forcing” atau “freedom” dirinya sendiri.
(3) Serasi kepada Tuhan Maha Absolut. Manusia sempurna berjalan menuju absolut dengan menjadi hampir-absolut. Manusia meraih serasi dengan menjadi hampir-absolut, meski, tidak pernah absolut. Manusia perlu bimbingan melalui wahyu, kitab suci, riwayat, guru, sahabat, dan lain-lain. Dari dalam dirinya sendiri, manusia perlu berpikir terbuka, bersikap terbuka, membuka diri, dan membuka hati, agar mencapai serasi absolut. Tepatnya, serasi hampir-absolut. Manusia bisa berhasil meraih sempurna, hampir-absolut, bukan karena dirinya mampu. Tetapi, karena pertolongan dari sumber absolut.
Selamat menapaki jalan menjadi manusia sempurna…!
Catatan
Saya mencatat tiga poin penting sebagai penutup bagian teknologi ini. Pertama, teknologi adalah realitas eksistensial yang perlu kita terima sebagai anugerah. Kemudian, kita merespon teknologi untuk menghasilkan anugerah lagi lebih berlimpah.
Kedua, teknologi adalah buah dari perkembangan pengetahuan dan sains. Karena itu, kita perlu terus mengembangkan teknologi, termasuk, dengan mengkritisinya.
Ketiga, tugas kita adalah modifikasi teknologi untuk membuka posibilitas luas yang bebas dan membebaskan. Untuk itu, umat manusia perlu komitmen yang kuat.
Dengan mengkaji Pintu 1 sampai Pintu 4, kita siap menjalani hidup sukses penuh makna. Tetapi, masih ada tantangan di depan. Ada orang lain, seperti diri kita, yang ingin sukses namun sering beda pikiran dengan kita. Bagaimana cara menghadapi perbedaan pikiran, perbedaan pendapat, sampai perbedaan keyakinan? Kita akan membahasnya di Pintu 5 “Pakar Demokrasi.”
Reblogged this on Labschool Jakarta.
SukaSuka
terima kasih atas informasinya paman apiq
SukaSuka
Sami2,,, omJay🙏🙏
SukaSuka